Mohon beri komentarnya ya teman teman.
Setelah mencoba meyakinkan dirinya, Adeline kemudian berbalik badan. Mata cokelat terangnya langsung bertabrakan pada seorang wanita cantik.
Wanita itu menggunakan sebuah dress dibalut oleh jaket tebal dengan aksen bulu di sekitar lehernya. Rambutnya diikat satu, menunjukkan lehernya yang jenjang.
"Akhirnya aku bertemu denganmu!" pekiknya sambil menunjukkan senyum lebar, mata wanita itu sampai tak terlihat lagi.
Bahkan untuk membalas wanita itu dengan sebuah senyuman sangat sulit untuk dilakukan Adeline. Pikirannya masih menebak siapa wanita yang ada di hadapannya ... sepertinya dia pernah bertemu dengan wanita itu.
"Kau—" Adeline menjeda kalimatnya, bingung harus melanjutkannya.
"Kau tidak ingat siapa aku?" Wanita itu menunjuk wajahnya. "Ck. Aku ini orang yang sering memesan ruang VVIP di klub tempatmu bekerja— Freya!"
"Oh, astaga," pekik Adeline dengan bibir yang berbentuk O. Freya memang terlihat berbeda. Gaya pakaian yang ditunjukkannya sekarang berbanding terbalik ketika berada di club. "K—kenapa kau ada disini?" tanya Adeline.
Freya adalah salah satu pengunjung tetap di klub tempatnya bekerja. Tentu Adeline mengenal Freya karena dia selalu berhadapan dengan Freya saat wanita itu datang ke tempatnya bekerja.
Yang Adeline tahu dari Freya adalah dulunya dia adalah seorang wanita biasa, tetapi tidak tahu kenapa beberapa tahun kemudian Freya berubah. Gaya bicara, barang-barang yang dipakai, bahkan makeup yang dipakai semuanya berbeda. Freya terlihat seperti wanita kaya.
"Aku kesini karena ingin bertemu denganmu."
"Tapi kau tau darimana kalau aku ada disini? Apa kau memata-mataiku?" tanya Adeline yang masih bingung. Dia butuh penjelasan.
Freya memutar bola matanya malas. "Oh, ayolah, untuk apa aku membuntuti dirimu sampai ke mansion mewah ini?" tanya Freya. Dia mendekatkan wajahnya. "Tenang saja. Aku sudah minta izin untuk bertemu dengan wanita simpanan Kendrick," bisik Freya yang lalu berjalan menjauh, dia melangkahkan kakinya yang dibalut heels itu ke ruangan keluarga.
"Tolong untuk tidak mengatakan seperti itu," kata Adeline kuat yang tersinggung, membuat langkah kaki Freya berhenti.
Freya tersenyum mendengar ucapan Adeline. Dia membalikkan badannya, sehingga manik mereka bertemu kembali. "Kau harus begini. Kau harus berani menentang orang-orang yang menjelekkanmu," sahut Freya. "Oh iya, kita itu sama. Simpanan dari seorang pria kaya. Jadi untuk apa aku menjelakkanmu?"
Tunggu ... itu berarti Freya bukanlah istri Kendrick.
"Maksudmu—" Kalimat Adeline menggantung dikarenakan Freya yang kembali melanjutkan langkah kakinya. Membuat Adeline menghela nafas bingung, tetapi akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Freya.
"Mansion ini sangat mewah sekali," puji Freya yang sudah duduk di sofa. Kepalanya mendongak, menatap langit-langit manson mewah ini sambil berdecak kagum. Ini pertama kalinya dia menginjakkan kaki di bangunan yang teramat mewah. "Kau sangat beruntung, Adeline."
"Aku menjadi simpanan seseorang tapi kau bilang beruntung?" tanya Adeline balik yang sudah duduk di sebelah Freya. Badannya bersandar dengan tangan yang disilangkan di dadanya, menatap lurus ke arah depan.
Mereka memang terlihat akrab. Pasalnya dulu, saat Adeline bekerja, Freya selalu membuka komunikasi antara mereka. Bahkan mereka juga sempat bertukaran nomor.
