Share

Raka Pulang

Semenjak kejadian pagi itu Tiara menjadi semakin tidak tenang. Ternyata Andra memang tinggal di kota ini juga. Apa maksud laki-laki itu hingga sampai menyusulnya ke sini? Jangan-jangan dia nantinya akan berbuat nekat ingin mengambil Nayla darinya. Tidak mungkin! Dia tahu betul Andra bukan orang seperti itu, dia sebelumnya sudah mengenal pria itu dengan baik hingga kejadian buruk itu menimpanya. Kejadian buruk yang Andra perbuat terhadapnya yang selalu berusaha dia hilangkan dari ingatannya itu.

Dina yang melihat temannya yang murung itupun menegurnya.

"Ra, kamu kenapa sih? Dari tadi pagi loh pertama buka toko kamu udah murung gitu? Ada apa?" tanya Dina penuh perhatian.

"Aku nggak apa-apa kok," sahut Tiara berbohong.

"Yang bener? Tapi yang aku liat kamu lagi nggak baik-baik aja deh."

"Iya, Din seriusan. Aku nggak apa-apa."

Dina menghela napas. "Apa soal suami kamu lagi? Dia masih belum hubungin kamu sampai sekarang ini? Udah lama banget loh ini."

Tiara jadi tersadar akan hal tersebut. Karena saking sibuk memikirkan tentang Andra dia sampai lupa tentang sang suami. Benar juga, memang sampai sekarang Raka belum juga menghubunginya. Sekarang dia bukan hanya cemas tapi juga curiga jadinya. Dia tidak salah dong curiga, ini sudah terlalu lama dan tidak seperti biasanya. Tak satupun telepon yang masuk dari Raka. Entah sedang apa dia di sana, apa benar untuk keperluan pekerjaan atau ada masalah lain? Dia tidak tahu.

"Mas Raka belum nelepon aku, Din," sahut Tiara sedih.

"Tuh kan bener. Aku jadi heran nih kok dia gitu sih, Ra?"

"Nggak tau juga, Din. Tapi semoga dia baik-baik aja."

"Kamu udah hubungin dia?"

Tiara mengangguk. "Iya, Din. Tapi ya gitu deh, nggak pernah diangkat. Kadang juga nomornya tuh nggak aktif."

"Kok gitu ya?"

Tapi untungnya Dina sampai sekarang tidak pernah menuduh Raka itu telah selingkuh. Karena yang dia tahu sebagian teman lain jika temannya curhat pasangannya tidak bisa dihubungi sudah pasti langsung menuduh selingkuh. Tapi Dina bukan teman yang seperti itu. Tiara jadi lega karenanya, mempunyai sahabat yang selalu bisa tahu cara membuatnya tenang dan selalu mendukungnya.

"Nggak tau deh."

Dina menghela napas. "Ya udah kamu yang sabar aja, semoga nggak lama lagi ada kabar dari suami kamu. Semoga juga suami kamu itu di sana kerjaannya lancar dan dia baik-baik aja."

Tiara mengangguk sambil tersenyum haru. "Makasih ya, Din."

Dina balas tersenyum. "Iya sama-sama. Ya udah kamu jangan sedih lagi, kamu senyum yang manis biar pelanggan kamu nggak pada kabur."

Tiara tertawa dengan candaan temannya itu.

Tiara terus tersenyum sendiri di dalam kamarnya yang sudah dia bersihkan dan dihias secantik mungkin karena baru saja dia mendapat telepon dari suaminya. Suaminya mengatakan dia sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Hatinya sangat bahagia sekali mengetahui hal itu. Dia sudah sangat merindukan pria baik dalam hidupnya itu. Suaminya tercinta. Dia tersipu sendiri memandangi wajahnya di cermin. Rambutnya yang panjang tergerai indah juga dia sengaja memakai gaun malam tipis agar menarik perhatian Raka.

Nayla sudah tertidur lelap di kamarnya karena anaknya itu kelelahan seharian aktif bermain bersama neneknya di rumah.

Terdengar pintu kamar mereka terbuka, segera Tiara membukakan pintu untuk Raka. Dia tersenyum senang akhirnya bisa melihat suaminya itu lagi. Tidak sia-sia dia selama ini bersabar untuk tidak menuduh suaminya itu macam-macam di luar kota apalagi menuduhnya telah berselingkuh.

"Mas Raka, aku kangen banget," ucap Tiara sambil memeluk lengan Raka mesra.

"Iya, aku juga kangen sama kamu. Nayla udah tidur?" balas Raka sambil meletakkan kopernya di samping tempat tidur mereka.

"Iya, Mas. Dia kecapean seharian main. Jadi langsung tidur deh."

Raka tertawa kecil. "Maklum lah, Ra. Dia kan lagi aktif-aktifnya, itu tandanya dia anak yang pintar."

Tiara tersenyum mendengar pujian Raka untuk anaknya itu.

"Iya, Mas."

"Ya udah, aku mau mandi dulu ya, Ra." Raka pamit dan berlalu menuju kamar mandi yang ada di kamar itu.

Tiara menunduk sedih dan hatinya menjadi nyeri. Sekuat apapun dia mencoba menarik perhatian Raka bahkan sampai dia menahan malunya karena memakai gaun seseksi itu namun suaminya itu tidak terpengaruh sama sekali. Selalu seperti itu, Raka tidak pernah menyentuhnya. Hanya ciuman di pipi dan pelukan mesra saja yang selama ini mereka lakukan tidak lebih. Dia jadi terluka perasaannya, status mereka memang suami istri namun mereka tidak pernah melakukan hubungan suami istri. Apakah Raka jijik dengan dirinya karena sudah hamil di luar nikah dengan laki-laki lain?

