Share

4. Pengakuan Dave

    Aleeya sedang berdiri di depan cermin yang memperlihatkan pantulan dirinya secara menyeluruh. Ia tampak cantik menggunakan kemeja berwarna merah muda dan rok sepan pendek berwarna putih. Rambut panjangnya ia biarkan terurai. Tidak lupa riasan tipis pada wajah agar terkesan natural.

    "Aku sudah tidak sabar bertemu dengan Dave," gumam Aleeya, tersenyum.

Ia sangat merindukan kekasihnya. Sudah seminggu lebih mereka tidak bertemu. Dave juga tidak pernah menghubungi atau membalas pesan-pesan Aleeya.

    Tok! Tok! Tok!

    Aleeya membuang nafas pelan sambil melirik ke pintu yang di ketuk. Ia berjalan santai menuju pintu sambil menenteng hand bag sewarna dengan baju.

Krek! Pintu terbuka setelah Aleeya menurunkan handel.

    "Aku sudah membuat sarapan. Kamu makan dulu, baru kita berangkat," pinta Adrian yang sudah rapi dengan setelan berwarna dongker.

    Aleeya tertegun melihat Adrian dengan penampilan berbeda. Kalau boleh jujur, Adrian jauh lebih segalanya ketimbang Dave, tetapi yang namanya perasaan tidak dapat diatur. Hari ini ia masih mencintai Dave, mungkin nanti ia bisa saja mencintai Adrian.

'Aleeya, Aleeya. Kamu pikirin apa, sih,’ batin Aleeya sambil menepuk jidat.

    "Ale … kamu enggak mau sarapan?!" seru Adrian dari meja makan.

    "Ya, Paman, bentar! Ale lupa sesuatu!" balas Aleeya berbohong.

    Aleeya menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan. Tidak tahu kenapa ia jadi canggung jika berdekatan dengan Adrian.

    "Paman, Ale sudah telat! Ale makan di kantin saja." Aleeya berjalan sambil melihat ke arloji untuk menghindari tatapan Adrian. 

    "Habiskan susunya saja, masih hangat." Adrian memberikan segelas susu putih. Hanya beberapa detik gelas dalam genggaman Aleeya sudah kosong.

    "Jika sudah pulang hubungi aku! Aku akan menjemputmu." Adrian berjalan mendahului Aleeya.

    "Tidak usah, Paman. Ale bisa pulang sendiri," balas Aleeya, mengikuti langkah Adrian dari belakang. Jarak rumah sakit ke apartemen hanya memakan waktu sepuluh menit jika menggunakan kendaraan, dan lima belas menit jika berjalan kaki.

    "Aku memberi perintah, bukan pertanyaan!" tegas Adrian sambil menghentikan langkahnya.

    Bukh! Aleeya meringis, memegangi jidat yang terasa perih akibat menabrak sesuatu. Ia mendongak menatap Adrian yang sudah berbalik badan menghadapnya.

    "Makanya jangan jalan di belakang! Sudah tahu pendek. Memang kamu bodyguard saya!" Adrian memberi penekanan di setiap ucapannya.

    Aleeya memelototkan kedua matanya. Bisa-bisanya Adrian memarahi dirinya. Jelas-jelas dia yang berhenti mendadak. Memang dia pikir lagi di lampu merah jalan raya! Terus apa tadi dia bilang, pendek? Hai, Mas! Situnya aja yang ketinggian! Aleeya memasang wajah marah, tetapi malah membuatnya terlihat menggemaskan.

    "Kalau tidak ingin telat, lebih baik jalan sekarang!" Adrian berbalik badan dan berjalan meninggalkan Aleeya yang semakin meradang. Adrian juga tersenyum lebar tanpa sepengetahuan Aleeya.

**

    "Dave akan mengakhiri hubungan dengannya."

    "Jangan! Papah masih membutuhkan dia."

    "Untuk apa, Pah?" Dave mengernyitkan kening.

    "Menghancurkan hidupnya."

    "Pah, untuk apa lagi kita menyakitinya?! Apa kepergian ayahnya belum cukup untuk Papah?!" Dave berdiri dengan tangan bertumpu pada meja. Pandangannya tertuju pada ayahnya yang berdiri menghadap jendela.

    "Dia harus menebus semua yang sudah terjadi lima tahun lalu, Dave," ucap Bagas sambil menatap ke luar. Ingatannya menerawang pada kejadian yang menewaskan istri dan putri semata wayangnya.

    "Tapi Pah, dia juga korban," sanggah Dave.

    "Korban yang selamat dan hidup tanpa rasa bersalah!" timpal Bagas dengan penekanan.

    "Gadis itu kehilangan ingatannya setelah kecelakaan," balas Dave.

    "Davendra! Jangan membantah! Kalau kamu masih ingin hidup tenang bersama istrimu, lakukan perintah Papah!" bentak Bagas.

    Dave sangat membenci situasi seperti ini. Ia sadar dirinya bukan siapa-siapa tanpa sang Ayah. Hal itu membuat dirinya selalu tunduk pada perintah ayahnya, apalagi jika sudah menyangkut sang istri. Ayahnya bisa berbuat apa saja dengan kekuasaan yang dimilikinya.

