เข้าสู่ระบบSebelum tubuh Zien Cheng terhempas ke tanah, tubuhnya tiba-tiba mengambang di udara untuk beberapa detik hingga terjatuh ke tanah dengan lembut. Raut wajahnya pucat pasi, matanya tertutup rapat, dan bibirnya kering. Namun, aroma darah yang teramat unik seolah menarik keras kesadarannya.
"Engg ...hhh ...." Zien Cheng melenguh begitu merasakan sekujur tubuhnya terasa ngilu. Perlahan kedua kelopak matanya terbuka. Hamparan langit di sela-sela semak yang ia rebahi terlihat sangat indah.
"A-aku m-masih hidup?" gumamnya terbata-bata.
Tiba-tiba aroma khas itu tercium kembali. Entah mengapa hanya karena aroma itu, menimbulkan dorongan kuat untuk Zien Cheng bangkit dari posisinya. Walau teramat tertatih dan rasa remuk di tubuhnya, akhirnya Zien Cheng dapat bangkit juga. Pandangannya langsung terfokus pada sebuah gua tua yang ada di sampingnya.
"Gua apa itu?" Zien Cheng menelisik sekitar. Tak ada siapapun di sekitar sana. Bahkan nyaris tak ada jalan untuk di pijak. Zien Cheng terpaksa menerobos semak-semak cukup tinggi itu untuk masuk ke dalam gua.
Baru saja Zien Cheng memasuki gua tersebut, Zien Cheng merasakan energi yang luar biasa. Hanya mencium aroma asing itu dengan mata tertutup, rasa sakitnya hilang seketika. Zien Cheng merasa tubuhnya dengan perasaan takjub.
"Tubuhku sudah tak terasa sakit lagi hanya dengan menghirup aroma kuat ini. Baunya seperti darah, tetapi ini sangat berbeda. Bahkan aku bisa merasakan energi yang sangat kuat di sekitar sini. Aku sangat yakin pasti ada sesuatu di dalam gua ini," monolog Zien Cheng.
Langkahnya yang masih sedikit tertatih semakin memasuki gua tua itu. Hingga ketika ia berbelok ke sebuah ruangan, tampaklah sesuatu yang tak biasa. Ada sebuah pedang yang menancap di atas batu. Pedang tersebut dilumuri oleh darah yang berwarna hitam pekat.
"Pedang?" Zien Cheng mendekati pedang itu, memandanginya dengan saksama. Perlahan namun pasti, telunjuknya terjulur ingin menyentuh darah hitam itu. Ketika ujung jarinya bersentuhan dengan darah tersebut, secara mengejutkan semua darah yang membaluri pedang itu terserap ke tubuh Zien Cheng.
"Aaarrrgghhhhhh!" Zien Cheng berteriak keras ketika seluruh tubuhnya terasa bergejolak hebat. Hingga tubuhnya ambruk seketika. Dalam keadaan tak sadarkan diri itu, Zien Cheng tertarik ke alam bawah sadar. Di mana dia sudah berada di sebuah gunung yang begitu tinggi dan bersalju.
"Di mana aku?" Zien Cheng berjalan dengan ragu dengan mulut yang mengeluarkan asap putih.
Tiba-tiba terdengar suara dari langit. Tak ada wujud dari suara itu, tetapi sangat jelas jikalau kata-kata itu ditujukan padanya.
'Kau mungkin sangat bingung dengan apa yang terjadi sekarang. Tetapi bukan hal itu yang penting kau ketahui. Ketahuilah dirimu terpilih menjadi penerus Pendekar Naga Hitam yang telah tiada ribuan tahun yang lalu.'
Zien Cheng tentu sangat terkejut mendengarnya. Dirinya tak bodoh untuk tahu soal Pendekar Naga Hitam yang sangat meleganda itu. Zien Cheng bahkan pernah mendengar jikalau peninggalan pendekar tersebut belum ditemukan hingga sekarang.
"Siapa kau? Bagaimana kau bisa mengatakan hal konyol itu. Atas dasar apa orang lemah sepertiku menjadi penerus Pendekar Naga Hitam? Aku bahkan tak memiliki kekuatan apapun," komentar Zien Cheng menatap ke arah atas.
'Sekarang pada tubuhmu sudah mengalir darah Pendekar Naga Hitam. Kau bisa dengan cepat mempelajari ilmu pedang dengan pedang yang tertancap di gua. Lalu untuk menjadi pewaris ilmu Pendekar Naga Hitam seutuhnya, kau harus masuk ke perguruan tertinggi di Pulau Bunga Petir. Kau bisa menemukan petunjuk keberadaan kitab sakti peninggalan Pendekar Naga Hitam untuk menjadi yang terhebat.'
Belum lagi Zien Cheng sempat menjawab. Tiba-tiba badai salju bergulung ke arahnya. Zien Cheng tak sempat menghindar. Tubuhnya ikut tergulung dengan badai itu. Secara mengejutkan kedua matanya terbuka lebar. Hal yang ia lihat pertama kali adalah langit-langit gua.
