“Sinaaar …”
Sinar yang tengah memilah pakaian untuk dimasukkan ke dalam mesin cuci pun menghela. Mendiamkan sang bunda yang berteriak memanggilnya dari ruang tengah, sebentar.
“Sinaar, ada Pras! buruaan!”
Mendengar nama Pras disebut, Sinar yang tengah duduk di bangku plastik kecil itu langsung menegakkan tubuh. Mau apa pria itu ke sini, pagi-pagi begini, batin Sinar. Pasti mau bikin masalah, karena semalam Sinar tidak menemuinya di gala diner. Sampai pagi ini pun, Sinar masih mematikan ponselnya. Karena Ia tidak ingin mendapat telepon dari pria itu.
“Sinaar!” panggil sang bunda sekali lagi.
“Iyaa, Bund.” Sinar meninggalkan pakaian kotor yang menumpuk begitu saja. Buru-buru berdiri dan pergi ke depan untuk menemui Pras.
Namun, semua tidak seperti yang ada di pikiran Sinar. Ketika memasuki ruang tengah, July langsung menegurnya dengan mimik yang tidak bisa ditebak sama sekali.
&ldqu
“Ayo turun.”Wajah Sinar masih saja tertekuk malas. Memasang raut datar, meskipun ada secercah rasa bahagia yang mengembang di dalam dada.“Aku khusus ngambil libur hari ini buat kamu, jarang-jarang, kan, aku ambil libur pas weekend gini.”Sinar mencebik. Namun, sudut bibirnya tertarik menahan senyum. Selama dua tahun mereka menikah, Bintang memang sangat jarang mengambil libur pada saat weekend seperti ini. Andaipun pria itu libur, tetap saja ia berkunjung ke kantor, karena dunia pertelevisian yang digelutinya sangatlah dinamis. Program akan terus berjalan 24 jam dalam sehari selama satu minggu. Dan, Sinar harus bisa memakluminya selama dua tahun berstatus sebagai istri Bintang.“Ayolah, sweetheart. Waktuku hari ini cuma buat kamu. Aku milikmu seharian ini.”“Gombal! Gak usah ngerayu! Entar juga dapet telpon dari kantor, Mas Bin bakal pergi kayak biasanya.” Sinar masih anteng duduk di kursi penumpang
Mulut Sinar menggembung penuh. Mengunyah roti yang berisi krim cokelat dengan hati yang berkecamuk. Setelah mendengar penuturan Raja kemarin, sepulang pria itu dari pengadilan. Mengenai dugaan kalau Pras dijebak, akhirnya di sinilah Sinar berada. Di sebuah ruang khusus, tengah menunggu kedatangan pria yang sudah tidak ditemuinya selama dua bulan.Tapi, apa hubungan antara Pras dijebak, dan Pras meminta Sinar untuk datang bertemu dengannya? Sinar masih belum bisa memahaminya sampai di sini.Dan ketika pintu di depannya terbuka, tatapan keduanya bersirobok tajam. Kunyahan Sinar di mulut semakit cepat, begitupun dengan deru napas yang semakin kasar. Tidak ingin memulai pembicaraan, Sinar memilih diam.Hal yang sama dilakukan oleh Pras, sejak langkahnya telah melewati pintu. Ia duduk dan hanya menatap Sinar yang sibuk memakan roti dan mengunyahnya dalam diam. Pras dapat melihat, kalau manik Sinar penuh dengan kekesalan di dalamnya.Hening.Sampai akhir
Cemburu sama Gina katanya? Jelas saja Sinar berdecih tajam dalam hati. Tingkat rasa percaya diri seorang Pras memang tidak ada tandingannya. Selalu saja menyudutkan Sinar jika wanita itu sedang membicarakan masalah Gina. Tidak ⌠Sinar tidak cemburu karena pernah melihat Gina menjenguk Pras sebanyak dua kali kala itu. Yakni pada hari pertama Pras tertangkap. Kaki Sinar sudah menyentuh aspal parkiran polres tempat Pras di tahan, namun, langkah elegan Georgina Tan yang baru menghentak pelataran kantor polisi pada waktu itu, mengurungkan niat Sinar untuk menjenguk Pras. Dan yang kedua, sepulang Sinar menjenguk Pras di hari ke tujuh pria itu di tahan. Sinar melihat Gina baru keluar dari mobilnya di parkiran, dan entah mengapa Sinar merasa kesal akan hal itu. Lantas, untuk masalah Bintang ⌠entah mengapa Sinar tidak bisa percaya begitu saja tentang ucapan Pras kala itu. Meskipun, jika dipikirkan lagi, Bintang memang sanggup melakukan semuanya dan punya motif untuk
Suara tarikan kursi, membuat July yang sedang mencuci tangan, menengok ke belakang melalui pundaknya. Terlihat Sinar sudah duduk dan sedang mengambil roti tawar di atas meja makan.“Bunda cuma masak nasi, kalau mau sarapan, goreng telor, aja, ya,” kata July seraya mengeringkan tangannya dengan serbet. Wanita paruh baya itu lantas duduk di samping Sinar, juga mengambil satu buah roti tanpa diolesi selai sama sekali. Langsung melahapnya dengan satu gigitan besar.Sinar tidak mengangguk maupun menggeleng. Ia hanya menatap sang bunda dengan banyak pikiran yang berlari di dalam kepala. Menunggu kunyahannya tertelan, baru Sinar berujar, “Bunda, ni misal yaa, misal … Jonas nabrak anak orang terus dia sembunyi, bunda bakal ngasih tahu polisi gak, kalau bunda tahu? Atau, bunda diem aja. Pura-pura gak tahu, padahal yang ditabrak lagi operasi di rumah sakit karena Jonas.”“Gak usah pakek dimisal-misalin segala deh, Nar.” July bera
