Home / Young Adult / Murid Kesayangan / Bab 5. Kejutan dari Kekasih

Share

Bab 5. Kejutan dari Kekasih

last update Last Updated: 2022-06-17 15:47:22

Aku menunggu murid itu membuka suara, menyebutkan apa lagu favoritnya. Tidak ada pergerakan. Wajahnya datar, tatapannya lurus ke arahku.

"Josephine. Benar, panggilan kamu Josephine?" tanyaku akhienya.

"Josie." Pendek Josie menjawab.

"Oke, Josie. Apa lagu favoritmu?" tanyaku lagi.

"Ga ada." Datar, itu jawabannya.

"Hm?" Aku cukup kaget dengan ucapan pendek itu. Pertanyaanku berlanjut. "Kamu ga suka musik?"

"Apa harus punya lagu favorit?" Nada suaranya makin dingin.

Aku bisa merasa seketika kelas menjadi sedikit tegang. Beberapa siswa tampak berbisik-bisik. Dari reaksi mereka jelas bukan tanggapan baik dengan sikap Josie.

"Anak baru ini, belagu banget, sih. Sopan dikit ama guru, ga bisa?" Salah satu murid dari deretan kiriku angkat bicara.

Dugaanku benar, saat bertemu dengan Josie di dekat taman, aku tahu dia mengenakan seragam baru. Dia memang murid baru. Tapi tidak mengira, dia langsung masuk kelas teratas di sekolah ini.

Josie melirik ke arah gadis itu, tapi tidak menimpali apapun.

"Emang apa bagusnya kasih tahu lagu favorit? Wasting time." Josie bicara dengan pandangan balik ke arahku.

"Ih, bener-bener, ya?" Yang lain mulai ribut.

"Oke, ga apa-apa. Kita lanjutkan saja. Hetty Angelina!" Aku melanjutkan mengabsen kelas.

Hatiku tetap tidak nyaman. Baru hari pertama mengajar, masih di babak pendahuluan, sudah muncul situasi tidak terduga. Aku harus bisa tetap tenang. Salah bersikap, bisa berantakan ke depan. Apalagi aku guru baru harus pandai mengambil hati para siswa.

Selesai mengenal isi kelasku, aku melanjutkan dengan silabus. Aku menjelaskan apa saja yang akan dilakukan di kelas selama satu semester. Respon luar biasa aku terima dari para siswa. Sebagian besar mereka antusias dengan apa yang aku paparkan.

Sedang Josie, dia seperti tidak sedang ada di dalam kelas. Dia hanya duduk memandang lurus ke depan, melamun dan masuk ke dunia lain meskipun tubuhnya ada di dalam kelas. Sepertinya dia akan menjadi masalah di kelasku jika aku tidak menanganinya dari awal.

Teettt!! Bunyi tanda usai kelas berbunyi nyaring. Aku pun menyudahi pertemuan.

'"Oke, Semuanya! Cukup untuk hari ini. Mengawali kelas minggu depan, silakan kalian siapkan satu lagu pendek untuk dimainkan!" Aku mengingatkan lagi tugas untuk pertemuan berikutnya.

"Siap, Pak!" Terdengar sahutan dari beberapa anggota kelas.

Para siswa membereskan perlengkapan mereka dan satu per satu meninggalkan kelas, pindah ke kelas lain untuk pelajaran berikutnya. Sekretaris kelas datang menyodorkan lembar daftar hadir dan meminta aku bubuhkan tanda tangan.

"Pak, Josephine itu murid baru. Rada aneh. Harap maklum ya, Pak," kata gadis berkacamata dengan rambut lurus sebahu itu.

"Ga apa-apa, Monika. Masih baru, pasti perlu penyesuaian. Dia tinggal di asrama?" tanyaku sambil mengambil pena di meja.

"Iya. Ga mau kenal siapapun. Ga ada juga yang mau dekatin dia. Mukanya asem mulu," jawab Monika sambil mencibir.

Aku tersenyum. Makin membuat aku penasaran saja terhadap Josie. Ada apa dengannya sehingga bertingkah lain dari remaja seusianya? Monika membawa lembar daftar hadir yang sudah aku tanda tangani. Mataku melihat lagi ke bangku tempat Josie duduk. Dia masih di sana, bengong di tempatnya.

