Short
Setelah Mati, Aku Dijadikan Patung

Setelah Mati, Aku Dijadikan Patung

Oleh:  Kirena AzzahraTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Belum ada penilaian
9Bab
1.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Aku disiram air keras dan mati di ruang bawah tanah. Keluargaku tidak mengenali jasadku, mereka juga tidak melaporkan kejadian ini pada polisi. Ibuku mengambil pisau bedah yang sudah lama tak terpakai, lalu memisahkan daging dan tulangku. Ayahku dengan penuh semangat melapisi rangka tulangku dengan gips, hingga terbentuklah sebuah patung gips yang sangat indah. Kakakku memamerkan patung itu dan meraih banyak penghargaan, menjadi seorang gadis genius yang dipuja banyak orang. Namun kemudian, patung itu pecah, dan terungkaplah setengah ruas jariku yang terputus di dalamnya. Mereka panik.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Larut malam, ruang bawah tanah.

Dengan pisau bedah, ibuku mengiris kulit dan dagingku dengan cekatan.

Mungkin karena sudah bertahun-tahun tidak memegang pisau, tangannya agak gemetar.

Lapisan demi lapisan kulit dan otot dipisahkan dengan rapi, lalu dilempar ke kantong sampah di sebelahnya.

Kakakku, Lenny Lianto, memeluk lengannya sendiri sambil meringkuk di sudut ruangan. Mata besarnya penuh ketakutan. "Bu, kita lapor polisi saja. Aku takut."

Aku melayang ke sampingnya, memandangnya dengan tatapan menyipit.

Beberapa hari lalu, aku menerima pesan dari ibuku, memintaku ke ruang bawah tanah untuk menemuinya.

Begitu masuk, sebuah benda keras menghantam bagian belakang kepalaku. Setelah rasa sakit yang tajam, aku kehilangan kesadaran.

Saat membuka mata lagi, yang kulihat adalah tubuhku sendiri yang berlumuran darah, dimutilasi hingga tak berbentuk.

Wajah dan tubuhku telah disiram air keras, sehingga sama sekali tidak bisa dikenali lagi.

Lenny gemetar ketakutan, nyaris tidak berani membuka mata.

Ibuku bahkan tidak mengangkat kepalanya. "Buat apa lapor polisi? Orang ini menerobos masuk sendiri, bukan kita yang membunuhnya. Daripada lapor polisi, lebih baik kita manfaatkan sedikit jasadnya."

"Bukannya kamu sebentar lagi akan ikut lomba mematung …?"

Sebelum dia sempat menyelesaikan ucapannya, ayahku memotong, sambil menepuk dahinya sendiri. "Benar juga, kenapa nggak terpikir olehku sebelumnya? Lenny, teknik mematungmu biasa saja, tapi kalau pakai rangka tulang asli sebagai model, hasilnya pasti beda."

Mendengarnya, aku melongo tidak percaya.

Mereka benar-benar akan menggunakan kerangka tubuhku sebagai model patung Lenny?

Dengan marah aku berjongkok, mengayunkan kedua tanganku, mencoba berdebat dengan mereka.

Pisau bedah itu menembus telapak tanganku, tak henti-hentinya membelah tubuhku.

Aku hanya bisa menyaksikan ibuku memisahkan kerangka tulangku, dengan darah yang berceceran menutupi tubuhnya.

Aku tidak pernah tahu dia begitu terampil.

Saat aku masih kecil, aku nakal dan tidak sengaja jatuh dari pohon.

Ibuku secara refleks menangkapku, melukai tangan kanannya, sehingga sejak itu dia tidak bisa lagi memegang pisau bedah.

Bakatnya yang luar biasa pun jadi sia-sia, membuatnya terjebak di apotek, menunggu waktu berlalu.

Selama bertahun-tahun, tidak heran jika dia membenciku.

Saat fajar belum menyingsing, dia mengemudikan mobilnya bersama Lenny, lalu membuang semua kulit dan dagingku ke laut.

Cairan merah itu ditelan laut sebelum sempat menyebar.

Dalam perjalanan pulang, dia tampak linglung dan menerobos beberapa lampu merah.

Ponselnya, yang tergeletak di konsol tengah, terus berdengung dengan notifikasi.

Dia meliriknya dan melemparkannya ke samping dengan sembarangan.

Aku duduk di kursi depan, dengan jelas melihat layar ponsel itu. Di layar percakapan milikku, ada dua baris pesan yang mencolok: [Bu, aku ada urusan mendadak, sudah kembali ke sekolah.]

[Aku akan sibuk sementara waktu ini, jadi nggak akan pulang.]

Aku sudah mati. Siapa yang memegang ponselku dan mengirim pesan?

Aku berusaha keras mengingat semua yang terjadi di ruang bawah tanah. Selain suara benda keras jatuh ke lantai, tidak ada lagi yang lain.

Selama beberapa hari berikutnya, ruang bawah tanah itu terang benderang.

Lenny dengan hati-hati memahat kepala plester dengan pisau pahat.

Saat ujung pisau yang tajam menelusuri kontur rongga mata, dia tertegun.

Tanpa sadar, tangannya gemetar.

Ayahku mendekat, lalu mengangguk puas.

Sambil menunjuk patung seukuran manusia yang berdiri di dekatnya, dia memanggil Lenny, "Ayah sudah mengerjakan ini selama seminggu penuh. Bagaimana menurutmu?"

Sebagai pematung terkenal, keahliannya tidak diragukan lagi.

Patung tubuh manusia setinggi orang dewasa itu memiliki garis yang halus dan sangat indah, hanya saja kepalanya belum ada.

Lenny berjinjit, menempatkan kepala yang dipegangnya ke bagian leher patung itu. Dia menepuk-nepuk sisa gips di tangannya, lalu mundur dua langkah.

Ayahku menepuk bahunya. "Lenny, pakai patung ini untuk ikut lomba. Namamu pasti akan dikenal."

Lenny berdiri di samping, matanya memancarkan sedikit kecemasan.

Aku berpegangan erat pada patung itu, merasakan cairan dingin menetes ke lehernya, tanpa meninggalkan jejak.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
9 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status