Share

Jadi supir

Walaupun terlihat kesal, Rania tetap harus mengikuti perintah dari sang atasan.

Setelah masuk ke dalam ruang kerja Raka, ia memperhatikan penataan ruang kerja sang direktur dari setiap sudut ruangan. 

“ Wah....!Pantas saja ia dijuluki si Tuan bersih, ruangan-nya saja tertata rapi dan tak ada sedikit pun debu yang menempel dalam ruangan ini,” batin Rania kagum.

Walaupun demikian, Rania sengaja tak menampakan wajah kagumnya kepada sang direktur. Ia tak ingin jika memuji sekarang, maka sang Direktur akan tambah besar kepala. Apalagi Rania berfikir jika direktur adalah tipe orang yang suka akan pujian.

Masih asyik melirik suasana ruang kerja Raka, tiba-tiba sang direktur menyuruhnya duduk dengan nada sinis.

“Mengapa bengong aja disitu?Mau berdiri terus sampai pelayanku datang mengantarkan baju?Cepat duduk!Jangan membuatku perlu mengulangi kata-kataku barusan!” ucap Raka dengan gaya arogannya.

Mendengar sang Direktur menegur, akhirnya Rania langsung duduk di sofa yang berada di bagian sudut ruangan.

Kini mereka hanya berdua di dalam ruangan kerja Raka yang ukurannya cukup luas itu. Ada perasaan canggung di antara keduanya. Raka yang terkenal dengan sikap arogan, narsistik dan jiwa gengsinya yang tinggi ini, enggan untuk memulai percakapan. Sementara Rania, ia merasa khawatir dan tak tahu harus bersikap seperti apa di depan sang Direktur.

Suasana semakin hening, belum terdengar suara ataupun ocehan yang biasa mereka lakukan. Benar-benar terasa sangat canggung.

“Mengapa gadis pembuat masalah itu tak bicara?Aku merasa aneh dengan keadaan hening seperti ini?” batin Raka merasa canggung.

Begitu pun sebaliknya, Rania merasa aneh dengan keadaan mereka sekarang.

“Mengapa direktur galak itu tak bicara juga?Apa dia sengaja membuatku terlihat aneh di dalam ruangan ini?” batin Rania.

Demi menjaga image-nya, sang direktur maupun Rania tak kunjung bicara hingga akhirnya pelayan Raka datang mengantar baju.

Suara orang mengetuk pintu.

Tok, tok, tok.

Tampak terdengar suara dari luar minta izin masuk ke dalam.

“Tuan, ini saya Delila. Bolehkah saya masuk sebentar?” ucap sang Pelayan.

“Masuk saja!Pintunya tak di kunci,” Jawab Raka.

Pelayan itupun membuka pintu secara perlahan dan masuk ke dalam ruangan.

“Permisi, Tuan Raka!Aku pelayan yang mengantar baju pesanan Tuan,” Ucap Delila. Sang Pelayan lalu memberikan beberapa baju wanita.

“Mengapa pekerjaanmu sangat lambat?Aku sudah menunggumu sejak tadi. Jika sikapmu tak sopan seperti ini lagi, maka aku tak akan segan-segan untuk memecatmu!” Raka dengan nada tinggi.

Sang Pelayan terdiam dan hanya menunduk-kan wajahnya. Ia tak ingin membela diri di depan Raka, karena itu akan terlihat sia-sia dan percuma saja. Sikap Raka telah diketahui oleh semua orang, jika ia adalah atasan yang tak ingin mendengar penjelasan ini dan itu. Bagi Raka, itu sangat memuak-kan. 

“Dasar pria berdarah dingin dan tak punya hati!Ia selalu saja marah pada orang yang jelas-jelas telah membantunya,” Batin Rania mengutuk sikap Raka.

“Maafkan saya, Tuan Raka!Saya benar-benar sangat menyesal!Lain kali, kejadian buruk ini tak akan terjadi lagi!” Delila minta maaf.

“Kamu tahu nggak?Waktuku ini sangatlah berharga!Keterlambatanmu ini, telah membuatku kehilangan klien penting!” Raka dengan wajah kesal.

“Saya minta maaf, Tuan!” Delila dengan nada khawatir.

“Kamu fikir dengan minta maaf saja, bisa mengembalikan proyek-ku yang gagal dengan jumlah ratusan miliar?Kamu saya pecat!Dasar tak becus!Hanya mengurus baju saja, kamu tak bisa. Segera enyah dari hadapanku!” perintah Raka. Wajah pria itu benar-benar terlihat sangat menakutkan ketika marah. Tatapannya seakan mematikan dan tak punya rasa belas kasih.

“Aku ingin sekali memberinya pelajaran!Pria ini benar-benar sangat kasar pada wanita!Aku sangat membenci orang-orang yang selalu menindas!Lihat saja!Aku akan membalasmu suatu saat nanti!” batin Rania kesal.

Mata Delila kini terlihat berkaca-kaca. Wanita itu akhirnya keluar dari ruangan sang direktur.

“Mengapa menatapku seperti itu?Apa kamu juga ingin seperti dia?Cepat ganti baju dan ikut aku keluar!” perintah Raka.

Akhirnya Rania mengambil baju itu dan segera ke kamar mandi untuk mengganti pakaian. Baru saja ingin membuka pintu kerja Raka, tiba-tiba sang Direktur menegur dengan nada kesal.

“Kamu mau kemana?Aku menyuruhmu ganti baju!Apa kamu tuli?” nada kesal Raka semakin menjadi.

“Aku permisi ke kamar mandi sebentar, untuk mengganti bajuku, Tuan Raka!Tak mungkin, aku harus mengganti bajuku di ruangan Tuan, kan?” ucap Rania datar.

