Share

Mr arrogant Mrs simple
Mr arrogant Mrs simple
Penulis: Mulyarial Gare

Pertemuan

Tok,tok,tok.

Rupanya ada seseorang yang mengetuk pintu kamar Rania. Tampak jelas, suara dari luar menyuruh Rania bangun.

“Non Rania, ayo bangun!” ucap Bik Ratih.

Rania pun langsung terbangun dengan cepat karena mendengar suara Bik Ratih. Sambil melihat jam weker yang ada di samping tempat tidurnya, Rania sontak saja kaget.

“Astaga, udah jam delapan pagi. Bisa-bisanya aku ketiduran sampai kayak gini. Kamu tuh nggak bangunin aku,” Keluh Rania. Ia pun sambil menyalahkan jam wekernya.

Padahal alarm sudah bunyi dari tadi, namun Rania tak menyadari karena masih asyik dengan tidurnya. Gadis ini bergegas bangun dari tempat tidurnya dan langsung masuk ke kamar mandi.

“Aku harus mandi sekarang dan secepatnya nyari kerjaan,” ucapnya. Rania berbicara sambil mengambil handuk.

Secepat mungkin Rania mandi, ia tak ingin berlama-lama di kamar mandi, karena itu akan menyita waktunya. Tak lama kemudian, Rania selesai mandi dan segera mengganti pakaiannya. Berhubung Rania adalah gadis yang tak terlalu suka dandan, ia bisa merapikan dirinya dalam waktu yang singkat.

“Sepertinya dandanan ini sudah cukup menarik.” Rania memuji  dirinya sendiri.

Ia pun bangkit dari tempat duduk dan segera turun ke bawah bergabung dengan orang tuanya.

“Mami sama papi udah ke kantor apa belum, ya?” batin Rania bertanya-tanya.

Sambil menuruni anak tangga,Rania sudah melihat dari kejauhan ayah dan ibunya. Gadis ini tersenyum tipis, tampak wajah sumringan dan bahagia menghiasi bibir mungilnya, karena hari ini ia bisa melihat orang tuanya duduk di meja makan sambil menunggu untuk sarapan pagi sama-sama. 

“Pagi, my little princess,” sapa Marcel. Ayahnya sambil tersenyum.

“Pagi my princess. Ayo kesini sayang!Kita breakfast sama-sama,” Sambung Aulia.

Tak dipungkiri jika Rania masih mendapat perlakuan seperti itu dari Ayah dan Ibunya. Rania masih di anggap seperti anak kecil oleh Pak Marcel dan Bu Aulia. Sapaan itu memang tak pernah hilang sejak ia kecil hingga sampai saat dewasa sekarang.

“Apaan sih Mami sama Papi. Aku kan udah gede. Kok, aku merasa kayak anak TK kalo Mami sama Papi manggil aku kayak gitu.” Batin Rania.

Walaupun demikian, Rania merasa bahagia memiliki kedua orang tua yang sangat menyayangi dan perduli terhadap dirinya. Ia pun segera ke meja makan dan bergabung dengan mereka.

“Morning juga Mi, Pi.” Rania tersenyum manis.

“Tumben anak Mami bangunnya kesiangan. Kamu telat bobo tadi malam, ya?” tanya Aulia dengan tatapan khawatir.

“Iya, Mi. Rania lagi nyari lowongan kerjaan di internet, Mi,” Gadis ini menjawab seadanya.

Mendengar jawaban putrinya, Pak Marcel langsung menawari Rania pekerjaan di kantor.

“Gimana, kalau kerja di kantor Papi aja?Papi lagi butuh karyawan di bagian manager keuangan. Nanti Papi masukin aja kamu kesitu,” ucap Marcel. Sang Ayah yang berniat membantu putrinya.

“Iya, Papimu benar. Rania kerja aja di kantor Papi, kan disitu lebih aman dan Mami nggak perlu khawatir lagi,” Sambung Aulia. Terlihat sangat mendukung penuh atas tawaran Marcel pada putri mereka.

Rania menghentikan aktivitasnya,ia terdiam sejenak karena mendengar tawaran dari kedua orang tuanya.