"A-aku baru saja bermimpi aneh. Apakah benar aku memilik sebagian kecil kekuatan Pendekar Naga Hitam sekarang?"
Zien Cheng langsung bangkit dari posisinya. Pemuda itu menarik dengan muda pedang yang tertancap di atas batu itu. Seketika cahaya biru tua memancar dari pedang tersebut. Kedua netra Zien Cheng berbinar. Ia begitu takjub dengan kilau itu.
Zien memasang kuda-kuda, bersinar menghunuskan pedang itu ke udara. Sekali tebasan saja membuat mata pedang itu mengeluarkan kembali cahaya berwarna putih. Entah keahlian dari mana, Zien bergerak dengan lincah sambil mengayunkan pedang dengan sebuah jurus yang indah. Gua yang tadinya gelap, kini menjadi terang karena cahaya kekuatan itu. Tebasan terakhir Zien Cheng membuat obor yang menempel pada dinding gua pun menyala.
Zien Cheng tersenyum bangga. "Aku tak lemah lagi. Akulah pemilik kekuatan Pendekar Naga Hitam yang sangat diidamkan semua orang-orang terkuat di setiap sekte."
Zien Cheng menatap pedang itu dengan sangat bergairah. "Aku akan bangkit dengan kekuatan baru. Aku akan berlatih sekuat tenaga hingga mampu menjadi murid yang terpilih berangkat ke Pulau Bunga Petir!"
Zien Cheng keluar dari gua itu dengan langkah yang gagah berani. Kedua netranya memancarkan gairah yang begitu menyala. Kilasan balik berbagai hinaan dan kesakitan yang ia terima selam inipun kembali terbayang.
Saat kecil, dirinya dikucilkan. Dirinya dihina karena anak haram ketua sekte dengan seorang selir dari sekte lain. Bahkan ketika ayahnya mengalami berbagai serangan mental dan hujatan dari muridnya sendiri, Zien Cheng ikut menyaksikannya. Hingga ketika ia beranjak remaja, ayahnya tiba-tiba menghilang begitu saja yang akhirnya tahta digantikan oleh saudara tertua ayahnya, Paman Gong Cheng.
"Akan aku buktikan pemuda lemah dan pembawa sial seperti yang mereka katakan adalah satu-satunya orang yang akan menguasai dunia persilatan!"
Maka di tengah hutan terlarang itu, Zien Cheng berlatih pedang seorang diri. Ia kembali mengingat jurus penting yang sempat ia pelajari sebelum dibuang ke jurang. Jurus itu semakin sempurna dengan kekuatan alami naga hitam yang ia miliki. Setiap tebasan pedang menghasilkan cahaya kekuatan. Tubuh lemahnya yang telah dialiiri darah naga hitam pun menjadi jauh lebih kuat dan geraknya begitu gesit.
"Hyaaaaaat!" Zien Cheng menebas seekor babi hutan yang mendekatinya dari arah belakang. Seketika babi hutan itu tewas di tempatnya.
Zien Cheng terkejut dengan kemampuannya sendiri. Sekarang dia memiliki pendengaran yang tajam dan insting yang sangat kuat. Ia dapat mendengar langkah kaki babi hutan yang berlari mendekatinya dan ia menyerang balik tepat pada waktunya.
"Ini luar biasa," gumam Zien Cheng.
Tiba-tiba darah babi hutan yang mengotori pedangnya pun mengeluarkan cahaya merah. Tak lama darah itu terserap oleh mata pedang hingga akhirnya lenyap seketika. Zien Cheng memperhatikan dengan saksama kilau pedang itu. Hingga terdengar suara seseorang yang persis seperti pada mimpinya.
'Setiap darah lawan yang terserap oleh pedangmu, maka bertambah pula kekuatan pedang itu. Sebaliknya, jika pedang itu menyerap darah orang yang tak seharusnya kau bunuh, maka berkuranglah kekuatannya.'
