Adeline diam termenung di sofa dengan pandangan menatap lurus ke arah televisi yang sedari tadi mati. Tanpa dia ketahui, ternyata Ana sudah memperhatikan Adeline selama beberapa menit lalu.
Ana menghela nafasnya panjang. Terlihat pancaran kesedihan di mata Ana ketika melihat Adeline yang tidak seperti biasanya.
"Nyonya." Akhirnya Ana memberanikan diri untuk mendekat.
Jiwa Adeline sontak terkumpul seketika ketika mendengar suara itu. Dia mendongak dengan nafas yang tercekat lantaran terkejut ketika melihat Ana yang sudah ada di depannya.
"Iya, Ana, ada apa?" tanya Adeline dengan senyumannya setelah kembali tenang.
"Nyonya kenapa?" Pertanyaa
Berikan komentar kalian, thank you."Aku menitip anak-anakku di sini.""Apa?!" Penjelasan Kendrick membuat Adeline terkejut. "Di sini?" Jelas Adeline terkejut, pria itu datang setelah kemarahannya pada malam itu, tidak sendirian, dia malah datang dengan anak-anaknya, dimana Adeline masih mengingat kalau Kendrick tidak mengizinkan Adeline untuk mencampuri urusan pribadinya.Kendrick mengangguk. Ia memeriksa jam yang terbalut sempurna di pergelangan tangannya. "Aku harus pergi ke luar negri. Ada rapat yang harus kuikuti."Sejujurnya Kendrick merasa tidak enak meninggalkan mereka. Dia tidak akan menyuruh Katrin karena memang ini adalah jadwal Kendrick. Lagi pula Katrin sedang liburan bersama teman-temannya. Nanny Dami juga sedang pulang ke kotanya
Terima kasih banyak kepada para pembaca. Ayo komen dan beri gem."Xavier suka menggambar?"Pertanyaan yang diberikan Adeline membuat Xavier menarik pandangannya, hanya sebentar, lalu beralih ke arah ipadnya. Tangan yang sudah memegang stylus pen itu bergerak, hingga menciptakan sebuah bentuk yang saling berkesinambungan di layar besar."Ya," jawabnya.Adeline memilih duduk di samping Xavier setelah menutup pintu kamar. Kepalanya menunduk, mengamati bagaimana lincahnya Xavier menggoreskan garis yang menghasilkan gambar yang cantik."Kalau begitu Xavier bisa menggambar Aunty?" tanya Adeline, memecah keheningan diantara mereka.
Adeline sekarang berada di pusat perbelanjaan. Dia merasa bosan berdiam diri di mansion. Tidak ada yang bisa Adeline lakukan. Nadine dan Xavier juga sudah tidak tinggal di mansion. Adeline ingin bertanya dimana mereka tinggal, tetapi urung karena Adeline tahu siapa posisinya.Untung saja ia kehabisan peralatan mandi, jadi Adeline ada alasan untuk pergi. Bermodalkan izin dari Kendrick, akhirnya Adeline bisa menghirup udara bebas dengan tangan yang memegang troli, menyusuri lorong demi lorong yang dipenuhi oleh berbagai jenis barang rumah tangga.Sebenarnya Adeline tak perlu repot-repot, bisa saja dia menyuruh pelayan ... bukan Adeline namanya kalau tidak bergerak sendiri."Kenapa mereka suka sekali menyusahkan pembeli?" kesal Adeline dengan kepala yang menen
"Morning."Setelah Adeline merasa puas melihat wajah tampan Kendrick saat tertidur, akhirnya suara lembutnya ia keluarkan, menyapa Kendrick yang matanya masih terlelap.Entah apa yang merasuki Adeline sampai-sampai dia menyapa Kendrick pagi-pagi. Getaran di dalam dirinya juga semakin lama semakin berbeda kala menatap Kendrick.Adeline sungguh bingung dengan apa yang dia rasakan saat ini. Yang jelas, dia merasa nyaman dengan posisi mereka, saling berbagi kehangatan dalam satu ranjang.Sesaat Adeline ingin beranjak dari kasur, tangannya sudah ditarik oleh Kendrick, hingga Adeline berada diatas tubuh kekar itu. Adeline salah mengira, ternyata Kendrick sudah bangun dari tadi.
