Sampai di ruangannya.
Aelyn dengan wajah cerianya berjalan mendekati Revan yang masih sibuk dengan layar monitor dihadapannya, tanpa berpikir panjang Aelyn memberikan minuman kaleng itu padanya, dengan senyuman bahagia yang terus mengisi wajahnya, tidak ragu untuk memperlihatkan indahnya lesung pipinya.
“I Got It, Van!” Ucapnya dengan senang, dirinya tidak sabar untuk menjelaskan ide brilian yang muncul begitu saja, rasanya Aelyn yakin jika ide kali ini akan langsung disetujui oleh Ellena dan pria menyebalkan itu, Ethan Stevano.
“Why Aelyn?” Revan memutuskan untuk menatap ke arahnya, dia mengabaikan pekerjaannya sejak untuk mengetahui hal apa yang membuat gadis itu tersenyum bahagia, momen yang sang langka ketika Aelyn begitu, karena seceria apapun gadis itu tidak pernah dia menunjukkan lesung pipinya.
“Kamu tahu?”
“Tentu saja tidak, itulah kenapa aku bertanya!” ucap Revan, dia bukan orang yang suka menebak-nebak sebuah teka-teki entah itu sebuah permainan atau bukan, to the point adalah dirinya.
Aelyn mengendus tidak suka, tapi secepat itu langsung kembali berubah saat ide itu tersimpan di kepalanya, “Aku mendapatkan ide baru dari minuman ini!”
Aelyn menunjukkan kaleng minum itu, Revan memberikan reaksi lain, alasanya terangkat dengan tatapan bingung melihat kaleng minum, ide apa yang sedang gadis itu pikirkan?
“Aku tidak paham, coba jelaskan padaku tanpa harus menebak idemu itu.” ucap Revan, tangannya menarik kursi milik Aelyn dan memerintahkan untuk segera duduk.
“masa kamu tidak merasa apa yang sedang aku tunjukan?” tanya Aelyn, mau tidak mau dia mengikuti keinginan pria itu.
“Baiklah, dengarkan baik-baik. Aku akan menjelaskannya secara singkat dan kita harus menyelesaikannya malam ini.”
Revan mengangguk, dia mengambil ponselnya untuk mencatat poin penting untuk merancang semua itu menjadi sebuah proposal yang lebih baik dari buatan mereka sebelumnya dan berharap ide ini tidak lagi mendapatkan tolakan.
“Itulah ide yang terlintas karena minuman kaleng ini,” jelas Aelyn, dia tersenyum dengan bangganya dan mengapresiasi otak pintarnya yang selalu tepat waktu dalam menggambarkan sebuah hal.
“Wow, aku sungguh tidak tahu ide itu akan datang begitu saja, aku yakin Tuan Stevano akan sangat menyukai ide ini, kamu yang terbaik, jika project ini berhasil, aku akan mentraktirmu apapun!”
“Janji?” Aelyn, dia menunjukkan jari kelingking-nya untuk sebuah tradisi dalam mengikat sebuah janji.
“Tentu.” Revan melakukan apa yang Aelyn perintahkan, kedua jari saling bertautan dan janji-pun terbentuk, “Untuk apa menunggu lagi, kita selesaikan malam ini dan kita buat mereka tidak bisa menolak besok!”
Aelyn mengangguk penuh antusias, darahnya mendidih dan seluruh tubuhnya kembali proaktif setelah rasanya dia membenci hari ini, jiwa pekerja keras begitu memenuhi semangatnya.
dengan cepat keduanya langsung berbagi tugas masing-masing seperti biasanya, mengabaikan waktu yang sudah menunjukkan pukul 10 malam, dimana biasanya semua orang sudah meninggalkan gedung kantor Vic Stevano.
Beberapa jam berlalu, Revan berhenti sejenak untuk meregangkan tubuhnya, rasa kantuknya sudah tidak tertahan lagi dan rasanya tidak bisa lebih lama berada di depan monitor, dia menolak dan terkejut pada Aelyn tertidur di meja dan Revan baru menyadari itu sekarang.
