Share

Bab 9 - Izinkan Aku Menyewa Jasamu Malam Ini.

“Cherie!” Suara lelaki itu menggema di lorong kampus. Cherie yang terkejut, kontan berbalik badan. Dan ia menemukan cowok yang ditemuinya di kantin kemarin sedang berlari ke arahnya.

Aiden. Cowok itu mau apa?

“Apa, sih? Pakai teriak-teriak segala!” Protesnya saat cowok itu sudah berdiri di hadapannya.

“Sorry,” Cowok itu menggaruk kepalanya dengan gaya yang sangat manis dalam perspektif Cherie. “Habis, tadi kamu jalannya cepat banget, sih.”

“Kamu, kamu! Aku kakak kelasmu tahu!” Cherie merengut. “Ada apa, sih?”

“Hmm, nggak apa-apa. Kamu mau kemana, Cherie?” Cherie mendelik saat cowok itu memanggil namanya tanpa menggunakan embel-embel ‘kakak’. Namun, juga tidak mempermaslahkan.

“Kantin, kenapa?”

“Sama. Makan bareng, yuk?”

Cherie menyipitkan mata, “Apa, sih? Kamu kalah taruhan lagi? Cari objek lain sana. Saya nggak mau jadi mainanmu,”

“Eh, anu..” Aiden langsung berjalan cepat mengimbangi langkah Cherie yang nyelonong pergi.

“Maaf, kemarin aku memang kalah taruhan. Tapi sekarang, nggak. Sumpah!”

Cherie menoleh pada cowok tinggi yang berjalan di sampingnya. “Terus, sekarang mau apa?”

“Ngajak kamu makan siang bareng. Boleh?”

Cherie menghentikan langkahnya dan menatap cowok itu. “Kamu mau nawarin aku MLM? Atau asuransi?”

Aiden kontan tertawa. Memamerkan senyumnya yang manis dengan lesung pipi dan gigi kelinci yang lucu. “Nggak, Cherie! Aku cuma.. Ingin kenalan.”

Dahi Cherie mengerut, “Kita sudah kenal,”

“Belum,” Aiden menggeleng pasti. “Saling tahu nama, berbeda dengan saling mengenal, kan?”

Cherie menatapnya bingung kala Aiden menampilkan muka serius. Mungkinkah cowok ini kesambet setan kampus?

Pada akhirnya, Cherie mengalah. Dan jadilah siang itu, mereka makan siang di kantin bersama.

Perbincangan yang mengalir alami membuat Cherie melupakan kecurigaannya. Dari satu topik ke topik lain, hingga keduanya tidak sadar kalau mereka sudah berbincang selama satu setengah jam.

Cherie yang pertama kali sadar saat melihat jam di ponselnya, “Oh, shoot! Sudah mau jam setengah tiga!

“Kenapa?”

“Sorry, it’s been nice talking to you, tapi kayaknya aku sudah harus pergi.” Cherie menyayangkan. Sebenarnya, dia masih menikmati perbincangannya dengan Aiden. Cowok itu bahkan belum menyelesaikan teori konspirasi tentang dunia simulasi yang ingin dia jadikan konsep untuk novel fiksi yang sedang ia tulis.

Aiden mengangguk mengerti, “Ke Sapphire Bliss, ya? Mau aku antar?”

Please, selain tampan dan pintar, cowok ini ternyata manis sekali.

“Nggak usah.” Cherie menggeleng sungkan, tidak mau merepotkan. “Eh, tadi bill aku berapa?” Karena kendala sistem pembayaran Qris yang sedang eror tadi, makan siangnya jadi dibayar oleh cowok itu.

“Nggak usah. Next time saja, oke?” Hm, apakah itu kode kalau dia akan mengajak Cherie makan siang di lain hari?

Cherie langsung setuju, “Okay. Thanks, Aiden! Aku cabut dulu, ya.”

Aiden melambaikan tangan, “Take care, Cherie!”

**

Cherie sedang berkutat dengan latte art saat Maya memanggilnya dari depan konter, “Cher, ada yang nyariin, tuh!”

Setelah selesai dengan motif latte art berbentuk hati yang ia buat, Cherie menoleh pada Maya. “Siapa? Jessica?”

“Bukan.” Maya menggeleng, lalu menunjuk caffe latte yang baru Cherie buat. “Itu pesanan untuk ruang nomor lima, kan? Sekalian diantar saja. Orangnya ada disana,”

“Siap, May!” Ucap Cherie sebelum meletakan cafe latte-nya diatas nampan, lalu bergegas mengantarkan pesanan.

Cherie tidak begitu memusingkan tentang siapa tamu yang katanya mencarinya. Pasalnya, Sapphire Bliss memang sering dijadikan basecamp oleh teman-temannya untuk kerja kelompok atau sekedar nongkrong. Dan biasanya, ruang nomor lima adalah favorit mereka karena full AC dan bisa merokok didalam ruangan.

Namun, alih-alih menemukan teman-temannya, Cherie hanya menemukan satu orang. Dan yang jelas, itu sama sekali bukan temannya.

Itu Ax.

Cowok itu yang katanya mencarinya? Untuk apa?

Cherie menghela napas lelah. Tampaknya, dia harus membiasakan diri dengan kehadiran Ax di Sapphire Bliss. Dia tidak punya hak untuk melarangnya datang. Jadi, suka-sukanya saja, lah.

Cherie meletakkan kopi pesanan Ax ke atas meja. “Silahkan,” Ucap Cherie dengan sopan sebelum berlalu.

“Cherie, saya ingin bicara denganmu.”

Cherie menghentikan langkahnya lalu menoleh pada Ax yang tengah menatapnya. Cowok itu tampak pucat, kontras dengan yang terakhir kali ia lihat. Raut frustasi tampak jelas pada wajahnya. Antara mengingatkannya pada orang patah hati atau baru kena PHK.

“Maaf, mau bicara apa, ya, pak?” Cherie memutuskan untuk tetap bersikap professional.

Ax tampaknya risih dengan panggilan “Pak” yang diucapkan Cherie barusan, namun memilih tidak berkomentar. “Saya butuh teman untuk bercerita.”

“Maaf, itu bukan tugas saya, pak. Saya disini cuma barista–”

“Cherie, tolong izinkan saya menyewa jasamu malam ini.” Ucap cowok itu, lirih. “Tolong.” Ucapnya lagi.

Cherie mengernyit heran. Terlebih, kata-kata berbau permohonan itu keluar dari bibir Ax, cowok yang sama dengan yang menginjak-injak harga dirinya seminggu lalu. Cowok yang ingin membayarnya sepuluh kali lipat hanya untuk menjauh. Dan sekarang, dia malah memohon-mohon untuk menyewa jasanya? Yang benar saja?!

“Saya minta maaf atas semua yang sudah saya lakukan. Tapi, tolong-”

“Saya selesai shift jam 9.” Cherie memotong cepat, karena takut pembicaraan mereka terdengar oleh Maya yang lewat sambil memasang muka penasaran.

“Jam 9, saya menunggu di luar.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status