Adeline menghela nafasnya panjang. Rasa kekesalannya semakin meningkat saat melihat wajah Katrin. Karena Katrin, Kendrick harus pergi tadi pagi."Ada apa?" Adeline bertanya dengan kepala yang terangkat, menatap Katrin tanpa rasa takut. Dulu dia menunduk patuh, tapi sekarang tidak. Adeline sudah berubah.Katrin tersenyum. Senyuman itu malah membuat Adeline semakin merasa kesal. "Kenapa terburu-buru?""Maaf." Suara Freya terdengar. Dulunya ia mengira Katrin adalah wanita baik, tapi setelah mendengar penjelasan Adeline membuat matanya kembali terbuka— menatap Katrin dengan penuh tidak suka. "Kami harus pergi. Ada urusan yang lebih penting yang harus diselesaikan."Katrin mengangguk. Ia mengeluarkan ponsel mahal m
"Apa kau bisa melepaskan pelukanmu sekarang?" Adeline bertanya dengan nada kesal. Bayangkan saja dari tadi pagi sampai jam 11 Kendrick terus memeluknya sembari asyik memejamkan matanya."Tunggu sebentar," gumam Kendrick yang malah semakin mengeratkan pelukan tersebut, bahkan kakinya sudah mengurung kaki Adeline."Aku ingin mandi. Jadi tolong lepaskan," pinta Adeline. Walaupun pendingin ruangan menyala saat pergulatan mereka tadi, tapi tetap saja Adeline merasa tidak nyaman dengan tubuh lengketnya."Kau berniat menentangku?" Kendrick bertanya tidak suka dengan wajah yang sudah di puncak kepala Adeline, mencium aroma rambut Adeline yang wangi. Rambut yang sudah bercampur keringat itu malah membuat Kendrick semakin suka.
"Kendrick." Wanita bersurai cokelat itu memberanikan diri untuk memanggil Kendrick yang sedang memeluknya."Hm?"Suara berat Kendrick membuat Adeline tertegun. Rencana menjelaskan apa yang ia rasa ditepis seketika karena ada yang lebih penting dari itu. Kepalanya menengadah, membuat kegiatan Kendrick yang sedang mencium rambutnya terhenti."Tolong izinkan Xavier untuk ikut lomba menggambar itu," pinta Adeline lembut. Adeline tahu dirinya tidak boleh ikut campur, tetapi melihat Xavier yang bersedih karena Kendrick melarangnya, tentu membuat Adeline tidak tega. Maka dari itu kali ini ia memberanikan diri, berharap dengan ini Kendrick mau menarik kalimatnya kembali.Dia menggigit bibirnya, berusaha menahan desaha
"Apa yang kau lakukan, Kendrick?" Dalam perjalanan, Katrin mengeluarkan suaranya. Meminta Kendrick untuk segera memberikan penjelasan tentang ini semua.Kendrick menatap Katrin dari ujung matanya. Bukannya menjawab, Kendrick malah memilih untuk fokus menyentir dan mengabaikan Katrin yang tanpa henti mengeluarkan pertanyaan."Sudah?" Lalu setelah mobil mereka berhenti di mansion milik Katrin— yang dibeli Kendrick, barulah pria itu mengeluarkan suaranya.Kendrick membuang napasnya kasar untuk mengatur emosinya. Dia tidak bisa mengeluarkan suara yang lebih tinggi kepada Katrin— persahabatan yang mereka jalin sebelum menikah membuat Kendrick paham betul dengan keadaan Katrin. Pria itu hanya tidak ingin menyakiti Katrin.