”Aleeya.”
Aleeya mengentikan aktivitas pada ponsel dan menoleh ke sumber suara.”Sandra,” ucap Aleeya terbelalak.Sandra langsung menghampiri Aleeya yang duduk di sofa dan mereka berpelukan.”Akhirnya gw bisa ketemu lo lagi. Gw mau bilang terimakasih, sudah nyelamatin gw waktu itu. Berkat lo gw gak ngalamin cedera berat,” ujar Sandra. Ia sangat senang bertemu Aleeya kembali setelah beberapa bulan.”Sama-sama. Syukurlah kalau kamu gak terluka parah.” Aleeya mengusap lengan Sandra dengan lembut.”Gw senang bisa ketemu lo lagi, Aleeya. Gw sudah sering minta tolong Pak Adrian buat nemuin gw sama lo, tapi jawabannya selalu nanti,” ungkap Sandra dengan cemberut.”Gak apa-apa, sekarang kan sudah ketemu. Lo tau gw di sini?” Aleeya penasaran dari mana Sandra tau ia ada di sini.Sandra mengangguk sebagai respon.”Gw liat di buku tamu. Ya udah, gw langsung cek aja ke sini, ternyata beneran lo. Beruntung banget gw"Ahh … akhirnya bisa cuti juga," gumam Adrian. Aleeya terkekeh melihat Adrian yang langsung meletakkan pantat di atas sofa. Mereka baru saja sampai apartment ketika jam menunjukan angka 07.00 malam. Sebab, mereka singgah untuk makan terlebih dahulu. Kata Adrian, mumpung ada Aleeya bersamanya. Karena biasanya Adrian langsung pulang ke apartemen setelah dari kantor."Uncle, Aleeya mandi dulu, ya …" sela Aleeya. Ia terbiasa untuk mandi setelah beraktivitas di luar.Adrian mengangguk. "Jangan lupa pake air hangat, Aleeya. Supaya kamu gak kedinginan," balas Adrian sebelum Aleeya menghilang dari pandangan."Siap, Bos!" Aleeya memberi hormat pada Adrian. Dan langsung disambut tawa renyah Adrian.Adrian merebahkan kepala ke sofa, menatap langit-langit yang hanya terdapat lampu gantung. Ia memejamkan mata sejenak sambil memijat pangkal hidung. Saat ini, ia sudah mengantongi dua identitas target. Walaupun begitu, mereka harus mengumpulka
Aleeya turun dari ranjang dan memakai kimono. Ia langsung membereskan tempat tidur yang sangat berantakan. Mengganti sprei, sarung bantal dan guling, dan bed cover yang terdapat banyak noda."Huuhh …." Aleeya mengusap peluh di kening. Padahal suhu kamar sangat dingin oleh AC."Cape juga ganti ginian doang," keluh Aleeya, duduk di pinggir kasur.Ceklek!Adrian yang baru keluar kamar mandi, masih mengenakan kimono."Aleeya, kenapa kamu mengerjakannya sendiri. Harusnya biar aku saja," protes Adrian dengan nada lembut."Gak apa-apa Paman, Aleeya bisa, kok. Soalnya Ale risih kalau kotor," bela Aleeya sambil memperhatikan Adrian mengganti pakaian tanpa rasa risih lagi."Memangnya kamu gak kenapa-kenapa? Ngerasa sakit nggak?" Terlihat kekhawatiran di wajah Adrian."Nggak … terlalu, kok." Aleeya memejamkan mata mengerti maksud Adrian."Ya sudah. Kalau gitu kamu bersi
"Saya terima nikah dan kawinnya Aleeya Lucia William binti Carson William dengan maskawin tersebut, tunai." "Bagaimana para saksi, sah?" "Sah!" Ucapan itu selalu terngiang dalam kepala seorang gadis manis, Aleeya Lucia William berusia dua puluh tahun. Kejadian mengenaskan beberapa jam lalu, telah merenggut nyawa sang ayah sekaligus berakhirnya status lajangnya. Di depannya seorang pria maskulin dengan tubuh proporsional sedang berbincang dengan beberapa pria dengan tubuh serupa. Pria itu adalah Adrian Kawena Willson, Agen Khusus berusia tiga puluh tahun yang baru saja sah menjadi suaminya. "Permisi, Dok. Pimpinan rumah sakit meminta Anda untuk ke ruangannya." Seorang suster muda berparas cantik menghampiri Aleeya yang tengah duduk di depan ruangan. "Baik, Sus terima kasih." Aleeya menatap lembut suster. "Sama-sama, Dok." Suster berlalu men
