Sepanjang jalan menuju ke kediaman Raja untuk bekerja, Sinar hanya melamunkan semua takdir hidupnya yang tiba-tiba saja menjadi berliku. Kemarin lusa, setelah bercengkrama akrab dengan begitu mesra bersama Bintang, Sinar memutuskan menolak ajakan pria itu untuk kembali menikah siri dengannya. Meskipun Bintang masih saja berkeras mengatakan, kalau nantinya akan mengisbatkan pernikahan mereka di pengadilan agama. Namun, tetap saja banyak keraguan di hati Sinar dan ia tidak ingin melakukan sesuatu yang sedari awal sudah diragukannya.
Apapun alasannya, tidak ada yang bisa mejamin masa depan. Sinar hanya mau menikah kembali, jika semua sah, baik di mata agama juga hukum. Untuk itu, mereka kembali berdebat dan tidak ada titik temu hingga Bintang pulang, dan tidak menghubunginya sama sekali hingga saat ini. Sinar tahu, kalau pria itu tengah marah dan kecewa karena tidak bisa lagi bersama, karena Sinar menolak untuk melakukan pernikahan siri.
Itu baru masalah nikah siri, Sinar
âArgh!â âFvck!â âSINAR!â Pras mundur satu langkah tanpa melepas cengkraman tangannya, yang masih saja mengalung erat pada pergelangan tangan Sinar. Satu tangan bebasnya mengusap darah yang merembes pada sisi bibir, yang baru saja digigit dengan sangat kencang oleh Sinar. Sementara itu, Sinar masih saja kesusahan untuk melepaskan tangan Pras, yang begitu erat mencengkram pergelangan tangannya. Tubuhnya sampai harus menggeliat untuk menarik tangan kanannya, namun tetap tidak bisa. Ia merasa, saat ini tangannya sudah memerah karena cengkraman itu terasa semakin kuat, setelah Sinar menggigit bibir kissable pria brengsek, yang masih sibuk mengusap darahnya. âKamu!â Pras kembali menghempas tubuh Sinar ke dinding. âPras! sakit!â pekik Sinar yang merasa pergelangan tangannya semakin terasa memanas. Pun punggungnya terasa kebas karena sudah terhempas kasar sebanyak dua kali. Pras tidak memedulikannya. Sinar benar-benar membuat
"Tante, mau ngomong apa sama bunda?" tanya Sinar penasaran.Aida tersenyum penuh maksud. "Tante ..." menggantungnya sejenak untuk menatap putra sulungnya yang juga menatap Aida dengan tajam. Bukannya tidak sopan, tapi, tatapan Pras memang seperti itu ke semua orang, tidak bisa diubah.“Pras, kamu tahu kan, kalau nguping pembicaraan orang lain itu gak baik?” lanjut Aida menaikkan kedua alinya.“Tahu,” jawab Pras pendek. Tapi tidak mengerti kemana arah pembicaraan sang mami.“Terus, ngapain kamu masih di sini?”Apalagi ini? Kenapa harus dirinya yang diusir keluar, seolah penguping yang hendak membocorkan rahasia penting ke negara tetangga. Bukankah, Pras yang lebih dahulu masuk ke dalam ruang kerja dan sang mami itu malah menyusulnya di belakang.“Ini ruang kerja, Mi. Bukan ruang untuk curhat.”Aida tidak menjawab argumen Pras. Tapi lirikan tajam wanita paruh baya itu, sudah menyiratkan se
Berbagai menu hidangan mewah sudah tersaji di meja makan persegi, bergaya eropa klasik. Sepuluh kursi yang melingkar dengan dominasi warna putih dengan pinggiran emas itu, kini sudah terisi dengan para komisaris utama dari Casteel High.Makan siang yang ada, bukanlah sebuah pertemuan formal. Raja pun hanya mengundang beberapa komisaris yang memang sudah sangat lama bekerja sama dengannya. Dan rata-rata, mereka semua sudah seusia dengan Raja. Sudah memilik anak serta cucu masing-masing.Raja juga sudah mengenalkan Sinar sebagai sekretaris pribadi, yang akan menangani segala hal terkait pencalonannya untuk menjadi gubernur. Ada beberapa yang langsung menggoda Sinar secara frontal, dan sisanya hanya tersenyum tanpa bisa diketahui maksudnya.Seperti biasa, image seorang sekretaris akan selalu menyimpan kesan 'miring' tersendiri di mata publik. Terlebih, jika sang sekretaris memiliki paras, serta lekuk tubuh yang mampu membuat para pria tidak mengerjab saat men
