Gedung dengan berbagai ornamen menyambut binar mataku. Beruntung aku bisa dengan cepat meminta Anisa menggelar acara di ballroom saja. Selain bisa menjaga jati diri, hal itu juga bisa mengurangi bibir tetangga budiman."Aku tidak terlihat aneh, kan,"ucap Azhara memakai pasmina di kepalanya.Gadis itu terlihat sangat cocok dengan penutup kepalanya. Seandainya dia tahu betapa damainya mata melihat gadis bertudung itu tersenyum ke arah seluruh tamu. Bahkan semua mata yang telah mengambil tempat menatapnya kagum. "Kamu bahkan terlihat seperti pengantinnya disini. Semua orang sibuk melihatmu daripada Anisa,"ledek ku membuatnya memutar bola mata malas.Belum lama berdiri menemani Azhara mengisi list tamu, Andini datang dengan menggandeng mesra suaminya. Perempuan itu tidak akan betah jika tidak menggoda kakaknya. Dasar adik kurang berakhlaq."Ini temannya Kak Gita, Kak Azhara, ya,"ucap Andini membuat gadis itu mulai tercium gelagat kebodohan baru."Yah benar. Apa aku sepopuler itu?"tanya A
Suasana sunyi lorong laboratorium terasa seperti biasanya. Hari Jumat memang hanya diisi dengan menyempurnakan data yang ada sebelum disetorkan ke bagian produksi. Celine yang tersenyum lebar begitu siap akan bekerja kembali. Baru saja memasuki ruangan tampak seorang pria berdiri memunggungi ku sudah menyiapkan beberapa buku setebal kitab, tablet, laptop dan proyektor di meja. Dia sangat cekatan dari yang ku perkirakan. Bahkan lebih sigap dibandingkan diriku sendiri.Liburan seminggu ku cukup membuat tubuhku kembali rileks. Meskipun itu tidak bisa dikatakan liburan menurut Azhara. Hah, berbicara tentang gadis itu. Dia malah memutuskan menghabiskan liburan di rumah. "Sudah sarapan, Nona?"tanya Dhito berbalik menatapku."Sudah, Pak,"ucapku tersenyum lebar mengambil tempat. "Baguslah. Aku dengar beberapa hari ini GERD sedang marak,"ucap Dhito membuka buka yang telah ditandai.Terdapat beberapa bekas stabilo pertanda telah di baca. Tidak lupa beberapa catatan disana sini menunjukkan pe
Tubuhku saat ini sudah terasa benar-benar lelah. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00. Namun masih berjaga di depan papan tulis menyajikan hasil eksperimen. Aku harus mulai berolahraga lagi agar semua tulang ku tidak begitu kasar."Berdasarkan penelitian yang sudah kita lakukan, efektivitas terbaik ada di konsentrasi 5%. Selain dapat memotong biaya bahan baku, dapat mengurangi biaya perawatan alat,"ucap Dhito membuatku menghela nafas lega."Nanti saya akan buat rekapitulasi penelitian hari ini dan mengirimkan pada Celine,"ucap Diana memotret tulisan di papan tulis.Sementara Celine dan Diana sibuk menyimpulkan catatan, satu persatu peralatan laboratorium sudah tersimpan dengan rapi. Bahan kimia bekas dipakai juga sudah di standardisasi sebelum dibuang. "Kalian lanjutkan esok hari saja tidak masalah. Berkaitan dengan keputusan saya hari ini tolong umumkan untuk departemen operasi, Celine. Selama 2 bulan itu, kamu akan ikut Nona Gita dan Pak Altezza ke Surabaya,"ucap Dhito membereskan sem
Mendengar kalimat serak itu membuatku menoleh menatap seorang pria masih berlumur darah yang ku seret tadi. Disertai dengan air mata yang akhirnya jatuh dari pelupuk mata Fahri."Nyoya Fahri selamat dari maut dan saat ini masih belum sadar. Tetapi salah satu putrinya meninggal karena kehabisan oksigen. Maafkan saya,"ucap Abian membuatku terdiam. Pikiran ku terasa buntu. Dunia ku seolah gelap tanpa ada cahaya yang bisa menyinari lagi. Dada ku terasa sesak tak bisa menahan gejolak dalam benak. Setetes air mata lolos menuruni pipi kanan ku."Tidak ada yang salah disini. Nyawa dituliskan sang kuasa di lembar takdir bukan pena manusia. Putriku dia telah pergi untuk menjadi jaminan orangtuanya kelak,"ucap Fahri mengulas senyum.Jadi itu arti kedua tangannya mengatup untukku. Dunia ku terasa hancur berkeping-keping. Celine mengusap bahu kanan ku mengangguk penuh arti. Kehidupan dan kematian dua-duanya beriringan dengan baik. Saat ada kehidupan baru di tempat lain ada duka kematian."Berapa
