Home / Pendekar / Mustika Naga Bumi / Desa Pandan Pancur

Share

Desa Pandan Pancur

Author: AL
last update Last Updated: 2021-10-29 00:28:34

Setelah menghela nafas panjang, Aji melangkahkan kaki tegapnya menyusuri lebatnya hutan belantara yang tidak terjamah manusia. Keberadaan markas perampok di hutan lebat tersebut membuat orang-orang enggan untuk menjejakkan kakinya, walaupun hanya sekedar untuk mencari ranting kayu bakar.

Aji tidak tahu kemana harus melangkahkan kaki, karena tidak punya tujuan yang jelas harus mencari pendekar itu di mana. Yang dia tahu, dia hanya harus tetap melangkahkan kakinya menyusuri jalan setapak, selepasnya dia keluar dari hutan.

Seharian berjalan dan hari sudah mulai gelap, Aji tiba di sebuah desa besar yang terlihat ramai, meski matahari sudah tenggelam di ufuk barat.

Desa Pandan Pancur, nama yang tertulis di pintu gerbang masuk desa. Entah apa makna yang tersirat dari pengambilan nama tersebut, yang pasti Aji tidak melihat sedikitpun tanaman pandan sejauh matanya memandang.

"Tidak biasanya ada desa seramai ini saat malam tiba," gumam Aji pelan. Dia melangkah memasuki desa tersebut dengan pandangan mata menelisik mengamati.

Dilihatnya, begitu banyak pedagang yang menjajakan dagangannya dengan teriakan khasnya masing-masing. Juga rumah-rumah besar yang berderet rapi, menandakan strata ekonomi penduduk desa ini cukup tinggi. 

"Mohon maaf, Kisanak. Sebenarnya ada acara apa di desa ini?" tanya Aji kepada seorang lelaki yang melintas di depannya.

Lelaki itu memandang Aji dari atas sampai ke bawah, "Kisanak bukan warga desa ini?"

Aji menggelengkan kepalanya pelan.

"Pantas saja Kisanak tidak tahu. Juragan Subrata sedang menikahkan anak gadisnya dan dirayakan 3 hari 3 malam tanpa berhenti. Berbagai pertunjukkan juga diselenggarakan untuk merayakannya. Itu panggungnya di sana!" Lelaki itu menunjuk panggung besar yang berdiri menutupi jalan.

"Oh iya, besok juga ada pertandingan pendekar, kalau Kisanak berminat bisa ikut mendaftarkan diri juga," sambung lelaki tersebut.

"Tidak, Kisanak... aku tidak bisa bertarung dan hanya mau melihat saja. Terima kasih atas informasinya."

"Sama-sama, Kisanak. Mari, aku tinggal dulu!"

Aji tersenyum tipis dengan anggukan kepala sopan.

Dia kembali melangkahkan kakinya, berjalan menyusuri desa besar itu sambil terus memandang lapak dagangan yang dijajakan sepanjang jalan desa. 

Pandangan matanya tertuju kepada caping bambu yang ada di salah satu lapak dagangan. Aji berpikir, dia perlu sedikit menutupi wajahnya, karena kuatir ada korbannya dulu yang masih bisa mengenalinya. 

Setelah membayar, duda tampan tersebut memakai caping bambu pilihannya dan melanjutkan langkahnya menuju panggung besar yang berada tepat di depan rumah juragan Subrata.

"Kisanak, apa kau mau ikut dalam pertandingan besok?" tanya seorang lelaki kepada Aji. Di tangannya tergenggam sebuah pena dan kulit kering, "Kalau kisanak berminat, aku bisa mencatatnya di sini!" ucapnya seraya menunjukkan kulit kering di tangannya.

Aji hanya menggeleng sambil tersenyum, lalu melangkah pergi. Tapi lelaki itu tidak patah semangat, melihat tubuh Aji yang kekar, dia berpikir kalau Aji akan memiliki nilai jual tinggi dalam taruhan yang biasanya terjadi dalam suatu pertandingan silat.

"Ayolah, Kisanak. Sayang sekali kalau dilewatkan. Hadiahnya lumayan besar untuk ukuran kita," rayu lelaki itu.

"Aku tidak bisa bertarung, Kisanak, " balas Aji.

Lelaki itu tidak percaya jika Aji hanya lelaki biasa. Dilihat dari tongkrongannya yang kekar, ditambah dengan pedang yang tergantung di pundaknya, dia berkeyakinan kalau Aji adalah seorang pendekar.

"Ayolah, Kisanak..." ucapan lelaki itu terhenti setelah Aji menatapnya dengan tajam. Dia kemudian pergi sambil bersungut kesal.

Aji menggelengkan kepalanya pelan, kemudian berjalan menuju sebuah penginapan yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Setelah memesan sebuah kamar untuknya beristirahat malam ini, dia kembali keluar dari penginapan untuk mencari makan. Aji yakin masih ada tempat makan yang buka, karena dia melihat banyak pendekar dari luar yang berdatangan ke desa tersebut untuk mengikuti pertandingan yang akan dimulai besok pagi.