    "Ingat! Hancurkan hidupnya!" perintah Bagas sebelum meninggalkan Dave dalam ruangan.

Brak! Pintu kaca itu tertutup dengan sangat keras hingga menimbulkan getaran.

    "Akhh … berengsek!!" jerit Dave.

Dave tidak lagi mengenali sosok ayahnya yang sekarang. Ayahnya benar-benar berubah setelah kepergian mama dan adik perempuannya dalam kecelakaan tragis.

    Krek!

    "Kak, Dave …."

    Dave menoleh ke sumber suara yang terdengar sangat lirih. Di ambang pintu Aleeya berdiri, matanya sembab dengan berderai air mata.

    "Aleeya, kamu kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Dave yang terkejut dengan kehadiran Aleeya. Ia bergegas mendekati Aleeya.

    "Stop! Jangan mendekat!" jerit Aleeya sambil mengulurkan tangan.

    "Ada apa Aleeya?" Dave tetap mendekati Aleeya yang menentangnya.

    "Gue bilang jangan mendekat!!" bentak Aleeya.

    "Kenapa?!" Dave merasa panik hingga nada bicaranya meninggi.

    "Elo jahat, Dave! Kalian Penjahat! Gue denger semua obrolan lo dengan Tuan Bagas!" tutur Aleeya, "Kenapa kalian jahat sama gue? Kenapa, Dave? Hiks … hiks," lanjut Aleeya dengan terisak.

    "Aleeya, aku bisa jelasin. Kita bisa bicarain ini baik-baik, oke?" ajak Dave.

    "Enggak ada yang perlu dibicarakan. Semua sudah jelas, aku mendengarnya," balas Aleeya sembari menggelengkan kepalanya.

    "Aku minta maaf, aku sa—" 

    "Cukup!!" pekik Aleeya dengan mata terpejam, "Apa yang terjadi lima tahun lalu, Dave? Kenapa kalian ingin membalas semua padaku?" tanya Aleeya dengan suara bergetar. Ia mencoba mengingat lima tahun ke belakang, tetapi tidak ada peristiwa yang janggal.

    "Tidak ada Aleeya, kamu hanya salah paham," jawab Dave dengan lembut. Perlahan ia mendekati Aleeya.

HubunganDave dengan Aleeya memang hanya sebagian dari rencana. Namun, perasaan itu begitu nyata, dan Dave akui bahwa hati Dave telah jatuh pada Aleeya.

    "Apa benar, kau sudah menikah?" tanya Aleeya yang sebenarnya lebih mengusik pikirannya saat ini.

    Hening beberapa saat sebelum Dave menjawab, "Maafkan aku Aleeya." Dave merengkuh tubuh Aleeya. "Maafkan aku," ucap Dave yang semakin mempererat pelukannya.

     Aleeya membekap mulut, tubuhnya bergetar hebat akibat isak tangis yang semakin menjadi. Pengakuan Dave membuat hati Aleeya tersayat, hingga detak jantung seakan ikut berhenti. Aleeya masih belum percaya, pria yang sangat ia cintai, ia kenal baik, dan ia percayai ternyata duri dalam hubungan mereka. Dave sang kekasih adalah pria brengsek yang pernah Aleeya kenal. Bagaimana semua bisa terjadi selama tiga tahun ini? Mengapa ia tidak pernah curiga sama sekali dengan kejahatan Dave? Yah, Aleeya merasa telah di butakan dengan cinta. Apa yang terjadi? Aleeya terus bertanya dalam benak.

    Aleeya menghentakkan tubuh menjauh dari Dave. Namun, pelukan Dave sangat erat hingga tenaga kecil Aleeya tidak berguna.

    "Lepasin gue!" jerit Aleeya.

    Dave yang meletakan kepala di atas kepala Aleeya, menggeleng hingga Aleeya bisa merasakan gerakan itu.

    "Aku mohon Aleeya, tolong kasih aku kesempatan untuk menjelaskan apa yang tidak kamu ketahui," isak Dave.

    Dave yang berencana mengakhiri hubungan mereka. Ternyata tidak mampu melepaskan Aleeya begitu saja, ada rasa sakit yang teramat dalam saat melihat Aleeya menangis. Bayangan Aleeya yang akan meninggalkan Dave membuat ia takut kehilangan Aleeya.

    "Lepas!!" hentak Aleeya, memberontak dalam dekapan Dave.

    "Enggak, Aleeya, aku mohon."

    "Please. Aku benar-benar mencintaimu, Aleeya," lirih Dave dengan suara parau.

    Dalam pelukan Dave, Aleeya dapat merasakan tubuh pria itu sedikit bergetar akibat tangisan. Ia juga dapat mendengar detak jantung Dave tidak dalam kondisi normal.

    "Aleeya."

    Aleeya memejamkan mata dan cairan bening itu lolos begitu saja, ketika seseorang memanggil namanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status