Tiara mencengkeram seprei tempat tidurnya dengan erat dan tatapan matanya berubah dingin.

"Ini semua karena orang itu! Hidupku jadi hancur!" gumam Tiara marah. Marah, kecewa, sakit hati. Campur aduk yang dia rasakan saat ini.

Akhirnya malam itu seperti biasanya pasangan suami istri tersebut tidur saling memunggungi. Air mata Tiara terus mengalir meratapi kesedihannya. Hingga kini ternyata Raka masih belum bisa menerima dirinya sepenuhnya. Lalu untuk apa pria itu dulu bersedia untuk menikahinya jika hanya untuk memperlakukannya seperti ini?

Pagi harinya Raka menceritakan tentang pekerjaannya di luar kota itu saat mereka sedang sarapan bersama di meja makan. Pria itu mengaku sangat sibuk dan juga jaringan di sana lumayan susah jadi tidak bisa menghubungi Tiara. Namun pekerjaannya dan juga dirinya baik-baik saja jadi dia berkata kepada istrinya itu untuk tidak perlu cemas.

Tiara hanya mengangguk saja, dirinya lega karena suaminya baik-baik saja.

Sementara itu Andra sedang celingak celinguk mencari keberadaan Tiara di pasar pagi itu sebelum berangkat kerja. Dia sangat berharap Tiara pergi ke pasar bersama Nayla untuk berbelanja. Namun sudah sekitar satu jam lebih wanita itu tidak terlihat di manapun. Mungkin hari ini wanita itu tidak pergi ke pasar. Dia sudah sangat ingin melihat Tiara dan juga Nayla namun harapannya itu harus pupus kembali.

Andra menghela napas berat. Wajahnya terlihat kecewa sekali dan juga muram.

"Woy Bos bocil!"

Andra pun menoleh dan terkejut melihat si bos copet yang pernah ingin mencelakai dirinya itu berjalan menghampirinya. Dia pun bingung saat bos copet itu duduk di sampingnya di kursi beton.

"Ngapa lu ke sini, Bang? Pagi-pagi udah mau nyopet aja lu?"

Si bos copet tertawa keras. "Lu tenang aja gua udah kagak jadi copet lagi. Noh gua di mari karena jualan buah-buahan." dia menunjuk ke arah dagangannya yang tak jauh dari posisi mereka duduk itu.

Andra manggut-manggut takjub. "Hebat lu, Bang!" pujinya bangga.

"Iya dong, ini kan semua karena elu, Bos bocil. Makanya gua jadi sadar dah. Noh anak buah gua juga sekarang udah berhenti jadi copet dan jualan juga noh sayur dan lain-lain."

Andra tersenyum. "Bukan karena gua lah, itu karena kemauan lu sendiri Bang yang pengen sadar," jawab Andra. "Jangan panggil gua Bos bocil kagak enak kedengarannya gua kan bukan bocah. Gua Andra."

"Oke deh, gua namanya Arman." Bos copet yang ternyata bernama Arman itu memperkenalkan diri.

Andra mengangguk. "Oke, Bang Arman. Hebat lu gua acungin jempol beneran dah. Baru berapa hari lu ketemu gua tapi sekarang udah nyadar aja lu. Keren lu."

"Iya lah, ngapain gua nunggu lama buat sadar kan umur kagak ada yang tau. Ya nggak?"

"Yoi, bener banget tuh." Andra mengangguk setuju.

Arman menghela napas berat. "Gua jadi malu nih sekarang, malu banget gua."

"Malu kenapa?" Andra menoleh menatap Arman ingin tahu.

"Gua malu kalau inget masa lalu gua, Ndra. Gua yang dari dulu udah rugiin banyak orang, gua malu sekaligus nyesel."

Andra terdiam. "Nggak usah malu, lu harusnya bersyukur karena kagak semua orang tuh bisa sadar dan berubah jadi lebih baik."

"Iya sih, coba ya kalau ketemunya sama orang baik macem elu dari dulu mungkin gua udah sadar dari lama."

Andra menghela napas. "Gua juga bukan orang yang baik kok. Bisa dibilang gua malah lebih jahat dari elu."

Arman sontak menatap Andra dengan tatapan tak percaya. "Masa sih? Nggak mungkin lah orang kek elu kriminal."

"Gua cuman bilang apa adanya aja."

"Yang bener lu?"

Andra tersenyum pahit. "Lu nggak percaya kan? Apalagi gua, gua aja heran kok gua bisa kejam kek dulu itu."

Arman berdecak. "Kagak percaya gua. Masa tampang baik-baik kek elu gini bisa punya riwayat kejahatan? Palingan lu cuman mau ngehibur gua doangan biar gua kagak sedih sedih amat kan?"

Andra tersenyum tipis. Dia sendiripun sampai sekarang memang tak pernah menyangka dia bisa sekejam itu kepada Tiara sampai wanita itu takut kepadanya.

"Lu udah sarapan belum? Kalau belum yuk makan di warung bareng gua, santai aja gua yang traktir!" ajak Arman pada Andra.

"Udah kok."

"Boong lu palingan. Udah lu ikut gua makan makan gorengan atau apa yok!"

Arman pun bangkit berdiri dari duduknya itu diikuti Andra.

"Oke lah."

Arman pun tertawa senang dan berjalan memasuki warung makan bersama Andra.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status