“Makasih untuk Mami sama Papi yang udah ngertiin aku dan berusaha membantuku. Rania bukannya menolak posisi itu, tapi Rania ingin memulai dari awal dan nggak perlu menggunakan nama Mami sama Papi. Kalau Rania udah nggak mampu lagi buat usaha, pasti Rania sendiri yang akan minta pertolongan dari Mami dan juga Papi.” Gadis ini meyakinkan orang tuanya.

Pak Marcel rupanya bisa dengan cepat mengerti atas ucapan putrinya itu. Dengan kata lain, jika Rania masih ingin mencari jati diri serta mengolah sampai dimana kemampuannya, fikir Marcel. Berbeda dengan Aulia, ia rupanya khawatir dengan tekad Rania untuk mencari pekerjaan di luar sana. Banyak yang Aulia fikirkan jika anaknya harus bekerja tanpa pantauan langsung darinya ataupun dari Marcel suaminya. Maklumlah, namanya seorang ibu. Apalagi Rania adalah anak tunggal, tentu itu sangat membuat Aulia khawatir. Mendapatkan Rania pun tak mudah. Marcel dan Aulia harus menunggu lima tahun sampai akhirnya harus mendapatkan anak semata wayang yang tak lain adalah Rania.

“Sekarang Papi paham apa maksudmu. Papi akan mendukung full semua keputusan Rania. Papi yakin, jika kamu bisa memberikan yang terbaik. Papi kagum akan keberanianmu yang tak seperti orang lain kebanyakan di luar sana!” jelas Marcel. Ayah satu anak ini terdengar merestui keputusan putrinya.

“Kok,Papi gitu sih. Bukannya belain Mami. Papi nggak takut kalo anak gadisnya kenapa-napa diluar sana,hah?” ketus Aulia masih dengan nada kesalnya.

“Bukannya Papi nggak dukung Mami. Hanya saja, apa salahnya kita berikan kepercayaan pada Rania. Kita harus menghormati keputusan Rania. Itu toh, pilihannya. Rania pasti sudah memikirkan hal ini secara matang sebelum ia bertindak. Kita sebagai orang tua hanya tinggal memberi dukungan penuh selama hal itu positif untuk Rania. Papi yakin, Rania nggak akan mengecewakan kita!” jelas Marcel. Ia pun berusaha membuat Aulia mengerti dengan keputusan yang dibuat oleh putri mereka.

Melihat pemandangan itu, Rania langsung mendekati ibunya. Ia memeluk sang Ibu yang masih terlihat khawatir dengan pilihan Rania untuk mencari pekerjaan sendiri di luar sana tanpa bantuan darinya dan juga Marcel.

“Kamu tuh buat Mami khawatir, tahu nggak!” ucap Aulia. Dengan wajah sedih, ia menatap Rania. Sepertinya Aulia tak tega mendengar keputusan putrinya itu.

“Mami nggak usah sedih-sedih gitu dong. Apa Mami mau jika Rania jadi gadis lemah dan hanya suka berfoya-foya di luar sana tanpa melakukan usaha yang nyata?Rania nggak bakal kemana-mana, Mi. Rania tuh hanya pengen belajar mandiri agar nggak selalu menyusahkan Mami sama Papi. Gimana nanti Rania mau mimpin perusahaan yang begitu besarnya kalau nggak mulai usaha dari nol?Anggap saja, anak Mami lagi training untuk menjadi lebih baik dalam menjadi seorang pemimpin. Mami harus yakin dan percaya sama Rania!” ucapnya lagi. Gadis cantik ini berusaha meyakinkan ibunya.

Setidaknya ucapan Rania mampu menenangkan hati Aulia.

“Gimana kalau nanti anak Mami di suruh jadi tukang bersih-bersih?Mami nggak rela. Mami aja nggak pernah kayak gitu ke Rania,” ketus Aulia. Nada bicaranya masih terdengar khawatir.

“Mami itu adalah ibu yang paling terbaik se dunia. Bagiku, Mami itu adalah segalanya yang tak ternilai harganya. Aku hanya ingin restu dan dukungan Mami, agar semua keinginan Rania bisa terpenuhi dan berjalan dengan baik. Aku nggak masalah dengan posisi apa saja nantinya, yang terpenting Rania bisa belajar dari bawah.” Gadis ini menjelaskan niatnya dan langsung memeluk ibunya. 