"Dalam tubuhmu telah mengalir darah Pendekar Naga Hitam, sehingga kau telah memiliki kekuatan yang sangat menunjang pelatihan dasar. Mungkin murid biasa bisa mempelajarinya dalam waktu sebulan, tetapi kau dapat melakukannya hanya dengan waktu sehari saja. Inilah keistimewaanmu, Zien Cheng. Lakukanlah apa yang aku katakan dan fokus pada dirimu sendiri dengan memejamkan mata dan duduk dengan napas yang teratur," titah Kakek Gong Lu.Di atas sebuah gunung yang tinggi, Zien Cheng duduk bersila sambil memejamkan matanya dan bernapas dengan teratur. Setiap perkataan Kakek Gong Lu ia praktikkan. Untuk mendapatkan energi Qi, ada beberapa tahapan yang harus ia lakukan. Zien Cheng dituntut untuk melakukan berbagai tahapan itu. Mulai dari tahapan awal permurnian Qi, pendirian dasar, hingga formasi inti.Zien Cheng memfokuskan pikirannya ke dalam dantian. Merasakan halusnya energi Qi yang mulai bergerak lambat dan semakin melaju melalui saluran meridiannya. Pada momen inilah Zien Cheng dapat mera
Setelah melakukan latihan dasar kekuatan fisik untuk membangun pondasi awal, hari ini Zien Cheng akan diajarkan tahapan selanjutnya yakni pembelajaran tentang seseorang bagaimana merasakan, mengarahkan, dan menyimpan energi internal seseorang atau disebut juga dengan Qi.Pagi-pagi sekali Zien Cheng pergi ke gunung Meiluing yang letaknya berkilo-kilo meter dari hutan terlarang yang ia tempati selama beberapa bulan ini. Zien Cheng sengaja memakai penutup kepala agar tak ada yang mengenalinya terutama anggota sekte yang telah membuangnya.Saat di perjalanan menuju tempat yang dituju, ada saja rintangan yang muncul. Mulai dari munculnya dua ekor babi hutan yang ganas. Zien Cheng memang berhasil mengalahkan dua ekor babi hutan itu, tetapi tak lama kemudian muncul belasan ekor lagi dari arah belakang. Zien Cheng berteriak, mau tak mau ia berlari pontang-panting menghindari kejaran babi hutan itu."HH-haaahhh ... b-babi hutan s-sialan! Astaga kakiku--ini pegal sekali." Zien Cheng berjalan sa
Selama tiga bulan lamanya, Zien Cheng berlatih seorang diri di hutan terlarang tersebut bermodal dengan sebuah pedang milik Pendekar Naga Hitam yang terkuat pada masanya. Zien Cheng melakukan berbagai gerakan ketangkasan dalam berpindah tempat dan teknik menghindari serangan. Tebasan kuat yang Zien Cheng lakukan membuat pohon di hadapannya mengeluarkan getah berwarna hitam."Sudah tiga bulan aku belajar beladiri sendiri, tetapi aku merasa ilmuku tak begitu banyak meningkat. Pedang ini akan sangat hebat jika dipegang oleh orang yang hebat. Sedangkan pedang ini ada pada orang bodoh sepertiku," monolog Zien Cheng merasa kurang percaya diri.PYARRRR!Suara petir terdengar memekakan telinga, menyambar sebuah pohon yang barusan ditebas oleh Zien Cheng. Batang pohon itu seketika hangus secara keseluruhan. Zien Cheng tercengang, memundurkan langkahnya dengan gerakan kaku. Tiba-tiba ...BRAK!Batang pohon itu pecah seketika. Hingga puing-puingnya berhamburan jauh. Zien Cheng sampai berjungka
Sebelum tubuh Zien Cheng terhempas ke tanah, tubuhnya tiba-tiba mengambang di udara untuk beberapa detik hingga terjatuh ke tanah dengan lembut. Raut wajahnya pucat pasi, matanya tertutup rapat, dan bibirnya kering. Namun, aroma darah yang teramat unik seolah menarik keras kesadarannya."Engg ...hhh ...." Zien Cheng melenguh begitu merasakan sekujur tubuhnya terasa ngilu. Perlahan kedua kelopak matanya terbuka. Hamparan langit di sela-sela semak yang ia rebahi terlihat sangat indah."A-aku m-masih hidup?" gumamnya terbata-bata.Tiba-tiba aroma khas itu tercium kembali. Entah mengapa hanya karena aroma itu, menimbulkan dorongan kuat untuk Zien Cheng bangkit dari posisinya. Walau teramat tertatih dan rasa remuk di tubuhnya, akhirnya Zien Cheng dapat bangkit juga. Pandangannya langsung terfokus pada sebuah gua tua yang ada di sampingnya."Gua apa itu?" Zien Cheng menelisik sekitar. Tak ada siapapun di sekitar sana. Bahkan nyaris tak ada jalan untuk di pijak. Zien Cheng terpaksa menerobos
Di atas gunung yang tinggi dihuni oleh sekte terlemah di Benua Selatan yakni sekte Kongdang. Di mana pimpinan sekte tersebut telah menghilang secara misterius. Hanya putranya yang malang yang tetap berada di sana, yakni seorang pemuda bernama Zien Cheng. Di saat semua murid sekte Kongdang mempelajari jurus penting masuk perguruan tinggi, seorang murid yang sedang melakukan hukuman menyapu halaman, memperhatikan setiap gerakan dengan detail. Dialah Zein Cheng. Zien Cheng dengan semangat menggunakan sapu sebagai pedang untuk turut berlatih."Heh, Zien Cheng! Menyapu yang benar!" tegur Paman Gong. Satu-satunya pengawas para murid yang paling kejam dan juga adik dari ayahnya Zien Cheng.Buru-buru Zien menghentikan aksinya. Ia kembali menyapu dedaunan kering dengan serius. Sesekali melirik Paman Gong yang masih berdiri tak jauh darinya."Aku sudah memperingatimu untuk tahu diri, Zien Cheng. Jangan melewati batas. Aku pastikan kau tak ada waktu untuk mempelajari ilmu penting masuk pergurua







