Share

My Assistant, My Husband
My Assistant, My Husband
Penulis: 5Lluna

Penawaran Gila

“Aku pasti sudah gila.”

Damar memegang kepalanya dengan kedua tangan dan melihat ke ranjang kosong di sebelahnya, kemudian berlanjut ke arah sekitar ranjang. Mau dilihat berapa kali pun, ada terlalu banyak pakaian yang berserakan di sekitar ranjang.

Bukan hanya pakaiannya, tapi ada juga pakaian perempuan. Bahkan pakaian dalam dan sisa karet pengaman pun berhamburan di lantai. Jelas sekali kalau di sana telah terjadi begitu banyak hal liar yang bisa dia bayangkan.

“Bagaimana bisa aku tidur dengan bosku sendiri, di hari pertamaku bekerja?” gumam Damar dengan wajah horor. “Apa ini gara-gara segelas kopi kemarin pagi?”

Sepanjang ingatan Damar, tadi pagi ketika sampai di kantor, dirinya langsung diminta membuat kopi dengan berbagai macam topping. Anehnya, bos yang katanya perfeksionis itu dan jahat, mengatakan kalau dia menyukai kopinya.

“Bagaimana bisa jadi seperti ini?” tanya Damar yang melihat ke arah kamar mandi.

Dari sana, terdengar suara gemercik air yang menyatakan kalau ada orang yang sedang mandi. Jelas saja yang ada di dalam sana adalah Audrey, bos dari Damar.

“Kopinya enak,” itu yang digumamkan Audrey pagi tadi. “Kau membuatnya dengan sangat sesuai seleraku.”

“Terima kasih.” Tentu saja Damar akan tersenyum bangga ketika dirinya dipuji, walau untuk hal sepele.

“Lulusan mana?” Enggan memuji lebih jauh, Audrey mengalihkan ke arah wawancara. Biar bagaimana, lelaki itu akan bekerja untuknya.

“Universitas I, Bu.”

“Kalau dilihat, kau lulus cum laude jurusan sekretaris. Kenapa jurusan sekretaris?” Audrey kembali bertanya, sembari membuka berkas CV sang asisten. “Saya lihat juga ada administrasi perkantoran di sini. Double degree?”

“Saya merasa menjadi asisten pribadi seseorang itu sangat keren,” jawab Damar dengan sangat yakin dan nada kekanakan. Sangat kontras dengan wajahnya yang terlihat nakal.

“Keren?” Jujur saja, Audrey agak bingung dengan yang satu ini.

“Ya. Dibanding para pebisnis, saya justru melihat kalau para asisten pribadi terlihat lebih luar biasa.” Damar kembali menjelaskan.

“Bukankah mereka yang menyiapkan segala sesuatunya? Kadang malah para pemimpin hanya membaca dan melakukan apa yang sudah disiapkan asisten. Jadi saya berpikir, asisten adalah orang yang serba bisa dan menjadi kunci utama para CEO.”

Seumur-umur, belum pernah Audrey merasa terkesan dengan lelaki. Baru kali ini dia merasa terkesan dengan jawaban yang sangat masuk akal itu. Padahal kalau dilihat dari latar belakang pendidikan, Damar adalah orang yang luar biasa dengan tiga gelar sarjana dan dia hanya ingin menjadi asisten?

“Bagaimana dengan biaya sekolahmu?”

“Semuanya beasiswa,” jawab Damar makin bangga saja.

“Aku punya tawaran yang lebih menarik untukmu.” Tiba-tiba saja, Audrey punya ide gila. “Apa kau mendengarku?”

“Tentu saja. Saya akan mendengar dulu, walau rasanya saya akan tetap memilih untuk jadi asisten Bu Audrey.”

“Pertama.” Audrey tidak langsung mengatakan keinginannya, tapi terlebih dahulu menatap lelaki di depannya.

Perempuan yang sudah beberapa tahun ini menggantikan sang ayah untuk mengurus perusahaan, benar-benar menatap lelaki di depannya dengan lekat. Mulai dari wajah, bentuk tubuh, bahkan di area selangkangan. Hal yang jelas saja membuat Damar risih.

“Bu Audrey,” panggil sang asisten dengan ragu-ragu.

“Ayo tidur denganku.” Audrey mengatakannya dengan tegas dan tanpa ada keraguan sedikit pun. “Tidur denganku dan setelahnya aku akan mempertimbangkan untuk memberimu penawaran kedua.”