"Saya sadar akan kesalahan saya dan siap menerima sanksi yang diberikan,"ucapku.Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibirku saat mengakui kesalahan di kantor polisi. Akibat ku juga ada mobil polisi yang menabrak tulisan perumahan dinas. Sementara biaya perbaikan sudah ku serahkan pada pihak yang berwenang."Sesuai hukum yang berlaku, Anda dikenai hukuman kurungan selama 2 hari atau membayar denda sebesar 2.500.000. Apa Anda siap menjalani kurungan selama 2 hari disini?"tanyanya membuatku menggeleng pelan."Saya tidak membawa uang cash. Tapi Anda bisa mencairkannya,"ucapku mengeluarkan sebuah kartu langsung mencairkan dana yang disebutkan di ATM yang ada."Saya harap Anda tidak mengulangi kesalahan ini lagi, Nona. Anda mengendarai kendaraan dengan kecepatan 200 km/jam sama saja ingin membuat arena balapan di jalan raya. Anda berada dalam kondisi darurat dan saya bisa memaklumi itu. Anda bisa pergi, Nona,"ucapnya membuatku mengangguk pelan sebelum berlalu pergi.Celine tersenyum leba
Beberapa pakaian yang ku masukkan seolah masih terasa kosong dalam ransel. Sedari tadi pikiran ku masih hampa tanpa ada isi. Fahri baru saja siuman setelah pingsan selama kurang lebih satu jam lebih. Jika saja Fahri tidak bisa kuat apakah mungkin ku tinggalkan Andini?Anisa juga tidak bisa menahan tangisnya di depan Andini. Apa yang harus ku pilih saat ini? Baru kali ini kepergian ku terasa berat. Kejadian diluar dugaan cukup mengguncang rumah ini. Kedamaian di dalam rumah sangat sulit ditemukan. "Kak, makan lah. Setelah itu kakak bisa tidur,"ucap Andini membawakan sepiring nasi dengan kursi rodanya."Hah, aku akan memakan nanti,"ucapku menatapnya."Sudahi kebohonganmu itu, Kak. Apa Kakak juga berniat meninggalkan ku juga saat ini? Semalaman tidak berhenti wira-wiri mengurus semua hal tentang ku. Tanpa peduli diri sendiri. Makan dan istirahat lah. Kakak harus berangkat ke Surabaya,"ucap Andini membuatku menghela nafas panjang."Tapi ini cerita lain, Andini,"ucapku."Semua cerita kehi
Beberapa pakaian yang ku masukkan seolah masih terasa kosong dalam ransel. Sedari tadi pikiran ku masih hampa tanpa ada isi. Fahri baru saja siuman setelah pingsan selama kurang lebih satu jam lebih. Jika saja Fahri tidak bisa kuat apakah mungkin ku tinggalkan Andini?Anisa juga tidak bisa menahan tangisnya di depan Andini. Apa yang harus ku pilih saat ini? Baru kali ini kepergian ku terasa berat. Kejadian diluar dugaan cukup mengguncang rumah ini. Kedamaian di dalam rumah sangat sulit ditemukan. "Kak, makan lah. Setelah itu kakak bisa tidur,"ucap Andini membawakan sepiring nasi dengan kursi rodanya."Hah, aku akan memakan nanti,"ucapku menatapnya."Sudahi kebohonganmu itu, Kak. Apa Kakak juga berniat meninggalkan ku juga saat ini? Semalaman tidak berhenti wira-wiri mengurus semua hal tentang ku. Tanpa peduli diri sendiri. Makan dan istirahat lah. Kakak harus berangkat ke Surabaya,"ucap Andini membuatku menghela nafas panjang."Tapi ini cerita lain, Andini,"ucapku."Semua cerita kehi
Peluh menetes selama tur yang diberikan tidak membuatku sedikit merasa lengket. Belum lagi beberapa proses produksi yang menimbulkan aroma tidak sedap seperti amonia. Bukan lagi hal baru jika menemukan aroma kimia menyengat. Tapi akhirnya seluruh pakaian yang ku pakai berpengaruh."Apa dari kebijakan rutin maintenance membuat pengaruh berarti bagi produksi urea yang dihasilkan secara signifikan, Pak? Karena jika proses perbaikan dilakukan dalam jangka waktu relatif dekat akan berpengaruh pada biaya yang cukup membengkak. Lagipula jika efisiensinya masih berada di bawah ambang batas bukankah lebih baik menunda?"tanyaku mendengarkan penjelasan Wicitra."Tentu saja berpengaruh, Nona Gita. Proses produksi yang terjaga akan menjaga siklus keuangan. Sementara dengan adanya perbaikan dalam jangka waktu tersebut, tidak akan membuat biaya lebih membengkak dibandingkan mengganti peralatan. Dengan efisiensi peralatan yang selalu maksimal, maka proses produksi juga akan terjaga, Nona,"ucap Wicitr