“Kasihan anak gadis Mami. Mami udah bersusah payah membangun bisnis mami hanya untuk masa depan anak mami satu-satunya, biar nanti, Rania nggak hidup susah dan capek nyari kerja. Akan tetapi, mendengar keputusan Rania, Mami juga nggak boleh egois dan mikirin diri sendiri. Mami juga harus menghormati keputusanmu. Mami kayak gini karena khawatir dan nggak mau terjadi sesuatu padamu. Mami akan doakan Rania, semoga semuanya berjalan dengan lancar!” Aulia dengan rasa haru. Ibu satu anak ini langsung memberikan pelukan hangat utuk putri kesayangannya.

Marcel tersenyum bahagia karena melihat suasana haru antara ibu dan anak itu. Dalam hati Marcel penuh dengan kebanggaan karena di anugerahi seorang putri yang cantik, cerdas, sederhana dan juga pemberani.

“Ayo habiskan makanannya!Papi udah mau telat ke kantor. Ada rapat penting hari ini.” Marcel dengan wajah tersenyum.

“Ya udah, Pi. Papi berangkat aja duluan, nanti terlambat,” ketus Aulia. Ia pun  menyuruh Marcel untuk ke kantor duluan.

“Kalau Papi duluan, gimana Mami mau ke kantor?Nggak mau barengan?” tanya Marcel.

“Tapi Mami masih ingin melihat Rania pergi kerja Pi,” Jawab Aulia.

“Mami pergi aja!Rania bisa jaga diri sendiri kok. Kasihan Papi udah nungguin,” imbuhnya.

“Tuh dengerin kata anaknya. Rania nggak apa-apa. Ayo kita berangkat sekarang!” ajak Marcel.

“Papi itu nggak perduli sama anaknya, ya. Mami pergi dulu ke kantor!Rania jaga diri, ya!Kalau ada apa-apa langsung telfon Mami,” pamit Aulia.  sambil mencium pipi anaknya.

Marcel hanya tersenyum melihat tingkah istrinya yang terlalu sensitif terhadap anak gadisnya itu.

“Papi sama Mami berangkat dulu, ya!Kamu jaga diri!Kalau ada apa-apa langsung kabarin. Papi sama Mami akan selalu siap membantu. Kami pergi dulu!” pamit Marcel. Ia juga melakukan hal yang sama dengan Aulia. 

Beruntunglah Rania memiliki orang tua yang lengkap dan selalu menyayanginya.

“Tenang saja Mi, Pi. Rania bisa jaga diri kok. Papi sama Mami hati-hati ya!Jangan ngebut-ngebut bawa mobilnya,” Jawab Rania. Gadis ini kemudian mencium kedua tangan orang tuanya.

Kini Pak Marcel dan istrinya sudah pergi kerja. Hanya ada Rania dan bik Ratih di rumah yang seluas istana itu. Bik Ratih sudah bekerja di rumah keluarga pak Marcel sejak Rania belum lahir. Bik Ratih telah di anggap sebagai keluarga dekat oleh keluarga Pak Marcel. Tugas bik Ratih adalah memasak untuk keluarga Pak Marcel. Sebenarnya, mereka bisa saja membayar koki untuk menyiapkan semua menu makanan keluarga.  Hanya saja, Bu Aulia lebih terbiasa menyantap makanan buatan bik Ratih. Katanya, kalau bik Ratih yang masak itu rasanya sangat enak. Jadi, tak perlu membayar koki untuk memasak di rumah. 

“Ayo Bik!Bibi makan disini. Rania nggak nyaman makan sendiri,” Rengeknya yang terlihat seperti gadis kecil.

Bik Ratih pun dengan wajah tersenyum langsung ke meja makan untuk menemani Rania.

“Bibi udah kenyang. Non Rania makan saja, nanti bibi temani duduk disini,”Jelas bik Ratih dengan wajah sumringan.

“Kok gitu sih, Bik. Bibi juga harus makan!Rania tahu, kalau Bik Ratih belum makan, ia kan?” tanya Rania.  dengan tatapan menduga-duga pada Bik Ratih.

Bik Ratih tersenyum dan membenarkan ucapan dari Rania.

“Iya Non,” Jawabnya singkat sambil menunduk.