Pria itu melangkah mendekati gadis itu, membuka jas miliknya, mengenakan di tubuh Aelyn dan tidak lupa untuk mematikan layar monitornya, dengan mudahnya Revan menggendong Aelyn, membawanya pada sofa di sudut ruangan kantor.
“Kamu tidak pernah berubah Aelyn, kamu begitu semangat bekerja sehingga tidak memperhatikan kondisimu.” ucap Revan. Memberikan selimut yang tersedia disana, mematikan beberapa lampu didalam ruangan.
Pria itu berjongkok di hadapan Aelyn yang tertidur pulas, merapikan helai rambut Aelyn yang menutupi wajahnya. “sampai kapan aku akan seperti ini Aelyn?”
Revan menghela nafas, dia lelah menunggu tapi dia memahami bagaimana karakter Aelyn, tapi berada berada di dekatnya dengan perasaan rumit membuat Revan tidak bisa melakukan apapun. “Aku harap, suatu hari bisa melupakanmu.”
Setelah cukup lama menatap Aelyn, pria itu memutuskan kembali pada meja kantornya, menyelesaikan tugasnya walau dirinya juga butuh istirahat tapi Revan tidak bisa melihat wajah kecewa dari Aelyn.
*********
Keesokan paginya.
Aelyn membukakan dengan keadaan panik, dia langsung terduduk di sofa dan menatap bingung ke seluruh arah, dengan kesal memukul kepalanya.
‘Bodoh! Kau tertidur Aelyn?’ ucapnya, Aelyn memaki dirinya yang memang tidak bisa menahan diri jika sudah begitu mengantuk.
Aelyn menyingkirkan selimut yang ada di tubuhnya, dengan cepat berjalan menuju meja kantornya, dia seharusnya bersyukur bisa bangun sebelum ruangan ini penuh dengan karyawan yang datang, dengan kondisi kacau Aelyn mengambil tas miliknya.
“Kamu sudah bangun?” tanya Revan, dia kembali setelah memberikan dirinya dan membawa secangkir kopi.
Aelyn terkejut sampai menjatuhkan tas miliknya, dia sangat membenci saat kondisi kacau seperti ini harus dilihat orang lain. “Ya, Van maaf. Aku tertidur!”
Revan hanya mengangguk, dia menjauh dari Aelyn untuk mengambil kotak yang ada di meja kerjanya, lalu memberikannya pada Aelyn.
“Ini pakaian untukmu, aku tidak tahu akan muat di tubuhmu tapi aku harap cocok untukmu dan pergilah mandi sebelum mereka datang.”
Aelyn menerimanya dengan ragu, dia memang berencana untuk mandi di kantor tapi pakaian? Bukankah itu juga penting, kenapa dirinya begitu bodoh!
“Terimakasih Van, aku akan menggantinya nanti.”
Tanpa berpikir panjang Aelyn langsung membawa kotak itu dan juga tas miliknya, dia tidak mau satu kantor membicarakan dirinya karena penampilan yang begitu kacau.
Aelyn berjalan tergesa-gesa setelah meninggalkan toilet, waktu sudah menunjukkan jam bekerja dan 10 menit lagi dia harus keruangan Nona Ellena.
“Akh!!!” Aelyn terjauh dengan seluruh barang yang dibawa, dia segera mengambil dan tatapan tertuju pada pria yang mengulurkan tangannya, dengan ragu Aelyn mengangkat kepalanya.
‘Ethan?’
“Bisakah jalan lihat ke depan, Nona Aelyn?” ucap Ethan, dia memang berusaha ingin membantu gadis yang padahal seharusnya dia memarahinya, tapi dia tidak bisa melakukan di depan karyawan yang berlalu-lalang.
Aelyn mengabaikan uluran tangan pria yang bahkan rela membungkuk sedikit, dia lebih memilih untuk segera merapikan barang miliknya, tapi saat akan meninggalkan tempat lengannya dicekal oleh pria itu dan membuat Aelyn bisa menatapnya sedekat itu wajah pria yang menjadi perbincangan seluruh karyawan.
“Apa?” ucap Aelyn dengan ketusnya, dia tidak suka jika sembarangan pria menyentuh dirinya.