Tatapannya mengarah serius pada tablet yang ada di genggaman. Tertunduk untuk menggeser slide demi slide foto yang terpampang di dalam sana. Raja tengah mengamati beberapa rumah kosong yang rencananya akan digunakan sebagai posko pemenangannya.Pendaftaran calon pemilihan kepala daerah memang masih diadakan tahun depan. Tapi, untuk memenuhi semua persayaratan yang dibutuhkan, Raja harus bergerilya dari sekarang untuk mencari dukungan masyarakat.“Pihak Partai Demokrasi menghubungiku tadi siang.” Pras masuk ke dalam ruang kerja Raja, tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Melonggarkan dasinya lalu menjatuhkan tubuh di sofa yang langsung berhadapan dengan meja kerja Sinar. Tatapan keduanya beradu sejenak, sangat singkat. Hanya dalam hitungan detik, dan Sinar memutusnya lebih dulu.“Padahal Papi sudah umumkan kalau akan maju lewat jalur independen.” Raja meletakkan tabletnya di atas meja. Meregangkan leher penatnya sejenak, kemudian menatap P
Sinar menatap waspada, tapi tidak bisa menjaga jaraknya ketika Pras semakin menggeser tubuhnya mendekat. Sinar semakin menghimpitkan tubuhnya di ujung. “Ke-kenapa ditutup? A-aku bakal lompat kalau kamu berani macam-macam.”Pras berhenti, menyisakan jarak 10 senti diantara mereka. Memutar tubuh dengan kedua tangan terbuka, yang bertumpu pada kepala jok depan dan belakang. “Kamu … mau lompat? Aku dengan senang hati membukakan pintu untukmu.”“Dasar breng—”“Sshh!” telunjuk tangan kiri Pras terjatuh di atas bibir tipis yang kini terkatup rapat, karena mendapat tatapan yang sangat mengintimidasi. “Aku sudah pernah bilang, kan, jaga ucapanmu saat bicara denganku.”Sinar menggangguk kecil, paru-parunya seolah terhimpit oleh beban berat, hingga kesulitan untuk menarik udara bebas di sekitarnya. Terlebih, dengan jarak sedekat ini, Sinar dapat kembali menghidu aroma Pras seperti pagi tadi. Me
Sinar berdiri beku. Kedua tangannya masih memegang bagian atas pintu mobil yang terbuka. Kakinya seolah berat melangkah, terpaku bak akar pohon yang telah menancap sejak berabad lamanya. "Diantar siapa kamu, Nar?" Melihat dari sedan mewah keluaran eropa, yang baru saja ditumpangi oleh Sinar. Tidak mungkin rasanya, kalau roda empat itu adalah sebuah taksi on-line. BMW yang membawa gadis itu memang bukan seri terbaru, tapi, harga yang dipatok untuk keluaran 3 series saat ini masih ada dikisaran harga 1 miliar. Ada yang di bawah itu, dan tidak jarang juga yang masih dijual di atas harga tersebut. Belum sempat Sinar menjawab pertanyaan bernada dingin itu, pria yang bertolak pinggang di depan pagar itu mengajukan pertanyaan berikutnya. "Kenapa gak bilang kalau kamu sekarang kerja lagi?" Kembali, belum lagi sempat Sinar memuntahkan kalimat jawaban, seseorang telah menyerobot dengan mengucapkan kalimat datarnya. "Ah! Ada reuni
Jika dilihat sambil lalu, tidak ada yang pernah menduga kalau hubungan Pras dan Bintang sebenarnya saling menusuk di belakang. Tapi, bila sudah duduk membahas pekerjaan, keduanya fair, bisa saling bertukar pikiran dan saling mendengar, agar tujuan mereka bisa selaras.“Jadi, kapan aku bisa ketemu pak Raja?”Pras telah menjelaskan beberapa bagian penting perihal pencalonan Raja, yang saat ini membutuhkan seorang konsultan hukum. Bukan hanya satu orang sebenarnya, Pras juga tengah memilah beberapa lembaga yang benar-benar independen, bersih dan sama sekali tidak ada indikasi keberpihakan.Dan setelah memikirkan lebih lanjut, mempertimbangkan ucapan Sinar pada saat makan siang. Akhirnya Pras memutuskan, kalau ia perlu menggandeng Bintang untuk berada di sisi Raja. Namun, tentu saja ada syarat dan ketentuan yang berlaku di balik itu semua. Pras sendirilah yang akan mengatur tentang kapan, dan di mana Bintang akan bertemu dengan Raja.&ldq
Telapak tangan Bintang menyatu di depan bibir dengan siku bertumpu di atas paha. Memandang dingin, sekaligus menghela besar, pada Sinar yang salah tingkah karena ucapan Pras. Ingin rasanya tidak mempercayai Pras, tapi, Bintang memang melihat sebuah jejak merah pada garis leher yang tertutup kerah. Jika dilihat sekilas, memang tidak akan tampak. Tapi jika di teliti lagi, Bintang yakin, kalau tanda merah tersebut adalah sebuah kissmark.Setelah memuntahkan kalimat yang sangat provokatif. Pras melenggang begitu saja keluar dari rumah Sinar. Sungguh, tidak ada beban sama sekali, yang terlihat pada wajahnya.“Jadi, itukah alasannya kamu menolak untuk kembali menikah denganku, Nar? kamu sudah jadi mainannya Pras?”Mainan?Ya! mungkin benar, apa yang Bintang katakan barusan. Sinar hanyalah sebuah mainan bagi Pras. Bukankah sudah jelas, kalau dari awal, Pras mengatakan ingin membawa Sinar ke ranjangnya. Pria itupun juga tidak peduli dengan kondisi Sin