Share

Nayla Bertemu Andra

Tiara bergetar ketakutan saat melihat Andra yang sedang membuka bajunya di hadapannya itu.

"Jangan, Ndra. Aku mohon.." Tiara memohon sambil terisak dan merapatkan selimut untuk menutupi tubuhnya yang sudah polos itu.

Dia beringsut mundur saat Andra menaiki tempat tidur sambil menatapnya seperti pemangsa.

"Malam ini juga kamu bakalan jadi milik aku, Tiara," ucap Andra yang semakin mendekati gadis cantik yang ketakutan itu.

"Enggak! Jangan, aku mohon biarin aku pulang."

Lagi dan lagi Tiara terbangun dari tidurnya dengan napas yang tersengal-sengal. Mimpi itu lagi.

"Mama kenapa?" Tiara menoleh dan melihat Nayla yang juga terbangun itu. Dia segera memeluk buah hatinya itu agar anaknya tidak khawatir.

"Mama nggak apa-apa kok, Nak. Cuma mimpi aja,"

"Mama mimpi apa? Kok takut gitu?"

Tiara terdiam. Dia tidak mungkin menceritakan yang sebenarnya kepada anaknya itu.

"Mama mimpi apa?"

"Mama cuma mimpi ketemu sama Papanya Nayla aja kok. Kan Mama udah lama nggak ketemu Papa," jawab Tiara yang berbohong sambil mengusap rambut anaknya dengan sayang.

"Terus Papa ngomong apa sama Mama? Papa nanyain Nayla nggak?"

Tiara menghela napas. Tidak tahu lagi harus menjawab apa.

"Kita bobo lagi aja yuk, sayang. Masih malem banget loh ini," bujuk Tiara dengan lembut. Nayla mengangguk di pelukannya.

"Iya, Ma. Nayla masih ngantuk."

Tiara pun melepas pelukannya dan kembali berbaring di tempat tidur yang diikuti oleh anaknya itu. Dia tidur sambil memeluk anaknya. Dia hanya berharap semoga mimpi buruk yang membuatnya trauma itu segera hilang dari hidupnya.

Di waktu yang sama Andra sedang merokok di teras kos-kosannya sendirian. Dia kembali terbayang wajah anaknya Tiara yang memang secantik ibunya itu. Dia tersenyum lembut, dia sangat berharap bahwa dugaannya benar kalau anak itu adalah darah dagingnya sendiri.

"Andra, sendirian aja nih? Mau Tante temenin nggak?"

Andra menoleh, terkejut melihat Tante Mia yang baru saja pulang kerja itu menatapnya genit. Selalu saja Tante Mia seperti itu padanya padahal di dalam kosan Tante Mia ada sang suami. Heran juga Andra dibuatnya.

"Nggak deh, Tante. Makasih," sahut Andra sesopan mungkin. Dia baru di tempat itu jadi dia harus menjaga sikapnya.

"Yang bener nih?"

Andra mengangguk yakin. "Iya, Tante. Serius."

"Ya udah deh kalau gitu Tante masuk dulu ya,"

"Iya, Tante selamat istirahat."

"Iya, kamu juga jangan di luar lama-lama biar nggak masuk angin nanti siapa yang ngerokin? Tapi kalau kamu minta dikerokin sama Tante sih boleh aja kok."

"Iya, Tante. Saya kebal orangnya nggak bakalan masuk angin, tenang aja."

"Oke deh kalau gitu, Tante masuk nih ya?"

"Iya, Tante." Andra mencoba untuk sabar menghadapi Tante Mia.

Tante Mia pun tersenyum genit kemudian memasuki kamar kosnya yang dia tinggali bersama suaminya.

Andra menghela napas lega.

Nayla melompat-lompat senang sambil sesekali menyanyikan lagu anak-anak menunggu ibunya yang sedang berdandan di depan cermin itu.

"Nayla sayang, bentar lagi kita mau ke mana?" tanya Tiara sambil menyisir rambutnya. Nada bertanyanya itu seperti guru yang bertanya kepada muridnya di kelas.

"Nayla sama Mama mau beli sayuran di depan rumah," jawab Nayla yang berhenti sejenak melompat-lompat.

Tiara tersenyum senang. Anaknya itu lucu dan menggemaskan sekali.

"Pinter anak Mama."

"Iya dan Mamanya Nayla juga cantik," sahut anak itu sambil tersenyum memandangi ibunya.

"Anak Mama juga cantik."

Tiara pun kemudian menggendong Nayla dan berjalan ke luar rumahnya untuk membeli sayuran pagi itu.

"Yuk kita beli sayuran buat Nayla sarapan."

"Iya. Nanti Mama masakin buat Nayla yang enak ya?"

"Siap, Tuan Putri."

Ibu dan anak itupun tertawa bersama.

Tanpa mereka berdua ketahui ada Andra yang sejak tadi menatap ibu dan anak itu dari balik pohon. Pandangan matanya melembut ke arah mereka berdua.

"Tiara cuman dasteran gitu aja cantik banget," gumam Andra yang tersenyum kagum melihat Tiara.

"Eh ada Neng Tiara sama Nayla. Mau beli apa anak cantik?" sapa ibu penjual sayur itu sambil mengelus pipi gembil Nayla membuat anak itu tersenyum.

"Nayla mau beli sayuran," jawab Nayla polos.

Ibu itu tertawa terhibur. "Anak pinter. Iya Nayla harus makan sayur biar cepat besar dan tambah pintar ya."

Nayla mengangguk semangat.

