เข้าสู่ระบบSelama tiga bulan lamanya, Zien Cheng berlatih seorang diri di hutan terlarang tersebut bermodal dengan sebuah pedang milik Pendekar Naga Hitam yang terkuat pada masanya. Zien Cheng melakukan berbagai gerakan ketangkasan dalam berpindah tempat dan teknik menghindari serangan. Tebasan kuat yang Zien Cheng lakukan membuat pohon di hadapannya mengeluarkan getah berwarna hitam.
"Sudah tiga bulan aku belajar beladiri sendiri, tetapi aku merasa ilmuku tak begitu banyak meningkat. Pedang ini akan sangat hebat jika dipegang oleh orang yang hebat. Sedangkan pedang ini ada pada orang bodoh sepertiku," monolog Zien Cheng merasa kurang percaya diri.
PYARRRR!
Suara petir terdengar memekakan telinga, menyambar sebuah pohon yang barusan ditebas oleh Zien Cheng. Batang pohon itu seketika hangus secara keseluruhan. Zien Cheng tercengang, memundurkan langkahnya dengan gerakan kaku. Tiba-tiba ...
BRAK!
Batang pohon itu pecah seketika. Hingga puing-puingnya berhamburan jauh. Zien Cheng sampai berjungkal ketakuatan. Matanya terbelalak melihat kepulan asap putih di atas tanah tempat pohon yang tersambar petir tersebut. Tak lama, asap putih itu menghilang digantikan dengan sosok pria tua dengan rambut dan janggut putih, serta pakaiannya juga putih.
"S-siapa dia," lirih Zien Cheng.
Pria tua itu membuka matanya, lalu tiba-tiba terbang ke hadapan Zien Cheng.
"Hwaaaaa!" teriak Zien Cheng ketakutan. Ia ingin berlari, tetapi tubuhnya tiba-tiba terkunci. Zien Cheng terbelalak begitu mendapati pria itu itu kini bersila di hadapannya. Seketika Zien Cheng ambruk dengan posisi bersimpuh.
"Kaukah pemuda yang bernama Zien Cheng?"
Zien Cheng mendongak tak percaya. Pria itu ternyata tahu siapa namanya. "Bagaimana kakek tahu namaku?"
Pria tua itu tertawa hingga deretan gigi putihnya yang rapat terlihat. Padahal sudah setua itu, tetapi giginya masih lengkap dan sehat. "Bae Gong Lu. Kau bisa memanggilku Kakek Gong Lu. Sama seperti pemilik pedang itu memanggilku dulu."
Zien Cheng melirik pedangnya, seketika matanya membulat menatap Kakek Gong Lu. "K-kakek kenal dengan Pendekar Naga Hitam?"
"Dulu dia adalah muridku. Tetapi seiring bertambahnya kekuatan dan ilmu bela dirinya, semuanya terlampaui. Dia menjadi pria yang jauh lebih hebat dariku. Tapi sebelum dirinya meninggalkan dunia fana, dia mengamankanku dengan portal yang ia ciptakan sendiri." Lantas, Kakek Gong Lu menoleh ke arah pohon yang tersambar petir tadi. "Di sanalah aku ditempatkan selama ribuan tahun sampai ada seseorang yang terpilih menjadi penerusnya. Ternyata waktunya telah tiba. Pedang Pendekar Naga Hitam telah menemukan penerusnya dan aku dengan bantuan takdir bisa lepas dari pohon itu."
Zien Cheng masih tak menyangka jika kakak tua di hadapannya telah hidup pada masa Pendekar Naha Hitam itu masih hidup. Ini sungguh seperti sebuah dongeng. Zien Cheng tak menyangka jikalau dirinyalah yang terpilih.
"Dari banyaknya orang yang memiliki kekuatan, potensi, dan tahta yang tinggi, mengapa aku yang dipilih oleh Pendekar Naga Hitam, Kek? Bahkan aku sekarang menjadi pemilik pedang yang luar biasa ini."