“Udahlah Bik. Bibi nggak usah sungkan. Kita ini adalah keluarga. Bibi nggak perlu terlihat seperti itu. Ayo makan Bik!” jelas Rania. Gadis ini sambil tersenyum tipis.

Akhirnya Bik Ratih dan Rania makan bersama-sama. Tampak mereka saling bercanda satu sama lain. Keadaan di meja makan tampak terlihat hangat. Setelah selesai makan, Rania membantu bik Ratih membersihkan piring yang berada di atas meja.

“Nggak usah Non. Non Rania istirahat saja, nanti bibi yang akan membereskan semuanya,” ucap Bik Ratih.

“Bibi itu udah capek masak dari pagi. Sekarang bibi duduk aja. Nanti Rania yang akan membereskan semuanya. Lagian Rania udah gede, Bik. Dari kecil, Bik Ratih yang nyiapin semua keperluan Rania. Sekarang karena Rania udah gede dan harus belajar mandiri , contohnya harus bisa melakukan hal-hal seperti ini,” ucapan gadis ini terdengar bijaksana.

Bik Ratih pun tersenyum bahagia karena Rania yang ia asuh sejak bayi, kini berubah menjadi seorang gadis yang cantik, baik, cerdas dan juga penyayang. Poin lebihnya Rania adalah seorang gadis yang kaya-raya namun memiliki sikap rendah hati dan tidak sombong. Tampilannya yang sederhana namun tak mengurangi sedikit pun kecantikannya.

Setelah selesai dengan aktivitasnya, Rania pamit pada Bik Ratih.

“Rania keluar dulu yah, Bik!” pamitnya.

Bik Ratih masih dengan pandangan bingungnya menatap ke arah Rania.

“Memangnya Non Rania mau kemana?” tanya Bik Ratih.

“Rania mau cari kerjaan, Bik,” Jelasnya. Dengan nada semangat dan senyuman tipis menghiasi bibir mungilnya.

“Apa..?!Non mau nyari kerja?Apa bibi nggak salah dengar?” tanya Bik Ratih. Wanita paruh baya ini yang masih dengan tatapan tak percaya dengan apa yang barusan didengarnya.

“Iya Bik. Hari ini Rania mau nyari kerjaan diluar sana. Siapa tahu Rania bisa dapat kerjaan. Bibi harus doa-in Rania biar semuanya berjalan dengan lancar,” Rania meminta restu.

“Iya Non. Bibi akan selalu mendoakan yang terbaik buat Non Rania. Hanya bibi kaget aja, kok Non Rania kenapa harus repot-repot nyari kerjaan?Ibu sama Bapak kan bisa memberikan posisi yang lebih baik di perusahaan,” Jelas Bik Ratih.

“Iya Bik, itu benar. Tapi ini semua atas kemauanku sendiri yang ingin mencari kerjaan diluar sana, Bik. Rania nggak mau menggunakan kekayaan papi sama mami hanya untuk mendapatkan posisi yang bagus. Aku pengen mulai dari bawah dan belajar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Bibi doa-in aja, ya. Rania pamit dulu,” imbuhnya. Gadis ini langsung mencium tangan Bik Ratih.

“Non Rania hati-hati!” ucap Bik Ratih.

Gadis ini tersenyum dan berlalu dari pandangan Bik Ratih.

“Non Rania memang anak yang membanggakan. Udah cantik, cerdas, baik, dan suka kerja keras tanpa menggunakan kekayaan orang tuanya,” Puji Bik Ratih terhadap sikap majikannya.

Bik Ratih berharap agar Rania bisa mendapatkan pekerjaan. Setelah Rania pergi, Bik Ratihpun menutup pintu dan kembali lagi bekerja seperti biasanya.

Sementara Rania pergi melamar pekerjaan dengan menggunakan motor matic. Sudah beberapa perusahaan yang ia masuki untuk melamar kerja, namun tak satupun yang menerimanya. Iapun menghentikan motornya dan singgah di warung untuk membeli air mineral.

“Ternyata nyari kerja itu susah juga ya. Aku udah mengunjungi beberapa tempat, namun nggak ada satupun yang menerimaku. Ini benar-benar melelahkan,” ucapnya. Rania pun langsung masuk ke dalam warung untuk membeli air mineral.