“Memangnya kenapa jika di dalam ruanganku?Apa kamu fikir aku pria hidung belang yang suka mengambil keuntungan dari gadis kelas bawah sepertimu?Aku masih waras. Tubuhmu itu tak cukup menarik buatku!” Raka menghina Rania.

“Benar-benar pria menyebalkan!Jika saja kamu bukan CEO di perusahaan ini, aku sudah lama ingin membuatmu menyesali semua sikap dan ucapanmu yang tajam dan melukai hati orang lain.” Batin Rania lagi-lagi mengutuk Raka.

“Cepat sana,Ganti baju!Jangan membuatku harus menunggumu berjam-jam disini!” tambah Raka lagi.

Rania segera bergegas masuk ke dalam kamar mandi pribadi milik Raka yang tersambung dengan ruang kerja. Disitu juga ada ranjang tempat istirahat Raka. Benar-benar ruangan kerja sang direktur telah di susun secara komplit dan teratur.

“Ini ruang kerja atau rumah, sih?” ucap Rania.

Tiba-tiba terdengar suara Raka berseru dari luar kamar mandi.

“Jangan berlama-lama di dalam sana!Waktu kita tak banyak. Segera keluar secepatnya!” seru Raka dari luar.

“I...iya, Tuan. Sebentar lagi aku selesai,” Jawab Rania.

Raka pun berjalan kembali ke tempat duduknya. 

“Benar-benar membuatku repot!Untuk apa juga aku harus menunggunya seperti ini?Apa yang salah denganku?” Raka merasa aneh pada dirinya.

Walaupun terlihat kesal, namun Raka tetap saja menunggu Rania mengganti baju.

“Aku ini bekerja di perusahaan atau jadi kacungnya?” Rania kembali berfikir.

Gadis ini merasa jika dirinya tak melaksanakan tugas utamanya sebagai OB, lebih tepatnya ia menjadi pembantu dari sang direktur berdarah dingin itu.

Tak lama kemudian, Rania selesai mengganti baju dan keluar dari kamar mandi. Ia berjalan ke arah sang direktur dengan pakaian yang berbeda. Rambutnya di ikat dengan rapi seperti biasanya. 

Walaupun demikian, wajah Rania nan cantik tak dapat di sembunyikan. Ia tak perlu berdandan lebih, wajahnya sudah terlihat sempurna. Itupun Rania tanpa menggunakan make-up.

Raka melirik diam-diam atas penampilan Rania yang terlihat.berbeda dari biasanya.

“Cocok juga baju yang kamu kenakan. Baju itu harganya sangat mahal!Aku yakin, kamu tak akan sanggup membelinya!Tapi memang benar, harga itu tak akan menghianati kualitas. Bukankah begitu, Nona Rania?” Raka masih dengan gaya sombongnya.

Entah sudah ke-berapa kalinya sang direktur menghina gadis itu. Tak tahu kenapa?Rasanya ada yang kurang dalam hidup Raka, jika tak mencari masalah dengan gadis itu.

“Ayo pergi!Kamu yang akan jadi supirku sekarang!Apa kamu bisa membawa mobil mahalku?Jika tak bisa, aku bisa memakluminya. Orang kelas bawah sepertimu, pasti tak akan sanggup membeli barang mewah seperti ini!” Raka terkekeh. Ia seakan melihat dengan tatapan meremehkan.

Rania hanya terdiam. Ia tak ingin lagi menjawab hinaan dari sang direktur. Benar-benar menyakitkan. Raka sama sekali tak tahu, jika Rania adalah gadis kaya-raya. Ia adalah anak tunggal pewaris perusahaan terbesar ke-dua se-asia. Bukankah kekayaan Rania sangat berlimpah?Kedua orang tuanya merupakan CEO dalam perusahaan mereka masing-masing. Jika suatu hari, Raka mengetahui statusnya sebagai anak orang kaya, maka reaksi apa yang akan ia tunjukan pada gadis yang sering ia remehkan itu?

Raka mengira jika Rania tak bisa menyetir mobil mewahnya yang edisi terbatas, namun dugaan Raka salah besar. 

“Silahkan, Tuan kembali ke tempat duduk!Aku yang akan menyetir mobil sekarang!Tuan Raka cukup diam dan nikmati perjalanan ini!” Rania membuka pintu mobil.

Rania sengaja ingin menyetir dan mencari masalah pada Raka. 

“Jangan bercanda!Jika tak bisa menyetir, kamu harus minta bantuanku!Jangan bersikap konyol seperti itu!” Raka khawatir.

“Hentikan ocehan Tuan!Kita akan berangkat sekarang!Waktu adalah uang, jadi hargailah waktu anda, direktur!” jelas Rania. Gadis ini tanpa ragu-ragu langsung menyalakan mobil sang direktur.

“Hati-hati!Aku masih memberikanmu satu kesempatan untuk tak melakukan hal yang nekad dan segila ini!” seru sang direktur. Pria ini khawatir akan kemampuan menyetir Rania.

Rania tak perduli dengan ocehan sang direktur. Ia menyalakan mobil dan membawa Raka ke tempat tujuan meeting. Jika bicara terus, maka pekerjaan mereka tak akan selesai dengan cepat.

 Gadis ini membawa mobil dengan kecepatan yang sedikit tinggi. Sikapnya yang seperti itu, mambuat direktur sangat kesal dan was-was selama proses perjalanan.

Bagaimana kisah selanjutnya??

Penasaran?!

Baca terus kisahnya hanya di GOOD NOVEL!!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status