"Anaknya Neng Tiara udah cantik, pintar lagi," puji ibu ibu yang lain yang juga membeli sayur itu dengan penuh rasa kagum melihat ibu dan anak itu.

"Terima kasih, Ibu," sahut Tiara sambil tersenyum sopan. Dia kemudian menatap anaknya. "Ayo Nayla bilang apa?"

"Makasih," ucap Nayla polos.

"Sama-sama, sayang. Duh gemes banget deh."

Karena Tiara cukup repot harus menggendong Nayla sambil memilih sayuran, diapun menurunkan anaknya itu.

"Kamu di sini aja, jangan ke mana-mana ya, Nak?" pinta Tiara.

Nayla mengangguk patuh.

Namun yang namanya anak kecil yang inginnya selalu bermain dan mempunyai rasa keingintahuan yang besar, Nayla pun berjalan pergi tanpa sepengetahuan ibunya itu.

Dia berjalan pergi dengan kaki mungilnya itu hingga ke tengah jalan raya. Kemudian ada sebuah motor yang melaju kencang ke arahnya. Untunglah Andra segera sigap datang kemudian menggendong anak itu dan menepi. Anak itu menangis keras di gendongannya.

"Cup cup cup sayang, udah ya jangan nangis. Kamu udah aman sama Papa. Anak Papa pinter, nggak boleh nangis ok?" bujuk Andra yang saking cemasnya hingga tanpa sadar menyebut dirinya Papa kepada anak yang masih menangis histeris itu.

"Woy! Yang becus dong jagain anaknya!" seru si pengendara motor itu dengan murkanya kemudian melajukan motornya pergi.

Andra diam saja hanya meliriknya sekilas karena sibuk berusaha menenangkan Nayla.

"Udah ya, Nak. Ada Papa di sini, kamu nggak usah takut lagi ya?"

Benar saja, perlahan tangisan Nayla mereda. Andra tersenyum lega dan menatap anak itu dengan tatapan penuh rasa sayang.

"Gitu dong, anak Papa pinter."

Nayla bingung menatap Andra. "Om Papanya Nayla?" tanyanya bingung.

Andra jadi gelagapan sekaligus terkejut juga dengan perkataannya sendiri itu.

"Nayla!" seru Tiara sambil menghampiri Andra dan segera mengambil Nayla dari gendongan pria itu yang tanpa sadar hanya membiarkannya saja.

"Mamaaaaa...huaaaa.." Nayla kembali menangis melihat ibunya yang cemas itu.

"Nayla, kamu nggak apa-apa kan, Nak?" tanya Tiara sambil memeriksa badan anaknya itu kemudian menghela napas lega karena di badan anaknya itu memang tidak ada luka sedikitpun.

"Mamaaaa..huaaa.."

"Cup cup cup sayang. Nggak apa-apa udah kamu nggak usah takut lagi, Mama udah di sini sama Nayla. Ya?"

"Nayla tuh bener-bener harus diawasin, Tiara. Untung aja tadi aku ngeliat." Andra menasehati dengan lembut.

Deg!

Tiara akhirnya baru tersadar bahwa Andra sejak tadi berdiri di hadapannya persis. Saking paniknya dia sampai tidak sadar jika penolong anaknya adalah Andra. Dia kembali pucat pasi dan tubuhnya bergetar ketakutan.

"Makasih udah nolongin anak saya," sahut Tiara yang memeluk anaknya posesif.

"Iya, Tiara. Lagian kan udah kewajiban aku buat jagain anak kita juga," balas Andra tanpa sadar.

Apa? Anak kita dia bilang? Tiara terkejut mendengarnya dan memberanikan diri menatap Andra dengan tatapan ketidaksukaannya itu. Diapun mundur dan menjauhkan anaknya dari jangkauan Andra yang mengulurkan tangannya ingin menyentuh anaknya itu. Dan tanpa berlama-lama diapun segera pergi meninggalkan Andra yang kembali dibuat sedih olehnya.

Nayla menatap bingung pada ibunya itu, dia menolehkan kepalanya ke belakang untuk menatap Andra yang masih berdiri murung di sana.

"Mama, tadi Om baik yang itu bilang sama Nayla katanya Om itu Papanya Nayla," ucap Nayla dengan polosnya.

Tiara terkejut mendengarnya. Apa maksudnya orang itu mengatakan hal seperti itu kepada anaknya?

"Nayla, kamu jangan dengerin omongan dia ya? Inget kata Mama ok?"

Nayla mengangguk meski bingung.

Andra segera masuk ke dalam kamar kosnya dan meninju dinding dengan keras sehingga membuat tangannya itu berdarah. Tapi dia tidak peduli, rasa sakit di tangannya itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan rasa sakit yang dia rasakan di hatinya.

"Gua tau banget kalau kesalahan gua di masa lalu itu fatal banget. Tapi bukan berarti dia bisa kayak gitu terus ke gua," desisnya murka.

Dia kemudian menggeram marah. Apa dia harus menggunakan cara kekerasan kepada wanita itu?

Namun amarahnya itu perlahan menjadi hilang saat teringat wajah polos Nayla yang menggemaskan dan membuat hatinya menghangat itu. Iya benar juga, jika dilihat lebih dekat anak itu memang terlihat mirip dengannya. Dia menjadi semakin yakin kalau Nayla adalah putrinya. Tapi tunggu dulu, bukannya Tiara itu sudah punya suami ya? Jadi apa mungkin Nayla benar anaknya? Karena mungkin saja kan kalau anak itu adalah anaknya Tiara dengan pria yang berstatus suami Tiara itu.

"Gua yakin banget kalau Nayla anak gua sama Tiara."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status