Rupanya Rania terlihat sangat capek dan haus karena sudah hampir tiga jam ia pergi mencari pekerjaan dengan mengendarai motor,namun tak satupun yang bisa menerimanya. Terik matahari yang sangat menyengat membuat tenggorokan Rania kering.

“Buk, tolong ambilkan air mineralnya!” ucap Rania. Wajahnya nampak terlihat lelah dan butuh air minum.

“Tunggu sebentar ya, ibu mau ambilkan air mineralnya!” jawab penjaga warung.

Tak lama kemudian, air mineral yang ia minta kini tiba juga. Tak menunggu lama, Rania langsung melepas rasa dahaganya. Kini wajah Rania berubah menjadi segar karena sudah tak merasa haus lagi. Penjaga warungpun bertanya pada Rania.

“Sepertinya, anda terlihat sangat lelah?” tanya penjaga warung.

“Iya buk. Saya memang kelelahan sejak tadi,” Jawab Rania seadanya.

“Ya sudah. Kalau capek, kamu bisa duduk istirahat dulu disini. Jangan terlalu memaksakan kalau masih merasa lelah. Nanti bahaya!” nasehat penjaga warung.

Rania hanya tersenyum mendengar ucapan dari penjaga warung itu.

“Terima kasih, karena ibu sudah mengizinkanku istirahat sebentar disini,” Jelas Rania.

“Iya, sama-sama. Kalau boleh ibu tahu, Non ini namanya siapa?” tanya penjaga warung.

“Oh iya buk. Perkenalkan, nama saya Rania,” Jawabnya. Ia pun sambil mengulurkan tangan.

“Oh, jadi nama kamu Rania. Kalau ibu, namanya Sumi. Jadi panggil aja Buk Sumi,” Jawabnya. Buk sumi langsung membalas uluran tangan Rania.

“Oke, Buk Sumi. Salam kenal,” ucap gadis ini tersenyum ramah.

“Oh iya. Kalau boleh tahu, Non Rania ini tujuannya mau kemana?” tanya Buk Sumi.

“Sebenarnya tujuan Rania adalah mencari pekerjaan. Tapi udah tiga jam Rania muter-muter nyari, namun tak satu pun yang bisa menerima,” jelasnya.

“Aduh kasian Non. Emang jaman sekarang susah kalau mau nyari kerja. Anak ibu aja, udah sarjana tapi masih pengangguran aja,” ucap Buk Sumi tersenyum.

“Bener buk. Jaman sekarang mah, susah nyari kerja,” Jawab Rania. Ia membenarkan ucapan Buk Sumi.

“Tapi Non Rania nggak perlu patah semangat. Kita harus tetap berusaha walaupun kemungkinan itu hanya tinggal nol koma satu persen.” Buk Sumi memberi semangat.

Rupanya kata-kata Buk Sumi mampu membuat Rania kembali semangat.

“Terima kasih, Buk. Aku nggak akan pernah melupakan kata-kata dan kebaikan Buk Sumi. Rania pergi dulu, ya!Sekali lagi makasih untuk kebaikan Buk sumi yang sudah memberikan tempat berteduh,” Pamit Rania. Dengan wajah tersenyum dan terlihat bersemangat gadis itu langsung pamit pada Buk Sumi.

“Hati-hati, ya!Jangan lupa mampir lagi kesini kalau ada waktu. Semoga kamu bisa cepat dapat kerjaan!Ayo semangat!” jawab Buk Sumi. Ia terdengar seperti sang motivator bagi gadis yang ingin mencari jati dirinya.

Akhirnya Rania pun berlalu dari tempat Buk Sumi. Ia pun kembali mengunjungi beberapa perusahaan untuk mencari lowongan pekerjaan. Kali ini Rania lebih terlihat bersemangat. Ia tak pernah terlihat putus asa walaupun sudah beberapa kali di tolak.

“Aku nggak boleh menyerah dan putus asa. Aku harus optimis karena usaha itu tak akan menghianati hasil,” Rania menyemangati dirinya sendiri.

Ia berencana akan kembali besok,jika saja belum menemukan pekerjaan hari ini.

“Aku bisa kembali mencari pekerjaan besok, jika hari ini belum ada yang mau menerimaku,” imbuhnya.