Ethan terkejut dengan apa yang Aelyn ucapan, wow. Hanya gadis itu yang berarti berbicara ketus padanya, benar-benar seperti yang dikatakan Kevano jika Aelyn berbeda, dia tidak tertarik dengan pria tampan dan sikapnya.
“Kau punya mata bukan? Kau pikir aku tidak tahu? Apakah dirumah tidak ada air? Tidaknya sopanlah dengan atasanmu!”
Ethan melepaskan kecekalannya, dengan egoisnya melangkah dengan kalimat yang begitu jahat, dia juga merapikan pakaiannya seakan Aelyn adalah debu untuknya, dengan langkah angkuhnya pria itu terus melangkah jauh.
Mulut Aelyn terbuka lebar, dia tidak habis pikir pria yang dikatakan lembut oleh temannya ternyata memiliki mulut yang begitu brengsek! Tidak punya Air? Apakah Aelyn perlu membawa air di rumahnya dan mengirimkannya pada pria Arrogant itu?
Dengan kesal Aelyn kembali melangkah dengan suara ketukan heels yang begitu kencang.
“Lihat saja, aku pastikan kau akan memuji-muji project yang aku buat hingga kau malu mengatakan itu padaku!” ucap Aelyn dalam hatinya.
Aelyn mengusap air matanya setelah rasanya cukup untuk menangisi seorang pria lagi, masalahnya Aelyn tidak bisa lagi menahan diri untuk berhenti menyakiti dirinya, sudah berulang kali dirinya untuk sadar tapi tetap saja terus jatuh seakan dirinya bisa melewati rasa sakit itu, tidak ada yang benar-benar baik dan buruk, hanya saja harus lebih berhati-hati menentukan. Aelyn menyadarkan kepalanya di kursi, tatapannya mengarah pada keluar jendela dimana sudah tidak lagi aktivitas yang begitu sibuk seperti pagi hari, tapi malam selalu di hiasi dengan lampu jalan yang begitu indah, Aelyn tidak ingin lagi menyukai siapapun, jika perlu hisakah hatinya mati rasa saja? “Nona, Menangis bukanlah hal buruk, terkadang kita butuh hal itu untuk sedikit menghilangkan rasa sedih,” Ucap sang supir, dia memberikan tisu saat mobilnya berhenti untuk menunggu lampu hijau. “Terimakasih Pak,” Ucap Aelyn, dia mengambil beberapa lembar tisu dan mengusap wajahnya, lalu kembali menatap ke arah luar lagi, dia but
Hari ini berjalan cepat di luar perkiraan Aelyn, dipukul yang sudah menunjukkan 7 malam, Aelyn masih berada di gedung Crop Vit Stevano. bukan dirinya sedang menunggu siapa-siapa tapi dimana malam ini dirinya akan tidur, dia tidak mau kembali ke apartemen Ethan atau kembali ke apartemennya yang lama, karena laporan yang Aelyn terima barang miliknya sudah hancur terbakar dan hanya beberapa yang bisa diselamatkan. Dia sudah mendapatkan apartemen baru yang ternyata milik Samuel, harganya cukup sedikit menyisihkan tabungannya, Aelyn memilih untuk menyudahi pekerjaannya dan memutuskan untuk merapikan seluruh barang di atas meja kerjanya, dirinya tidak tahu akan kembali tapi tidak ada pilihan selain pulang ke apartemen barunya. Di dalam sana sudah disediakan seperti apartemen pada umumnya, hanya saja Aelyn tidak memiliki pakaian untuk pergi ke kantor besok atau setidaknya piyama untuk tidur malam ini. Haruskah dirinya pergi ke Mall? Tapi ini sudah malam bukan? bagai