"Itu karena semesta telah menetapkanmu menjadi Pewaris Kekuatan Pendekar Naga Hitam yang hebat tak tertandingi. Sebelum meninggalkan dunia yang fana ini, Pendekar Naga Hitam sengaja melukai dirinya sendiri dengan pedang itu, lalu menancapkan pedangnya di dalam sebuah gua. Siapapun yang menemukannya, maka dialah yang telah dipilih oleh semesta," tutur Kakek Gong Lu.
Zien Cheng mengangguk. Ada rasa bangga yang luar biasa di hatinya. Ternyata dirinya yang selama ini diremehkan adalah pewaris kekuatan naga hitam yang sangat hebat itu.
"Tapi Kakek, aku sudah berlatih selama tiga bulan. Hasilnya tak sesuai dengan harapanku. Selama ini aku hanya belajar sedikit di perguruan yang aku tempati. Tapi sayangnya lebih banyak hukuman yang aku jalani daripada pelatihan. Lantas, bagaimana aku bisa menjadi penerus Pendekar Naga Hitam hanya dengan kemampuan seperti ini?"
Kakak Gong Lu tertawa. "Itulah mengapa Pendekar Naga Hitam mempersembahkanku untuk menemanimu pada masa ini. Aku akan melatihmu hingga kau bisa menguasai ilmu dasar dengan cepat. Aku melihat caramu berlatih selama ini, tetapi ada beberapa tahapan penting yang seringkali kau tinggalkan. Sebelum melakukan pelatihan dasar, aku ingin kau melakukan latihan kekuatan fisikmu."
Tiba-tiba Zien Cheng dapat menggerakan tubuhnya kembali. Buru-buru ia bangkit dari posisinya. Ternyata postur tubuhnya jauh lebih tinggi dari Kakek Gong Lu.
"Apa yang harus aku lakukan, Kakek? Katakanlah. Aku akan melakukan apapun yang Kakek perintah. Mohon bantuannya, Kakek Gong Lu!" Zien Cheng menunduk hormat dengan semangat.
Kakak Gong Lu tertawa lagi. Posisinya sekarang duduk di atas pohon yang cukup tinggi.
"Di dalam gua terdapat tempat penampungan air yang terbuat dari batu. Ambilah air dari aliran sungai yang mengalir di daerah bawah dan penuhi penampungan air itu," titah Kakek Gong Lu dengan santai.
Zien Cheng Mendongak. "A-aku harus mengangkut air dari daerah bawah? Bukankah jaraknya sangat jauh?"
Gong Lu mengangguk. "Perkiraanmu sangat tepat, Zien Cheng. Sekarang ambil air di sana dengan wadah apapun. Datanglah padaku jika penampungan air itu sudah selesai. Aku akan beristirahat di dalam salah satu pohon yang ada di sini," ujar Kakek Gong Lu dengan sekejap melesat dari pohon tempatnya duduk.
Zien Cheng berjalan menuju gua tempat ia menemukan pedang. Ternyata benar, di dalam gua itu ada tempat penampungan air yang cukup besar. Sontak saja membuat Zien Cheng melongo tak percaya.
"Astaga--jadi aku harus membuat penampungan air ini penuh? Ini cukup besar," keluhnya tak habis pikir.
Zien Cheng menelisik sekitar, hingga ia menemukan ember kayu yang berukuran cukup besar di sudut gua itu. Zien Cheng dengan semangat mengambil ember itu. Maka bermodal satu ember itu, Zien Cheng langsung berangkat untuk melaksanakan tugas dari Kakek Gong Lu.
Di tengah teriknya matahari, Zien Cheng berjuang membawa ember besar itu. Fisiknya yang tak begitu kuat, membuatnya sering terjatuh dan airnya tumpah. Berkali-kali gagal, akhirnya Zien Cheng berhasil membawa air ke gua. Baru satu ember saja sudah menguras seluruh tenaganya.