"Setidaknya kau tinggal dengan kemewahan. Ingat, Adeline, semuanya butuh uang. Uang tidak menjamin kebahagiaan itu adalah omong kosong," sahut Freya yang juga sudah menyadarkan tubuhnya ke sandaran sofa.
TIba-tiba Adeline merubah posisi duduknya menjadi tegap, ia teringat sesuatu. Menoleh, menatap Freya dari samping. "Oh iya. Tadi kau mengatakan kita sama. Kita— sama-sama simpanan pria kaya?"
Freya mengangguk antusias. "Benar. Aku juga adalah wanita simpanan dari pria kaya. Makanya aku bisa berubah hingga jadi seperti ini," sahut Freya santai.
Adeline kembali lagi memperhatikan penampilan Freya. Semua yang Freya kanakan adalah barang brand terkenal. Beberapa tahun lalu Adeline mengenal Freya hanya sebagai seorang wanita biasa yang suka menghabiskan waktu di klub, dia bahkan sering memakai pakaian yang sama untuk datang ke klub.
"Pria kaya siapa?"
"Chris," jawa Freya, membuat Adeline membulatkan matanya, merasa terkejut dengan jawaban Freya.
"D—dia?" pekik Adeline.
"Memangnya kenapa?"
"Dia adalah pria yang bersama Kendrick pada malam itu," jelas Adeline sambil mendesah kecewa, "ternyata dua pria itu sama-sama gila!" Adeline tahu siapa itu Chris, pasalnya dia juga sama, sering memesan ruangan VVIP.
"Hei, jangan bilang Chris gila. Aku mencintainya. Sangat!" bela Freya tegas.
"Tapi mereka itu pemaksa! Bahkan kau tahu, aku ada disini karena sebuah kesalahan! Aku tidak mau menjadi wanita simpanan seperti ini. Kalau saja bos buncit itu tidak menyuruhku, pasti aku masih bekerja disana."
"Tapi sayangnya aku tidak dipaksa. Aku melakukannya dengan senang hati, Adeline. Sudahlah, lagian semuanya sudah terjadi. Kau dan aku bahkan sudah menandatangani kontrak. Jadi kita tidak bisa pergi. Cukup jalani saja."
Satu fakta lagi Adeline terima. Ia kira hanya dia yang menjalin kontrak ternyata Freya juga seperti itu. Dan anehnya, wanita di sampingnya ini malah terlihat bahagia.
"Tapi aku yang lebih menyedihkan," sahut Adeline. Raut wajahnya sudah berubah menjadi sendu. Tatapannya jatuh ke bawah, mengamati sweater pastel yang ia gunakan.
"Menyedihkan? Kenapa?"
Adeline menghirup nafasnya dalam. "Aku mungkin bisa saja merasa tenang, tapi masalahnya Kendrick sudah mempunyai anak dan istri. Bahkan aku baru mengetahui fakta itu ketika aku sudah menandatangani kontrak."
"A—apa?" tanya Freya ketika melihat Adeline yang menoleh. Freya menjauhkan sedikit wajahnya ke belakang, tatapan Adeline seperti ada maunya.
"Kau tahu 'kan siapa itu Kendrick? Aku ingin kau menjelaskannya kepadaku! Sekarang!" minta Adeline. Menatap Freya mendesak.
Bersama orang lain Adeline bisa seperti ini, suka memerintah atau kadang menyindir. Tapi kalau bersama dengan Kendrick, jangankan menolak, kadang pun suaranya tidak keluar sama sekali. Poor you, Adeline.
Freya menghela nafasnya. Tebakannya benar. "Aku akan menjelaskan siapa itu Kendrick. Tapi aku tidak mau kau mengatakan pada pria-mu kalau aku yang memberitahumu. Kau paham?"
"Tapi kenapa?"
Freya mencebik kesal. "Karena aku tidak mau berurusan dengan Kendrick. Dia terlalu menyeramkan untukku! Dan kalau dia melapor ke Chris, maka hubungan mereka bisa berantakan, setelah itu, Chris akan mencampakkanku ke jalanan. Aku tidak ingin jatuh miskin kembali. Aku menikmati hidupku yang seperti ini."