Adrian mengguncang pelan tubuh Aleeya yang baru saja ia letakkan di kasur. Betapa terkejutnya ia ketika menemukan gadis itu tergeletak di depan pintu kamar mandi. Tidak ada yang tahu sudah berapa lama Aleeya tidak sadarkan diri, karena ia sedang bekerja dan tidak ada seorang pun di apartemennya. Seminggu yang lalu Adrian membawa Aleeya ke apartemen miliknya usai pemakaman. Seminggu yang lalu juga ia tidak lagi berbicara dengan Aleeya. Gadis itu selalu menutup diri dan tampak uring-uringan. Adrian yang tidak ingin ambil pusing membiarkannya begitu saja dan tetap menyiapkan kebutuhan Aleeya. "Aleeya, bangun! Aleeya bangun, Sayang!" pekik Adrian sambil menepuk lembut pipi Aleeya. Raut wajahnya tampak khawatir, karena gadis itu belum membuka matanya. Sayang? Yah, Adrian biasa menggunakan panggilan itu bahkan sebelum mereka menikah. Adrian sudah menganggap Aleeya seperti kepona
Seorang pria berbalut kaos tipis dan celana pendek sedang berkutat di dapur. Gerakannya cekatan dan terampil. Di atas meja sudah terhidang jenis makanan yang dapat menggelitik penciuman dan membangkitkan selera makan. Sesekali ia melirik lorong kecil yang terdapat dua pintu saling berhadapan. Krek! Suara pintu terbuka menjadi perhatian pria yang sedang memindahkan hidangan ke meja makan minimalis. "Aleeya, kemarilah kita makan," pinta pria itu pada gadis yang baru saja keluar dari kamarnya. Gadis berpiama itu mendekat dengan senyum yang mengembang. "Paman memasak semua ini?" tanya Aleeya tampak kagum. Adrian mengangguk dan menampilkan senyum. Aleeya merasa malu dan minder, karena selama ini ia hanya bisa memasak air dan mi instan. "Duduk!" Aleeya terkejut ketika Adrian sudah menarik kursi untuknya. "Makasih,
Aleeya sedang berdiri di depan cermin yang memperlihatkan pantulan dirinya secara menyeluruh. Ia tampak cantik menggunakan kemeja berwarna merah muda dan rok sepan pendek berwarna putih. Rambut panjangnya ia biarkan terurai. Tidak lupa riasan tipis pada wajah agar terkesan natural. "Aku sudah tidak sabar bertemu dengan Dave," gumam Aleeya, tersenyum. Ia sangat merindukan kekasihnya. Sudah seminggu lebih mereka tidak bertemu. Dave juga tidak pernah menghubungi atau membalas pesan-pesan Aleeya. Tok! Tok! Tok! Aleeya membuang nafas pelan sambil melirik ke pintu yang di ketuk. Ia berjalan santai menuju pintu sambil menenteng hand bag sewarna dengan baju. Krek! Pintu terbuka setelah Aleeya menurunkan handel. "Aku sudah membuat sarapan. Kamu makan dulu, baru kita berangkat," pinta Adrian yang sudah rapi dengan se
Aleeya mendorong tubuh Dave. Kali ini Dave menuruti Aleeya, ia tidak lagi menahan Aleeya berada dalam dekapan. "Paman …." Aleeya memutar tubuh yang masih terkejut. "Pulang!" tegas Adrian. Adrian menjadi saksi perseteruan antara Aleeya dan Dave. Susah payah ia menahan emosi untuk tidak menghajar Dave saat ini juga. Padahal ia bisa saja melakukan tindakan di luar batas pada Dave, jika saja tidak ada Aleeya. Tidak sia-sia ia mencari keberadaan Aleeya untuk mengantarkan barang milik Aleeya yang tertinggal. "Kemari!" pinta Adrian yang masih berdiri tegap di ambang pintu dengan kedua tangan ia masukan dalam saku celana. Aleeya menunduk, perlahan ia berjalan menuju Adrian. Sadar tidak memiliki alasan untuk tetap berada di sini dan Adrian satu-satunya tempat ia kembali untuk melanjutkan hidup. "Aleeya …," lirih Dave. Panggilan itu m
Orang-orang berlari dengan histeris, saat menyadari diri mereka dalam bahaya. "Paman," bisik Aleeya sambil mendongak menatap Adrian yang sedang mendekapnya. Adrian memutar tubuh mereka, sehingga tubuh Aleeya berada tepat di pintu bagasi mobil yang memiliki desain cukup besar untuk berlindung. Adrian tahu, serangan itu berasal dari gedung rumah sakit yang berada tepat di belakang mereka, namun tidak tahu pasti di mana posisi penyerang itu. "Aleeya, apa kau takut?" tanya Adrian sambil membawa tubuh mereka untuk merunduk. Dor ! Dor ! Adrian menggerakan tangannya pada beberapa orang yang juga berada di balik mobil, berdekatan dengan dirinya. Adrian memberi isyarat agar mereka yang terjebak di halaman parkir untuk terus menunduk dan tetap tenang. "Aleeya," panggil Adria