"H-hhahhh ... butuh berapa ember lagi agar penampungan air ini akan penuh? Aku akan mati jika harus melakukannya lagi."
Zien Cheng hampir merebahkan diri di tanah, tetapi sebuah kerikil tiba-tiba menyakiti dahinya. Zien Cheng menoleh, ternyata Kakek Gong Lu ada di langit-langit gua.
"Ingin menjadi yang terhebat bukan dengan menyerah begitu saja karena rasa lelah, Zien Cheng. Segera penuhi penampungan airnya!"
Zien Cheng langsung bangkit. "Siap, Kakek!"
Zien Cheng kembali melakukan kegiatan mengambil air itu hingga berkali-kali. Matahari yang tadinya ada di atas kepala, kini sudah nyaris tenggelam di ufuk Berat. Satu ember air terakhir yang Zien Cheng bawa dengan kaki dan tangan gemetar, akhirnya mampu membuat penampungan air itu penuh juga.
"SELESAI!"
BRUK!
Zien Cheng jatuh telentang dengan kedua tangan dan kaki terbuka lebar. Pakaiannya telah basah oleh keringat. Lelahnya sudah tak tertahakan lagi. Zien Cheng merasakan tubuhnya remuk dan tak bisa dipakai berdiri lagi.
"Usaha yang bagus. Besok datanglah ke atas Gurung Meiluing. Aku akan ajarkan bagaimana teknik bela diri agar lolos seleksi pertama perguruan Pulau Bunga Petir," ucap Kakek Gong Lu membuat Zien Cheng terkejut bukan lain. Itu artinya, Zien Cheng mempunyai kesempatan untuk bisa mewujdukan keinginan terbesarnya?
"Dalam tubuhmu telah mengalir darah Pendekar Naga Hitam, sehingga kau telah memiliki kekuatan yang sangat menunjang pelatihan dasar. Mungkin murid biasa bisa mempelajarinya dalam waktu sebulan, tetapi kau dapat melakukannya hanya dengan waktu sehari saja. Inilah keistimewaanmu, Zien Cheng. Lakukanlah apa yang aku katakan dan fokus pada dirimu sendiri dengan memejamkan mata dan duduk dengan napas yang teratur," titah Kakek Gong Lu.Di atas sebuah gunung yang tinggi, Zien Cheng duduk bersila sambil memejamkan matanya dan bernapas dengan teratur. Setiap perkataan Kakek Gong Lu ia praktikkan. Untuk mendapatkan energi Qi, ada beberapa tahapan yang harus ia lakukan. Zien Cheng dituntut untuk melakukan berbagai tahapan itu. Mulai dari tahapan awal permurnian Qi, pendirian dasar, hingga formasi inti.Zien Cheng memfokuskan pikirannya ke dalam dantian. Merasakan halusnya energi Qi yang mulai bergerak lambat dan semakin melaju melalui saluran meridiannya. Pada momen inilah Zien Cheng dapat mera
Setelah melakukan latihan dasar kekuatan fisik untuk membangun pondasi awal, hari ini Zien Cheng akan diajarkan tahapan selanjutnya yakni pembelajaran tentang seseorang bagaimana merasakan, mengarahkan, dan menyimpan energi internal seseorang atau disebut juga dengan Qi.Pagi-pagi sekali Zien Cheng pergi ke gunung Meiluing yang letaknya berkilo-kilo meter dari hutan terlarang yang ia tempati selama beberapa bulan ini. Zien Cheng sengaja memakai penutup kepala agar tak ada yang mengenalinya terutama anggota sekte yang telah membuangnya.Saat di perjalanan menuju tempat yang dituju, ada saja rintangan yang muncul. Mulai dari munculnya dua ekor babi hutan yang ganas. Zien Cheng memang berhasil mengalahkan dua ekor babi hutan itu, tetapi tak lama kemudian muncul belasan ekor lagi dari arah belakang. Zien Cheng berteriak, mau tak mau ia berlari pontang-panting menghindari kejaran babi hutan itu."HH-haaahhh ... b-babi hutan s-sialan! Astaga kakiku--ini pegal sekali." Zien Cheng berjalan sa