Adeline menelan saliva. Ternyata Freya juga punya pandangan yang sama mengenai sifat Kendrick. Dia juga semakin merinding ketika membayangkan Kendrick mengetahui kalau dirinya sedang berusaha mengorek informasi Kendrick.
Tetapi kemudian, wanita cantik itu nenganggukkan kepalanya antusias. "Baiklah. Aku akan menutup mulut. Janji!" ucap Adeline. Biarlah dia menutupi ini semu dari pria itu, yang penting Adeline mengetahui semua yang dia tidak ketahui.
"Kendrick itu adalah orang terkenal. Dia pebisnis sukses di Amerika. Bisnisnya bergerak dalam bidang perhotelan dan juga restoran. Oh ya, percuma kalau kau mencarinya di internet, karena hanya ada nama Kendrick saja. Keluarganya atau bahkan statusnya tidak akan bisa kau temukan. Kendrick orangnya sangat privasi, dia bahkan membayar beberapa penerbit berita setiap bulannya sebagai bayaran karena mereka tidak meliput Kendrick dan keluarganya."
Saat Kendrick membuka topeng di hadapannya, Adeline sudah menyadari kalau pria itu adalah Kendrick yang sering dibicarakan di berita. Namun, dia tidak mengetahui lebih selain bisnis dan kekayaan yang dimiliki Kendrick. Pria itu menutup semuanya, maka jalan satu-satunya adalah bertanya pada Freya.
"Lalu kehidupan istri dan anak-anaknya?" tanya Adeline lagi.
***
Alis Kendrick menyatu ketika melihat nama Adeline sedang memanggilnya. Helaan nafas berat terdengar, keluar dari hidungnya yang tinggi.
"Daddy! Ayo main!" seru gadis kecil yang umurnya masih 4 tahun. Mata besarnya menampilkan tatapan polos.
Kendrick mengangguk. "Sebentar. Daddy angkat telepon dulu."
Dengan langkah cepat Kendrick berjalan menjauh. "Ada apa?" tanya Kendrick tegas setelah iai menjawab panggilan itu. Rahangnya mengeras marah.
Kendrick tidak suka jika waktu dengan keluarganya ada yang mengganggu. Siapapun itu, Kendrick pasti akan marah. Dia sudah berusaha mengosongkan waktunya yang sangat padat, tentu Kendrick tidak ingin waktu yang ia usahakan ternyata masih diisi dengan hal lain.
"A—aku—"
"Dengar! Aku sekarang tidak punya waktu untuk berbicara denganmu! Kalau kau ada urusan silahkan kirimkan pesan! Jangan pernah meneleponku secara tiba-tiba!" bentak Kendrick yang lalu memutuskan telepon begitu saja.
Di seberang ...
Bentakan yang Kendrick berikan tentu menggores hati Adeline. Benda tajam itu seakan tidak tanggung ketika menggoreskannya.
Sakit. Sangat.
Mendengar bentakan dari pria yang telah menjadikanmu wanita tentu saja sangat menyakitkan. Itu yang dirasakan Adeline sekarang.
Dia menarik napas, mendongak, menatap bintang-bintang yang bertaburan acak di langit yang sudah gelap.
Jaket tebal yang ia gunakan tidak mampu menghalau dingin yang menusuk kulitnya. Adeline mendekap lagi tubuhnya menggunakan tangan.
Tidak menunggu waktu lama, setetes cairan bening sudah membasahi pipinya. Padahal Adeline tadinya ingin bertanya secara langsung mengenai informasi yang dia dapat tadi pagi. Adeline hanya ingin mendengarnya langsung dari mulut Kendrick, bukan orang lain.
Alih-alin mendapat jawaban, Adeline malah mendapat bentakan keras.
"Kau harus tahu batasanmu, Adeline," batin Adeline.