Aelyn kembali ke ruangan kantornya dengan perasaan yang tidak nyaman, sorotan mata itu membuatnya tidak bisa melakukan pembelaan untuk dirinya, sudah jelas jika semua orang memiliki pemikiran mereka sendiri tentang kejadian itu, dan percuma saja Aelyn membuka suaranya, menjelaskan segalanya tidak akan membalikan keadaan, itu sudah terjadi dan Aelyn hanya mencoba berpura-pura tidak mengetahui apa yang terjadi.Gadis itu melewati ruangan kantor yang sudah di penuhi oleh karyawan lainnya, menarik kursinya dan duduk di sana, tidak mempedulikan apa yang mereka pikirkan dan berharap kejadian itu bisa di lupakan secepatnya, padahal hari ini Aelyn masih ada beberapa hal yang harus di lakukan di ruangan pria itu tapi—seperti dirinya akan menunda atau menyerahkannya pada yang lain.semua yang di dalam satu departemen dengan Aelyn hanya menatap gadis itu dan memperhatikan kekacauan yang tertulis jelas di wajahnya, tidak sedikit yang berpikir jika Aelyn diam-diam memiliki hu
Aelyn membalik tubuhnya hingga harus melangkah beberapa, dia terkejut melihat saat melihat siapa yang menarik tangannya, dia bahkan menjatuhkan Americano yang ada di tangannya.“Hai! Aelyn,” Sapanya, dengan senyuman manis yang membuat dirinya semakin tampan dan tidak tahu kenapa dirinya bisa berada di sini lalu bertemu dengan Aelyn.Aelyn hanya diam saat pria itu terus menatap dengan jarak yang begitu dekat, Aelyn sampai tidak bisa bergerak sedikitpun dan masih dalam balutan keterkejutannya, bagaimana bisa—jika seperti ini dirinya semakin tidak bisa hidup tenang! kenapa semua datang di waktu yang sulit untuk dirinya terima, Aelyn harus bagaimana?“Aelyn? Kau mendengarku?” Tanyanya, pria itu sampai melambaikan tangannya ke wajah gadis itu, lalu terpaksa menariknya menjauh dari lift karena mereka cukup mengganggu berada di depan sana.“Ah? Ya—Apa yang kamu lakukan di sini Samuel?” Tanya Aelyn, dia menepis perg
Bagaimana menceritakannya, ketika dering alarm bergema di seluruh ruangan, membangunkan kedua sosok yang tertidur dibalik selimut dengan terkejut hingga tidak sadar jika hari ini adalah hari waktunya mulai kembali bekerja, keduanya lupa jika kemarin adalah hari terakhir akhir pekan, dan malam panjang membuat keduanya lelah dalam kabut malam.Dengan terburu-buru mereka langsung bersiap, Aelyn sampai harus kembali mengenakan pakaian hotel dan meninggalkan Ethan begitu saja di sana, walau berbahaya dia tidak ingin mengambil resiko bersama pria itu, memikirkan kejadian apa yang sudah terjadi benar-benar membuat dirinya canggung untuk bertatapan dengan pria itu.Dan kini Aelyn terduduk di meja kerjanya dengan perasaan sulit untuk dimengerti, dia tidak percaya dan rasanya ingin menghilang saja dari muka bumi ini, bodoh sekali! sihir apa yang sudah pria itu lakukan pada dirinya, hingga tidak tahu sudah berapa kali Aelyn membiarkan dirinya kembali tidur dengan pria itu.
Aelyn kembali membuka kulkas yang bahkan sama seperti milik pria itu, banyak sekali makanan sayang sekali mereka hanya satu hari berada di sana, tangan Aelyn terulur untuk mengambil daging yang masih terbungkus dengan baik, sungguh lama dia tidak menikmati steak dan spaghetti.Aelyn memutuskan membuat makan malam sendiri di sana, karena sungguh Aelyn tidak bisa menahan jika perutnya sudah sangat lapar, dirinya lemah dengan jika berusaha dengan perut.Mengeluarkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Steak dan spaghetti, sejak kapan dirinya jadi kembali rajin masak, bukankah dirinya sangat malas jika urusan masak, dia memang suka memang suka memasak tapi dia tidak suka saat membersihkan peralatan yang dirinya jugakan.Lebih tepatnya, Aelyn malas melakukannya.Dia memakai sarung tangan karena menurutnya itu hal penting, lalu membersihkan bahan sebagai hal penting lainnya, kemudian tangannya terulur untuk mengambil pisau dan mengiris daging setipi