“Maaf?” tanya Damar terlihat sangat terkejut. “Saya rasa saya salah dengar atau mungkin saya salah mengerti.”

“Kau tidak salah dengar Damar,” desis Audrey agak kesal. “Aku mengajakmu tidur bersama. Bercinta.”

***

“Apa yang kau lamunkan?”

Suara feminin yang terdengar seksi itu membuat Damar tersentak. Lelaki itu kini menatap pada sang bos yang baru selesai mandi dan hanya menggunakan bathrobe saja. Pemandangan yang mengingatkannya pada kejadian panas semalam.

“Kau mau mandi dulu atau kau mau membicarakan penawaran yang akan kuberikan padamu?” tanya Audrey yang kini beranjak duduk di sofa tunggal yang ada di dalam kamar hotel yang mereka sewa.

“Ba ... bagaimana mungkin Bu Audrey bisa memikirkan hal seperti itu, setelah mengambil keperjakaanku?” tanya Damar dengan ragu-ragu.

“Perjaka?” Audrey menaikkan sebelah alisnya. “Dengan wajah seperti itu dan berdarah blasteran, aku tidak percaya kalau kau masih perjaka.”

“Tapi itu kenyataannya. Kemarin itu kali pertama saya.”

“Itu juga kali pertamaku.”

Mendengar jawaban itu, Damar langsung menyibak selimut. Dia melotot melihat ada sedikit noda darah di sana dan wajahnya menjadi makin horor. Dia tak menyangka perempuan dewasa seperti Audrey belum pernah berhubungan intim sebelumnya.

“Kalau kau takut aku hamil, itu tidak mungkin terjadi. Kau kan pakai karet pengaman.”

“Walau bukan itu yang saya maksud, tapi syukurlah kalau tidak akan terjadi kehamilan.” Damar langsung mendesah lega. Sudah lupa kalau dirinya belum berbusana sama sekali, saking leganya.

“Apa kau tidak ingin punya anak?” Audrey kembali bertanya.

“Bukan seperti itu, tapi saya hanya belum siap saja. Biar bagaimana, umur saya kan baru dua empat, jalan dua lima?”

Kini giliran Audrey yang melotot. Dilihat dari sisi mana pun, lelaki itu tidak tampak seperti pertengahan umur dua puluhan. Damar bahkan terlihat lebih tua dari Audrey yang baru akan menginjak usia dua pulus sembilan, tapi sekarang bukan itu masalahnya.

“Lupakan saja semua itu. Sekarang, aku ingin mengatakan penawaran yang kedua untukmu.”

“Sebelumnya, boleh saya tahu kenapa kita harus tidur bersama?” Damar dengan cepat menyela.

“Karena aku perlu tahu apakah kita cocok di ranjang, sebelum aku memberikan penawaran yang kedua untukmu.”

“Tidakkah itu aneh?” tanya Damar dengan kening berkerut. “Tentang kecocokan di ranjang.”

“Sama sekali tidak aneh dan aku perlu tahu. Setidaknya aku perlu tahu apa kau bisa patuh atau tidak,” jawab Audrey dengan tegasnya.

Damar meringis mendengar jawaban tanpa ragu itu. Dia jadi teringat dengan hal apa saja yang diminta Audrey semalam. Padahal Damar dalam keadaan cukup sadar, tapi kenapa juga dia bisa mematuhi semua perintah sang bos?

“Lalu, kalau boleh tahu, apa penawaran yang kedua itu?”

Walau rasanya penawaran itu akan aneh, tapi Damar tetap ingin mendengarnya. Siapa yang tahu kalau dia bisa diberi gaji lebih besar karena untuk yang semalam saja dia dibayar lebih, jadi bisa saja yang berikutnya ada bayaran lebih lagi kan? Yah, setidaknya Damar akan mempertimbangkan jika penawarannya tidak seaneh semalam.

“Menikah denganku.” Audrey mengatakannya dengan wajah datar.

“Maaf?” Damar menaikkan kedua alis karena terkejut. “Menikah?”

“Ya, menikah dan tentu saja kau akan diberikan bayaran lebih untuk itu. Tentu saja jika hasilnya memuaskan.”

Damar menggigit bibir bawahnya mendengar penawaran gila itu. Gila, tapi menggiurkan dan juga sangat menantang.

***To be continued***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status