Hampir aku melangkah ke arahnya, Josie berdiri dan dengan cepat keluar kelas. Tidak menengok kiri kanan atau berbasa-basi dengan beberapa temannya yang juga mulai bergerak meninggalkan kelas. Aku pun membawa peralatanku, keluar kelas dan menuju ke kantor.

*****

Jam dua siang, aku sampai di ruko berlantai tiga dengan papan nama Music for Kids School. Tempat aku mengajar selain di sekolah, tempat les anak-anak dari usia sekolah dasar. Tempat les itu sudah menjadi seperti rumah buatku. Aku mengajar di sana sejak masih kuliah.

"Siang, Kak Avin!" Salah satu muridku menyambutku dengan ceria.

"Hai, sudah sampai?" Aku melambai padanya.

Kami masuk bersama ke ruangan kelas. Beberapa anak juga sudah datang. Segera kelas aku mulai. Anak-anak kelas 3 dan 4 SD. Kelas bermain gitar. Sampai dua jam kemudian, selesai sudah kami belajar.

Anak-anak berhamburan keluar kelas, aku menuju ke ruangan untuk tutor. Ada dua temanku di sana. Aku ikut duduk dan mulai bicara dengan mereka. Dari soal kelas, murid, lagu, film, sampai akhirnya masalah cewek.

"Apa kabar kamu? Masih sama Lola?" Diki memandangku. Agak heran juga aku mendengar pertanyaan itu.

"Masih. Kenapa?" tanyaku balik.

"Uffhhh, hee ... hee ...." Diki melebarkan bibirnya, tersenyum hingga giginya terlihat. Tapi senyum itu tidak enak kupandang.

"Vin, kamu yakin sama dia?" Arka, yang ada tepat di depanku ikut bicara.

Aku mengangkat kedua alisku. "Kalian kenapa, sih?" tanyaku makin heran.

"Kami udah kenal kamu lama. Sebelum kamu sama Lola, kita udah berteman, kerja bareng-bareng. Bukan apa, sih, kamu segitu sayangnya sama dia? Ga masalah kalau dia mainnya ke club mulu?" Diki mengatakan sesuatu yang membuat aku terbelalak tak percaya.

"Kamu tahu dari mana?" tanyaku cepat. Aku harus memastikan jika yang Diki katakan benar.

"Kamu ga tahu?" Arka menyahut. Dia setengah melotot melihat padaku.

"Dulu, dia memang suka main ke sana. Sebelum aku jadian sama dia. Tapi sejak sama aku, Lola udah ga pergi lagi. Kalau dia pergi pun pasti urusan kerja. Gimana juga kerjaan dia bisa jadi nyerempet ke area club." Aku menjelaskan yang aku tahu.

"Kamu ini lugu banget jadi cowok." Diki menggeleng. "Main tuh jauhan dikit, Avin."

"Aku dan Diki kadang main band juga di club. Nah, paling nggak, tiga kali kami lihat Lola di sana. Awalnya kupikir sama kamu. Tapi, ternyata bukan. Soalnya ... agak mirip sih, cowoknya," ujar Arka.

"Apa? Cowok?" tandasku.

"Bukan berdua saja memang. Ada teman-temannya yang lain. Tapi ya ... gitu, deh ..." Arko menaikkan kedua bahunya. Entah kenapa dia urung menyelesaikan kata-katanya.

"Kamu ngomong yang jelas, jangan digantung gitu," kataku. Jujur saja, kabar ini membuat banyak pertanyaan muncul di benakku.

"Sorry, Vin, bukan mau provokasi. Boleh jujur, kan?" Arka memandang padaku. Dia tampak lebih serius.

"Ya mestinya gitu. Apaan, Ka?" Aku makin penasaran.

"Si Lola, sama tuh cowok, berduaannya beda. Lebih dari teman menurutku. Kita ini bukan remaja, udah pada dewasa. Kamu paham kan, bedanya kalau aku bilang dekat sebagai teman dan yang lebih itu gimana?" Arka mencoba menjabarkan. Tidak sangat gamblang tapi aku tahu yang dia maksud.

"Lola main sama cowok itu?" ujarku dengan dada terasa panas.

"Vin, serius, aku ga bermaksud merusak hubungan kamu sama Lola. Tapi kita ini teman. Sebenarnya ga enak banget aku bicara soal ini, tahu nggak?" Arka memajukan badannya dan menepuk lenganku.