Baru saja ingin kembali ke rumah, tiba-tiba Rania melihat sebuah kertas yang tertempel di pinggir jalan. Raniapun membaca kertas itu dan isinya adalah sebuah lowongan pekerjaan. Rupanya PT ASHER sedang kekurangan OB di kantornya. Mereka membutuhkan tambahan 4 karyawan lagi untuk bagian posisi OB.

“Wah, ini benar-benar suatu keberuntungan!Tuhan, terima kasih atas kebaikanmu,” Rania dengan raut wajah bahagia.

Tak menunggu lama, Raniapun pergi ke alamat yang ada di dalam kertas itu. Ia bermaksud untuk mendaftarkan diri di bagian posisi sebagai OB.

“Aku harus bisa mendapatkan posisi ini!” batin Rania. Gadis ini melangkah dengan penuh keyakinan.

Dengan penuh keyakinan, ia langsung pergi ke PT. ASHER. Rupanya hanya butuh waktu dua puluh menit untuk sampai ke tempat itu. Rania pun melihat sebuah bangunan yang sangat tinggi dengan tulisan PT. ASHER di depannya.

“Sepertinya ini adalah tempatnya,” sambil melihat potongan kertas itu.

Dari bentuk gedungnya yang tinggi, Rania bisa mengetahui jika perusahaan ini adalah perusahaan ternama.

“Perusahaannya gede juga ya,” batin Rania.

Ia melangkahkan kakinya menuju ke dalam gedung dan memarkir sepeda motornya di samping sebuah mobil mewah. Tiba-tiba saja ada seorang pegawai wanita yang terlihat sinis dan menegur Rania.

“Heh, singkirkan motor butut itu dari samping mobil calon suamiku!Berani-beraninya memarkir motor disitu.” Wanita itu dengan nada tinggi. Tatapannya terlihat sangat sinis pada Rania.

Sebenarnya Rania masih bingung dengan kemarahan pegawai wanita itu. Ia terlihat seperti tak bersahabat. Boleh di katakan jika wanita itu marah-marah tak jelas 

“Maaf ya mbak. Aku nggak sengaja,” Jawab Rania . Gadis ini segera memindahkan motornya dari situ.

“Maaf, maaf. Kamu fikir dengan meminta maaf akan segera menyelesaikan masalah,” Wanita itu menambah amarahnya. 

“Memangnya apa salah saya mbak?Aku tak merugikan siapapun disini. Aku juga tak sengaja memarkir motorku disini,” Rania membela diri.

“Kamu fikir ini parkiran milik nenek moyang loh!Semua orang yang ada di perusahaan ini tak pernah satupun yang berani parkir kendaraan di samping mobil mewah ini. Sementara loh yang hanya seorang gembel dengan penampilan kolot kayak gini berani-beraninya parkir disini,” Wanita itu amarahnya semakin meluap.

“Ya sudah, kalau gitu saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Tolong bilang ke calon suaminya, kalau saya tidak sengaja melakukan hal ini. Kalaupun ada yang merasa rugi, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya,” Jelasnya. Rania yang berusaha mencari solusi agar pertengkaran ini tak berlanjut.

Wanita itu tambah geram ketika mendengar jawaban dari Rania. Ia merasa jika Rania menantangnya. Itu sangat melukai harga dirinya, batib wanita itu. Padahal Rania tak mempunyai fikiran seperti itu. Ia hanya berusaha agar membuat suasana tak menjadi tegang. Namun ternyata apa yang di harapkan tak berjalan sesuai kenyataan. 

Wanita itu tambah geram dan marah. Ia mendekati Rania dan mendorong motor Rania hingga terjatuh. Dengan sombongnya ia merendahkan gadis sederhana ini.

“Apa..?Kamu bilang mau ganti rugi dengan mobil ini?Apa aku nggak salah dengar?Memangnya gajimu berapa?Sampai tujuh turunanpun kamu nggak akan sanggup membayarnya,” ucap Wanita itu meremehkan. Jiwa dramanya mulai keluar dan Sikap sombongnya semakin menjadi-jadi. 