Aji memasuki sebuah tempat makan yang terlihat ramai di sudut desa. Pandangan matanya berkeliling untuk mencari meja yang kosong, namun tak ada satu pun meja yang terlihat kosong. Hanya ada satu meja yang ditempati seorang gadis cantik, dan berada paling sudut di tempat makan tersebut.

Dari tongkrongannya yang membawa sebuah pedang dan ditaruhnya di atas meja, Aji bisa menilai jika gadis cantik tersebut adalah seorang pendekar juga seperti dirinya. Dia lalu berjalan mendekat dan  dengan sopannya meminta ijin untuk duduk di meja itu. 

“Mohon maaf, Nisanak. Apakah meja ini tidak ada yang menempatinya lagi selain Nisanak?”

Wanita itu mengangkat wajahnya sekilas lalu menggeleng, “Silahkan kalau mau duduk di sini,” jawabnya singkat, kemudian melanjutkan makannya yang sempat terhenti. Tampaknya dia tidak memperhatikan wajah Aji yang tertutup caping bambu.

Aji menggeser sebuah kursi lalu mendudukinya. Pandangannya menelisik setiap orang yang ada di tempat makan itu, dan mencoba mengukur tenaga dalam mereka. Setelah itu pandangannya teralih kepada pelayan yang mengantarkan makanan kepadanya.

“Silahkan dinikmati makanannya selagi hangat, Kisanak!” ucap pelayan itu ramah. Senyum hangat semburat tercetak di bibirnya.

“Terima kasih, Kisanak.” Aji langsung memakan dengan lahap makanan yang sudah terhidang di mejanya hingga habis tidak tersisa lagi. Rasa lapar yang mendera membuatnya sampai lupa jika di depannya ada seorang gadis cantik yang sesekali meliriknya. 

"Sepertinya dia sangat kelaparan," ucap gadis cantik itu dalam hati.

Sesaat kemudian, wanita itu memanggil pelayan untuk membayar tagihannya. Namun raut muka wanita itu tiba-tiba seperti kebingungan, dan keringat dingin pun keluar membasahi pakaiannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Pangkal
bikin penasaran cerita nya
goodnovel comment avatar
Heriyanto
sangat menarik.
goodnovel comment avatar
Yanuar Arif
ya cukup bagus buat penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Mustika Naga Bumi   Kematian Raja Iblis (Tamat)

    "Kau! Energi apa yang kau miliki itu?"Raja Iblis dibuat heran dengan kemampuan lawan yang bahkan menurutnya memiliki kekuatan lebih besar dari pada yang dibayangkannya. Selain itu, energi yang keluar dari tubuh lawan sejauh ini tidak pernah diketahuinya."Itu tadi belum seberapa, Iblis busuk! Kali ini aku akan mengeluarkan semua kemampuan yang kumiliki!" Aji yang sudah memegang pedang Mustika Naga Bumi, mengerahkan semua energi yang dimilikinya.‘Tidak mungkin!’ pekik Raja Iblis dalam hati. Dia terkejut dengan energi pemuda itu yang menjadi berlipat ganda, setelah pedang di tangannya mengeluarkan aura hijau terang."Sekarang terimalah ajalmu! Kembalilah kau ke alammu Iblis biadab!” Pedang Mustika Naga Bumi di tangan Aji memancarkan energi yang begitu besar, bahkan lebih besar dari energi yang dikeluarkan Raja Iblis di awal kemunculannya tadi.Tiba-tiba saja, suara tawa Raja Iblis terdengar menggelegar. "Hahaha ... Aku memang terkejut dengan kemampuanmu, manusia hina! Tapi kau pun ju

  • Mustika Naga Bumi   Aji vs Raja Iblis

    Setelah debu pekat yang menutupi pandangannya menghilang, Aji yang masih dalam keadaan tergeletak di tanah bisa melihat dengan jelas jika Caraka masih berdiri dengan kokoh di tempatnya berdiri. Bahkan tubuhnya tidak sedikit pun bergeser dari tempatnya semula. Pendekar yang belum genap 30 tahun tersebut merasakan nyeri yang begitu hebat di dadanya. Dia kemudian terbatuk kecil dan lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya. ‘Kekuatannya sangat besar. Bahkan energiku saja tidak mampu untuk menggoyahkannya,’ gumam dalam hati. Tubuh Caraka kemudian melayang satu meter di atas tanah. Dia lalu bergerak maju mendekati Aji yang belum juga bangkit berdiri, "Apa kau sudah sadar betapa jauhnya perbedaan kekuatan kita berdua? Aku tahu kau belum mengeluarkan energi terkuatmu, tapi meskipun kau mengeluarkannya, itu tidak akan merubah apapun!" Caraka yang masih merasa geram dengan Aji langsung melesat tanpa terlihat seusai berbicara. Tendangan kerasnya mendarat dengan telak di perut Aji, hingga m