"Sorry, Vin. Aku dan Arka yang tahu ini, kayak ada beban. Maju mundur mau tanya sama kamu. Cuma, aku ga mau temanku yang baik ternyata ketemu yang ga pas. Beneran, sorry ...." Diki ikutan serius. Senyum di wajah kedua temanku benar-benar lenyap.

Ini kejutan luar biasa buatku. Kejutan dari kekasihku yang kukira masih sayang padaku. Aku terdiam. Pikiranku berputar ke mana-mana. Aku harus serius bicara dengan Lola. Dan harus secepatnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Murid Kesayangan   Extra Part - Semua Sudah Selesai, Ke Mana Setelah Ini?

    Josie membuat aku sangat terkejut. Dia tidak menjawab pertanyaanku, justru memberikan hadiah yang membuat aku tidak bisa mengelak dan bergerak cepat meladeninya. Kejutan Josie berakhir adegan serius di kasur besar di dalam kamar hotel. Makan pagi kami bahkan tidak kami tuntaskan. Berdua saja menghabiskan waktu tanpa ada yang lain, merekatkan keintiman rasanya luar biasa. Setelah pergulatan itu, Josie masih memelukku kuat dan terlelap dalam dekapanku. Entah berapa jam hari itu berlalu aku dan Josie hanya di kamar saja. Terdengar suara ringtone dari HP. Aku membuka mata dan bergerak. Josie ikut terbangun. "Jam berapa, Kak?" tanya Josie. "Ga tahu. Bentar. Ada telpon." Aku meraih ponsel dan menerima panggilan dari ... "Leena?" "Apa?" Josie menoleh cepat padaku. "Gedein suaranya." Aku nurut. Aku buka pengeras suara agar Josie bisa mendengar pembicaraanku dengan Leena. "Hai, Leena ..." sapaku. Enggan aku sebenarnya menerima panggilan itu. "Avin ..." Leena bicara dengan suara bergetar

  • Murid Kesayangan   Extra Part - Bulan Madu dan Klarifikasi

    Dari balkon hotel lautan luas terpampang di depanku. Matahari perlahan naik di ufuk timur di balik garis horizon pembatas langit dan air. Indah sekali. Josie di sampingku. Tangannya memeluk pinggangku sedang kepalanya bersandar manja di bahuku. "It is so marvelous. Amazing." Aku tak ingin berkedip memandang pesona alam yang seperti lukisan semata. "Tuhan baik banget. Aku bisa di sini, menikmati semua ini. Kayak mimpi," kata Josie. Ternyata dia punya pikiran yang sama denganku. Aku mengecup puncak kepalanya. Hatiku berdesir, ingatanku dengan cepat lari ke malam sebelumnya saat Josie dengan terbuka memberikan dirinya buatku. Seindah itu, semanis itu. "Love you, Josie." Dan sekali lagi kecupan aku lepas, bukan hanya di kepala, aku langsung menuju bibir mungil manis Josie. Dia tidak menolak. Kurasa dia mulai suka aku melakukannya. "Kita sarapan di sini saja, ya? Aku belum mau ke mana-mana," ucapku. Josie hanya mengangguk saja sambil menatapku lekat-lekat. Yang kupikir Josie menungg

  • Murid Kesayangan   Bab 133. Murid Kesayanganku

    "Dengan ini sebagai hamba Tuhan, dan di dalam nama Tuhan, aku menyatakan Harvino Gracio Andika dan Josephine Clarita Vivian Danantya adalah suami istri." Suara lantang dan penuh semangat Pastor berkumandang di seluruh gedung besar dan tinggi. Tepukan riuh dan sorak gembira mengikuti. Aku dan Josie saling memandang sementara tangan kami saling bertaut. Entah bagaimana aku menjelaskan perasaanku. Dadaku terasa begitu penuh. Lengkap sudah kebahagiaan yang aku miliki dalam hidupku. Josie, murid kesayanganku menjadi istriku. Harus penuh drama luar biasa yang aku jalani, akhirnya aku bisa memiliki dia sepenuhnya sebagai pendamping hidupku. Aku hanya bisa bersyukur dan tak henti hati ini memuji kebesaran Tuhan. "Selamat ya, akhirnya!" Segera satu per satu kolega, sahabat, dan teman mengucapkan selamat padaku dan Josie. "Sahabatku sayang ... Congrats, ya!!" Resti memeluk erat Josie. Tampak matanya berkaca-kaca sementara senyumnya lebar menghiasi wajahnya. Di belakang Resti menyusul Monika

