Share

Bab 2 - F*** you, Mr. X!

Tawaran besar itu tentu tidak disia-siakan Cherie. Dia mengabaikan pekerjaannya di kafe, dan langsung berdandan saat itu juga. Tepat pukul 6 sore, Cherie pun berangkat dari rumahnya.

Dengan langkah mantap, Cherie memasuki Le Pierre, restoran bergaya classic french yang terletak di kawasan Senopati.

Flare dress merah yang dipakainya malam ini berkibar, memamerkan lekuk tubuhnya yang jenjang dan ramping. Dipadu dengan riasan tipis dan rambut ikal yang dibiarkan tergerai alami, Cherie tampil begitu menawan malam ini.

High heels 8cm itu membawa langkahnya dengan percaya diri. “Reservasi atas nama Pak Tata,” ucap gadis itu sesampainya di meja resepsionis.

Pak Tata yang Cherie sebut itu adalah sugar daddy-nya Jessi. Dia mengatur pertemuan ini untuk temannya, yang katanya mau mencoba sugar dating.

Dengan sigap, pelayan pun mengantar Cherie pada meja yang ingin dituju. Alih-alih meja, pelayan pria malah itu menggiringnya pada sebuah private room berukuran besar, yang diisi satu meja di tengah ruangan.

“Pak Tata-nya.. belum datang?” Tanya Cherie pada pelayan itu.

“Belum, kak. Silahkan duduk,” jawab pria itu sambil menarik salah satu kursi kayu. “Kakak mau pesan duluan, atau mau menunggu dulu?”

“Saya nunggu dulu. Terima kasih.”

Sepeninggalan pelayan itu, Cherie memperhatikan sekitar. Terkesan dengan suasana dan nilai estetika setiap sudut ruangan.

Ruangan itu memiliki interior yang luar biasa mewah. Perpaduan warna krem kekuningan, furnitur kayu dan dekorasi vintage membuat nuansa begitu romantis dan elegan. Cherie menatap itu semua sambil terheran-heran, menebak seberapa kaya kliennya kali ini sampai rela menghamburkan uang untuk sekedar makan malam.

Semua yang ada di dalam ruangan itu menarik perhatiannya, hingga tak terasa 30 menit pun berlalu. Cherie melirik jam di pergelangan tangan. Pukul 20.00. Pantas cacing-cacing di perutnya sudah heboh minta jatah. Sudah lewat jam makan malam rupanya.

Cherie lalu membuka ponselnya. Berharap ada kabar dari Jessi terkait kencan makan malam senilai 10 juta-nya ini.

Ada! Pesan terakhir yang belum terbaca itu terkirim sekitar 35 menit yang lalu.

[Cherie, Mas Tata tadi berpesan. Katanya, dia minta kamu bersabar kalau sampai temannya bertingkah menyebalkan. Aslinya dia baik, tapi kalau sama orang baru memang suka judes dan unapproachable. Tapi, kalau sudah kenal, asyik, kok.]

[Oh, ya. Kata Mas Tata, panggil saja dia Mr. X. Goodluck, Cher!]

Usai membaca chat itu, alis Cherie kontan mengerut. Chat ini terasa ABSURD.

Diminta bersabar? Apakah ini semacam ujian?

Entahlah, rasa-rasanya makan malam ini jadi seperti jebakan. Cherie yakin, makan malam ini adalah akal-akalannya Tata. Alasannya? Entahlah, itu bukan urusannya. Pokoknya, dia merasa ada unsur pemaksaan terhadap.. siapa namanya? Mr. X? Cih, sok ganteng amat! Selain itu, Cherie juga merasa ini semacam jebakan untuk dirinya sendiri. Ia merasa ditumbalkan.

Cherie menghela nafas. Sebenarnya sudah terbiasa juga menghadapi permintaan “klien” yang ada gila-gilanya. Dan bayaran 10 juta untuk makan malam absurd ini? Huh, semoga bayarannya setimpal!

Cherie menulis pesan balasan untuk Jessi, mengabari kalau sugar daddy misteriusnya itu sampai detik ini belum kunjung datang.

Detik pun berganti menit. Dan jam sudah menunjukkan pukul 20.30, artinya sudah genap satu jam dia menunggu.

Spam chat-nya pada Jessi pun cuma bertanda centang satu. Gatal, Cherie pun memutuskan menghubungi cewek itu. Alih-alih diangkat, yang Cherie dengar hanya suara rekaman operator, “nomor yang dituju sedang tidak aktif,” SIAL! Ini beneran jebakan atau gimana, sih?!

Merasa buntu, Cherie mau tidak mau membuat ultimatum. 15 menit. Hanya itu waktu yang rela ia habiskan untuk kembali menunggu. Setelah itu dia akan pulang, lalu mungkin akan mampir untuk memborong Sate Mak Nyengir sebagai pelampiasan.

LAPAR! EMOSI! Belum apa-apa, Mr. X sudah seenak udelnya sendiri!

Cherie tahu, 10 juta adalah uang yang besar dan harus didapat dengan usaha dan pengorbanan. Tapi, kalau endingnya dia tidak jadi datang, kan, ruginya tiga kali lipat! Demi janjian makan malam ini, Cherie sampai harus mengambil cuti. Yang artinya, pemasukannya berkurang sekian ratusan ribu rupiah demi kencan gagal dengan pria sok misterius ini.

Sekali lagi, Cherie terpaksa menunggu dengan sabar. Namun sialnya, menit-menit berikutnya berjalan begitu lambat. Menemukan kertas dan pena di meja, Cherie jadi tertarik untuk menulis.

“FUCK YOU, MR. X!” tulisnya besar-besar sebagai pelampiasan kekesalan. Satu hal yang paling Cherie benci adalah menunggu. Dia merasa dipermainkan.

Cherie meremas kertas itu menjadi gumpalan bola. Membayangkan menjejalkan kertas ini ke mulut lelaki sok misterius itu. Dengan kesal, Cherie melemparnya ke kursi kosong yang ada di seberangnya. “Makan tuh,”

20.43. Dua menit lagi! Bertahanlah, Cherie! Teriaknya dalam hati.

Detik demi detik, dan..

20.44 lewat 30 detik. Habis sudah kesabarannya. Dia lebih percaya hari ini kiamat daripada pria yang disebut Mr. X itu menampakkan batang hidungnya.

Cherie pun bangkit berdiri. Tugasnya sudah selesai disini. Selamat tinggal 10 juta. Akan kudapatkan kau dengan cara halal nanti.

Bertepatan dengan itu, pintu kayu di ujung ruangan itu terbuka. “Silahkan, Pak.” pelayan pria yang sama dengan yang mengantar Cherie tadi mempersilahkan tamu yang mengikutinya di belakang.

Tepat pukul 20.45, lelaki yang Cherie tunggu-tunggu pun menampakkan batang hidungnya. Dan disinilah lelaki itu berada, berdiri tegap di ambang pintu.

“Selamat malam,” ucap pria itu dengan nada yang sangat, amat dingin.

“Great, hari ini nggak jadi kiamat.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status