Selama tiga bulan lamanya, Zien Cheng berlatih seorang diri di hutan terlarang tersebut bermodal dengan sebuah pedang milik Pendekar Naga Hitam yang terkuat pada masanya. Zien Cheng melakukan berbagai gerakan ketangkasan dalam berpindah tempat dan teknik menghindari serangan. Tebasan kuat yang Zien Cheng lakukan membuat pohon di hadapannya mengeluarkan getah berwarna hitam."Sudah tiga bulan aku belajar beladiri sendiri, tetapi aku merasa ilmuku tak begitu banyak meningkat. Pedang ini akan sangat hebat jika dipegang oleh orang yang hebat. Sedangkan pedang ini ada pada orang bodoh sepertiku," monolog Zien Cheng merasa kurang percaya diri.PYARRRR!Suara petir terdengar memekakan telinga, menyambar sebuah pohon yang barusan ditebas oleh Zien Cheng. Batang pohon itu seketika hangus secara keseluruhan. Zien Cheng tercengang, memundurkan langkahnya dengan gerakan kaku. Tiba-tiba ...BRAK!Batang pohon itu pecah seketika. Hingga puing-puingnya berhamburan jauh. Zien Cheng sampai berjungka
Sebelum tubuh Zien Cheng terhempas ke tanah, tubuhnya tiba-tiba mengambang di udara untuk beberapa detik hingga terjatuh ke tanah dengan lembut. Raut wajahnya pucat pasi, matanya tertutup rapat, dan bibirnya kering. Namun, aroma darah yang teramat unik seolah menarik keras kesadarannya."Engg ...hhh ...." Zien Cheng melenguh begitu merasakan sekujur tubuhnya terasa ngilu. Perlahan kedua kelopak matanya terbuka. Hamparan langit di sela-sela semak yang ia rebahi terlihat sangat indah."A-aku m-masih hidup?" gumamnya terbata-bata.Tiba-tiba aroma khas itu tercium kembali. Entah mengapa hanya karena aroma itu, menimbulkan dorongan kuat untuk Zien Cheng bangkit dari posisinya. Walau teramat tertatih dan rasa remuk di tubuhnya, akhirnya Zien Cheng dapat bangkit juga. Pandangannya langsung terfokus pada sebuah gua tua yang ada di sampingnya."Gua apa itu?" Zien Cheng menelisik sekitar. Tak ada siapapun di sekitar sana. Bahkan nyaris tak ada jalan untuk di pijak. Zien Cheng terpaksa menerobos
Di atas gunung yang tinggi dihuni oleh sekte terlemah di Benua Selatan yakni sekte Kongdang. Di mana pimpinan sekte tersebut telah menghilang secara misterius. Hanya putranya yang malang yang tetap berada di sana, yakni seorang pemuda bernama Zien Cheng. Di saat semua murid sekte Kongdang mempelajari jurus penting masuk perguruan tinggi, seorang murid yang sedang melakukan hukuman menyapu halaman, memperhatikan setiap gerakan dengan detail. Dialah Zein Cheng. Zien Cheng dengan semangat menggunakan sapu sebagai pedang untuk turut berlatih."Heh, Zien Cheng! Menyapu yang benar!" tegur Paman Gong. Satu-satunya pengawas para murid yang paling kejam dan juga adik dari ayahnya Zien Cheng.Buru-buru Zien menghentikan aksinya. Ia kembali menyapu dedaunan kering dengan serius. Sesekali melirik Paman Gong yang masih berdiri tak jauh darinya."Aku sudah memperingatimu untuk tahu diri, Zien Cheng. Jangan melewati batas. Aku pastikan kau tak ada waktu untuk mempelajari ilmu penting masuk pergurua