Rania pun hampir terpancing. Ia tak tahan lagi dengan perlakuan dari wanita itu. Ingin sekali Rania membalasnya, namun ia masih berhasil mengurungkan niat. Rania dengan sabar mengangkat motornya yang terjatuh. Ia tak melakukan perlawanan ataupun membela diri dari kata-kata hinaan yang di lontarkan oleh gadis itu. 

Rania lebih memilih untuk diam dan berlalu meninggalkan wanita itu. Rupanya gadis itu belum puas mencari masalah pada Rania. Ia terus-terusan saja mengikuti Rania dari belakang dan menyalahkan gadis itu. Padahal Rania tak mengenal gadis itu, namun kenapa wanita itu seperti benci melihatnya.

“Ada apa lagi sih mbak?” tanya Rania dengan suara datar.

“Masih nanya lagi. Kamu harus tanggung jawab atas perbuatanmu,” Wanita itu masih dengan nada sinis.

“Ya udah. Mbak, maunya saya ngapain?” tanya Rania. Gadis ini yang mulai terlihat kesal.

“Kamu harus mencium sepatuku sekarang!” ucapnya. (Ha..ha...ha..)sambil tertawa sinis.

“Apa...?Kenapa aku harus melakukan hal itu?Bukankah itu sudah kelewatan?” tanya Rania. Ia  tak habis fikir dengan permintaan dari gadis itu.

“Kamu mau cari gara-gara, ya?Ayo cepat cium sepatuku sekarang!” perintah gadis itu dengan sombongnya.

Raniapun tak tahan dengan ulah gadis sombong itu.

“Benar-benar harus di beri pelajaran,” Batin Rania merencanakan sesuatu.

Ia kemudian mendekati gadis itu dan menundukan kepalanya ke bawah. Tampak sumringan wajah gadis sombong itu karena telah berhasil mempermainkan Rania. Gadis ini berfikir jika Rania akan melakukan seperti apa yang ia katakan.

“Ayo cepat cium sepatuku!Nggak usah pake lama,” perintahnya lagi. Wanita itu masih berbicara dengan gaya sombong.

Rania pun langsung menarik kaki gadis itu hingga terjatuh. Dia melepaskan sepatu milik gadis itu dan melemparnya. Namun, nasib buruk menimpa Rania. Sepatu yang ia lempar sekarang telah mengenai seorang pria tampan dengan tubuh yang ideal, tampilannya sangat rapi dan terlihat perfect.

Bruuuuuuuuuukkkk....

Suara sepatu terdengar. Pipi pria tampan itu memerah. Rania dan pegawai wanita itu sontak saja kaget dan terlihat gugup.

“Apa yang harus ku lakukan, Tuhan?” batin Rania merintih.

Sementara pegawai wanita itu wajahnya langsung pucat. Ia tak akan tahu bagaimana nasib selanjutnya.

“OMG, itu kan Pak Raka?Apa yang harus ku lakukan?Bagaimana jika ia memecatku nanti?” batinnya lirih. Ketika melihat Pak Raka, wajahnya terlihat sangat pucat karena ketakutan.

Rasanya wanita itu ingin menutup mata dan pura-pura pingsan saja agar tak mendengar dan menyaksikan kemarahan dari Pak Raka.

“Apa aku pura-pura pingsan saja agar menghindari masalah ini?” wanita itu berfikir untuk menghindar. berbagai macam pertanyaan muncul dalam benaknya.

Raka pun menoleh dengan tatapan sinis dan penuh amarah ke arah kedua gadis itu. Pegawai wanita itu menunduk dan menunjuk ke arah Rania.

Raka dengan penuh emosi menghampiri Rania.

“Apa anda pemilik sepatu ini?” tanya Raka geram.

“Bukan. Maaf saya tidak sengaja!” ucapnya. Rania meminta maaf dengan wajah sungguh-sungguh.

Tatapan Raka sangat tajam. Ia terlihat seperti singa buas yang kelaparan. Wajah tampannya, kini terlihat sangat merah karena menahan amarah. Jujur saja jika Rania tak sanggup melihat tatapan membunuh dari pria itu.

Bagaimana kelanjutan ceritanya?

Penasaran?!

Baca terus kisahnya hanya di GOOD NOVEL!!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Picisan Imut
Mampir nyimak dulu kak 🤗❤️
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status