  • Mustika Naga Bumi   Aji Vs Caraka

    Rasa terkejut Aji belum selesai, tiba-tiba saja muncul bayangan hitam berbentuk cakar naga melayang di angkasa. Bayangan hitam itu menutupi matahari sehingga suasana yang semula terang menjadi redup. “Jurus apapun yang kau keluarkan tidak akan bisa mengalahkan aku!” ucap Ki Brenggolo Karang. Seusai berucap, energi yang lebih besar meluap dari tubuhnya. Secara perlahan energi tersebut semakin membuat Aji tertekan. Namun suami Ratih itu masih menunggu kesempatan untuk menjatuhkan jurus Naga Bumi Mengoyak Langit yang masih mengambang di angkasa. Dia terus menarik unsur alam yang ada di sekitar hutan tersebut untuk menambah daya hancur jurus yang hendak dikeluarkannya. Sejauh ini, Ki Brenggolo Karang belum menyadari apa yang dilakukan Aji. Dia menduga lawannya itu hanya menggunakan tenaga dalamnya untuk bertahan dari tekanan energi yang dikeluarkannya. Selain itu, redupnya sinar matahari juga menurutnya hanya karena tertutup awan tebal saja.Beberapa saat kemudian, Cakar Naga raksasa y

  • Mustika Naga Bumi   Naga Bumi Mengoyak Langit

    Aura hitam yang menyelimuti tubuh Ki Brenggolo Karang perlahan menghilang. Dia sadar jika terus menggunakannya dalam jangka panjang, yang ada tenaga dalamnya akan berkurang drastis. Murid Caraka itu juga berpikir harus bisa mengefektifkan serangannya lebih tepat lagi. Dia melihat jika lawannya itu masih menyimpan kekuatannya yang sebenarnya. Itu terlihat dari kondisinya yang masih terlihat bugar meski sudah terkena serangannya.Melihat aura hitam di tubuh Ki Brenggolo Karang menghilang, Aji tersenyum lebar. Kuat dugaan energi lawan sudah berkurang cukup signifikan. Memaksa menggunakan kabut beracun dalam jangka panjang jelas menguras energinya.Di antara reruntuhan pepohonan dan kepulan debu, pertarungan sengit masih terus terjadi di antara kedua pendekar yang tidak henti bertukar serangan. Beberapa pohon kembali bertumbangan terkena dampak pertarungan mereka berdua.Seperti terjadi kesepakatan, mereka berdua melompat mundur mengambil jarak. Nafas mereka tersengal-sengal terasa berat

  • Mustika Naga Bumi   Aji vs Ki Brenggolo Karang 2

    Belum juga sempat menyeimbangkan tubuhnya, serangan kembali muncul tanpa terlihat oleh mata Aji. Dia hanya merasakan energi besar saja yang bergerak menyerangnya. Aji kembali bergerak menghindar. Dia melompat menyamping dua langkah. Namun tiba-tiba sebuah pukulan menghantam punggungnya dengan begitu keras, hingga membuatnya terjungkal dan bergulingan di tanah berulang kali. Batuk kecil terdengar dari mulut Aji. Sesaat kemudian, darah segar meleleh keluar dari sudut bibirnya. Sambil bangkit berdiri, dia mengusap darah tersebut dengan punggung tangannya. Belum sempat pemuda itu berdiri tegak, kembali sebuah serangan yang tidak bisa dilihat menghajar dadanya dengan telak. Beruntung Aji masih sempat menahannya dengan menyilangkan kedua tangannya di depan dada ketika merasakan energi besar yang bergerak ke arahnya. Meskipun bisa melindungi dadanya, tapi tak urung tubuh Aji harus kembali terlempar hampir 12 langkah ke belakang hingga membentur sebuah batang pohon.Batuk kecil kembali te

  • Mustika Naga Bumi   Aji vs Ki Brenggolo Karang

    Sementara itu di sekitar lembah, terdapat sebuah gubuk kecil yang berdiri di dekat sungai kecil. Air di sungai itu berasal dari air terjun yang berada tidak jauh dari gubuk itu berdiri. Di dalam gubuk, Sanjaya terlihat duduk sendirian di sudut ruangan dengan wajah pucat pasi. Dia menunggu kedatangan Ki Brenggolo Karang yang menemui Caraka sejak dia baru datang di gubuk tersebut. Menjelang tengah malam, Ki Brenggolo Karang akhirnya kembali ke gubuknya yang biasa digunakannya beristirahat sehari-hari. Sanjaya yang tertidur sambil memeluk lutut, terbangun ketika terdengar suara pintu dibuka. “Ki, akhirnya kau kembali,” ucap Sanjaya pelan.“Kenapa kau kemari tanpa membawa gadis, Sanjaya? Apa kau tidak tahu jika proses yang dilakukan Guru Caraka sudah mendekati akhir?” tanya Ki Brenggolo Karang seraya menatap tajam Sanjaya yang menunduk ketakutan.“Maaf, Ki, sebenarnya tiga gadis tambahan yang dibutuhkan sudah tersedia, tapi sebelum aku membawanya kemari, ternyata anak buahku telah menc

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status