  • Murid Kesayangan   Bab 132. Tidak Akan Berpisah Lagi

    Kepalaku terasa sangat berat dan pusing. Aku mencoba membuka mataku tapi pedih sekali. Aku mencoba menggerakkan tubuh, hampir tidak mampu. Aku mengerjap beberapa kali dan tampak dinding putih di depanku. Aku di mana? Aku mengernyit karena pusing begitu kuat mendera. Pandanganku mulai lebih jelas. Rumah sakit. Dinding putih dan bau obat, khas rumah sakit. Seketika aku ingat apa yang terjadi. Aku mengalami kecelakaan karena tidak memperhatikan jalan saat aku menyeberang. Josie ... ya, aku meninggalkan Josie di rumah kos karena kecewa dia tidak mau menerimaku. Josie memintaku pergi, hatiku hancur rasanya. "Kak Avin ..." Suara Josie memanggilku. Terasa tangannya menyentuh lenganku. Ada isakan dari suara itu. Aku memaksa memutar kepala sedikit, menoleh ke sisi kanan, Josie duduk di sana sambil menatap ke arahku dengan pandangan cemas. Air mata membasahi kedua pipinya. "Kak ..." Melihat aku membuka mata dia mengangkat tubuhnya dan mendekat padaku. "Kak Avin udah bangun? Ya Tuhan ... teri

  • Murid Kesayangan   Bab 131. Mata Sayu dan Sendu Itu

    Lembut suara Josie, aku mengikuti yang dia katakan. Aku menoleh ke sisi kanan. Refleks aku berdiri. Berjarak kira-kira lima belas meter dari tempatku, Josie berdiri memandang ke arahku. Sebelah tangannya masih memegang ponsel di telinga dan satu tangan lagi membawa serangkaian bunga berwarna putih dan kuning.Aku menurunkan ponsel dan melihat benarkah Josie yang menelpon. Bukan. Itu bukan nomor Josie, tapi ..."Jono?" Aku berucap lirih. Nomor yang masuk adalah nomor Jono. Josie masih mematung di tempatnya. Aku juga belum bergerak. Aku masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tanganku mengangkat kembali ponsel ke telinga. "Apa ini Jono?" tanyaku. Detak jantungku melaju. "Ya, ini Jono." Jawabannya jelas. Suara yang kudengar suara Josie. Suara yang lama tak pernah mampir di telingaku.Hampir tak percaya aku mendengar jawaban Josie. Jadi selama beberapa waktu terakhir ini, orang tak dikenal yang menghubungi aku adalah Josie? Josie tahu aku ada di Malang? Josie sengaja memakai nama Jo

  • Murid Kesayangan   Bab 130. Siapa Jono?

    Alarm berbunyi nyaring membuat aku tersentak dan segera bangun. Jam lima pagi. Tidak kukira aku ketiduran hingga berganti hari. Aku bahkan tidak ingat jam berapa tidur dan bahkan tidak juga mimpi apa-apa. Aku meraih ponsel dan mematikan alarm. Seketika tampak pesan dari Jono yang dia kirim tadi malam yang belum sempat aku baca. - Galau, bro? Ini soal hati ka? - Wah, galau berat nih, ga sempat balas - Jangan dipelihara rasa galau. Yang ditunggu bisa jadi ga lama nongol. Masih ada matahari akan terbit Aku tersenyum. Aku perhatikan jam kapan Jono membalas pesanku. Dari yang pertama ke pesan kedua kira-kira sepuluh menit. Lalu ke pesan ketiga lebih setengah jam. Jadi dia menunggu aku bercerita. Aku makin penasaran, teman baruku ini seperti apa. Segitunya dia care sama aku. - thank you udah kasih semangat, bro. Menurut kamu bagaimana bisa menemukan seseorang yang memang ingin menjauh, tetapi kita yakin dia takdir kita? Sedang jejaknya sudah begitu dekat. Aku mengirimkan pesan itu, ten

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status