Setelah semalam mereka telah bertemu dengan agenda dadakan. Pagi ini, Lex kembali datang untuk menemui Pras sebelum berangkat menuju Firma Sagara. âAda apa lagi?â tanya Pras setelah duduk pada kursi yang bersebrangan dengan Lex. Lex mengangkat kedua tangan untuk beberapa detik. âSinar menolak pindah ke apartemen, menolak diantar jemput dengan Arkan dan juga menolak untuk mendapat perlindungan saksi yang kita tawarkan.â Wajah santai Pras berubah datar. âApa alasannya?â âSinar gak mau menerima bantuan apapun, yang masih berhubungan denganmu, Pras.â Lex mengetuk-ngetuk jemarinya di atas meja, menunggu jawaban dari Pras yang masih berpikir. âTetap ajukan perlindungan saksi, dan cari orang buat ngawasi dia, Lex,â titah Pras. âLalu, minta Sinar untuk temui aku.â âSinar sudah ngira, kalau kamu bakal minta dia untuk ketemu kamu,â jawab Lex santai, menyilang kaki dan menyandarkan satu sisi tubuhnya pada punggung kursi. âDan dia bilang, gak mau ketemu kamu lagi.â Lagi, Sinar kembali tidak
âKok gak pernah bilang, kalau yang beli apartemenmu ini, Si Pras?â July sibuk mengeluarkan baju Sinar dari koper dan meletakkannya ke lemari. âBunda malah tahunya dari Bu Aida, gimana ceritanya, Nar?â Aida sendiri sebenarnya tidak tahu menahu, bagaimana Pras bisa mengetahui kalau Sinar memiliki apartemen. Aida juga tidak mengetahui kalau apartemen tersebut saat ini sudah jadi milik Pras. Karena Pras hanya mengatakan, agar Sinar pindah ke apartemennya yang lama untuk sementara waktu. Karena kemanan di sana lebih lengkap, serta ada CCTV yang mengawasi selama 24 jam. Untuk itu, July hanya diam saja ketika Aida menceritakan semuanya. Ia hanya ingin mengkonfirmasi seluruhnya pada Sinar. Karena setahu July, Sinar telah menjual apartemennya tapi tidak tahu kepada siapa. Hingga akhirnya malam ini, ketika July dan Jonas mengantarkan beberapa pakaian dan perlengkapan Sinar ke unit apartemennya. âTadinya mau aku jual ke Bira, tapi malah Pras yang beli,â Sinar me
Selagi semuanya sibuk dengan euforia kebahagiaan, karena Pras sudah terlepas dari tuduhan. Sinar dan keluarganya, lebih memilih untuk menepi sejenak ke kafetaria pengadilan. Bersembunyi di meja ujung, agar tidak terlihat oleh beberapa wartawan yang mungkin saja akan meminta beberapa keterangan dari Sinar.July membawakan satu botol air mineral dan satu buah roti kemasan yang baru saja di belinya di kafetaria tersebut. Menyodorkannya di depan Sinar yang tengah mendamaikan hati, dari sisa-sisa isakan di dadanya.“Bu Aida bilang, kamu gak perlu kerja hari ini sama besok, ada Bira yang bisa nemeni Pak Raja sementara,” ucap July yang duduk di sebelah Sinar, sembari mengusap punggung putrinya itu.Sinar hanya mengangguk meraih botol air mineral yang sudah dibuka oleh Jonas dan meneguknya hingga setengah lalu menutupnya kembali.“Baju-bajumu, nanti biar Jonas yang ambil di apartemen,” July kembali berujar menambahkan.“Gak bi
Keduanya terdiam saling tatap. Menunggu Lusi membukakan pintu apartemen dalam posisi yang sama. Saling bersebrangan dengan meja makan sebagai pembatas.Tak berapa lama kemudian, Lusi kembali dengan canggung. Karena sejatinya, wanita itu mendengar pertengkarang yang terjadi antara Pras dan Sinar meskipun tidak semuanya.“Ibu Aida sudah datang, Mbak, permisi,” ucap Lusi, kemudian kembali berlalu ke kamarnya dengan sopan.Pras menatap dingin pada Sinar sebelum akhirnya tubuh pria itu berbalik. Mendapati sang mami dan Bira yang sudah berada di ruang tengah yang memang menjadi satu dengan dapur.Aida menghela, saat benar-benar melihat Pras berada di apartemen yang sama dengan Sinar. Wanita itu pun menghampiri keduanya, lalu lebih memilih duduk di kursi meja makan. Manik Aida kemudian tertuju pada dua buah piring kosong yang berdampingan di atas meja, pun dengan dua buah gelas dengan kondisi serupa.“Kalian berdua sudah sarapan?”