Tubuh pria itu kian mengeras seperti batu. Sungguh, Kendrick baru menyadari kalau saat ini mereka ada di makam Katrin.Kendrick tak berbohong kali ini. Awalnya, ia kira mereka sedang berziarah ke sebuah makam keluarga pria itu, makanya dia tak melirik batu nisan itu di awal.“Kenapa kau terdiam, Kendrick?” tanya Adeline. Menarik kerah mantel pria itu sehingga mata mereka kembali bertemu. “Ayo, jawab aku! Apa kau tidak punya jawaban? Apa kau tidak bisa berbohong untuk yang kesekian kalinya lagi? Jawab!” bentak Adeline hebat.Meskipun pria itu sedang dilanda rasa terkejut, mimik wajahnya tetap tidak menunjukkan itu. Malah terkesan sangat santai. Yang berhasil membuat emosi Adeline semakin mendidih.
Gustav mengernyitkan alisnya kala mendapati ada sebuah bayangan yang kini menutupi cahaya yang menerangi punggung bagian belakangnya hingga Adeline. Merasa penasaran, kepala pria itu berputar 180 derajat ke arah belakang, diikuti dengan sebagian tubuhnya. Dan kini, tubuh pria itu mematung kala matanya menatap netra biru yang sangat dingin.Adeline— yang posisinya tepat di seberang Gustav— juga menyadari ada sesuatu yang janggal. Perlahan namun pasti, juga dengan detak jantung yang kencang— wanita itu mendongakkan wajahnya. Mata dan bibir wanita itu terbuka lebar kala melihat seorang pria tengah menarik pandangan dari arah Gustav ke dirinya.“Kendrick.” Adeline menggumam kaget. Tanpa sadar, dia berdiri dari tempat semula. Tatapan yang Kendrick layangkan, seakan dapat membuat tubuhnya terasa sa
Dalam perjalanan, sebenarnya Gustav sudah ingin memberitahukan dimana alamat itu berada. Namun karena melihat reaksi Adeline yang sungguh semangat, itu membuatnya mengurungkan niat untuk menjelaskan apa yang terjadi.Gustav tidak ingin membuat ekspresi bahagia di wajah itu luntur begitu saja. Namun, ketika mereka sudah sampai, Adeline pasti akan berada dalam tahap itu. Sungguh, Gustav sangat dilema sekali.Beberapa menit berlalu, akhirnya mobil itu berjalan melambat. Menandakan kalau sebentar lagi mereka akan sampai di tempat yang dituju.Adeline kerap kali memutar kepalanya ke kiri dan kanan. Seakan sedang mencari-cari namun sayangnya tak menemukan apa yang ia cari. Dengan penuh perasaan campur aduk, wanita itu melirik ke samping, ke arah Gustav. “Ap
Adeline meringis pelan. Dia terus berjalan dengan menatap ke arah samping. Sungguh merasa tidak enak.“Aku pasti sudah sangat mengecewakanmu.”Ucapan Adeline, membuat Gustav sontak memberhentikan langkahnya. Memutar kepalanya ke samping, menatap Adeline dengan alis yang menyatu bingung. “Mengecewakan?” tanyanya.Adeline mengangguk pelan. Ketika ia hendak menjelaskan, Gustav segera berbicara lebih dahulu.“Oh, aku paham. Soal permintaanku tadi di dalam?” Gustav bertanya dengan alis yang naik ke atas, juga telunjuk yang menunjuk ke belakang. Melihat Adeline yang mengangguk lagi, Gustav pun terkekeh ramah. “Astaga, Adeline, tidak perlu merasa seperti itu. Aku
“Maaf.”Satu kata itu membuat Adeline menoleh ke sebelah. “Tidak masalah.”Gustav mengembuskan napas. Dirinya merasa tidak enak sama sekali. “Aku sungguh bersalah. Ehm ... aku punya kenalan, dia seorang pria juga, kau mau bersamanya untuk mencari Katrin?” tanya Gustav, memberikan saran.Adeline terlihat berpikir. Sebenarnya, dia membutuhkan informasi mengenai Katrin dengan sangat cepat. Namun dengan tawaran itu, itu sama saja semakin merepotkan Gustav.“Tidak perlu. Aku maklum. Malah, aku yang merepotkanmu. Seharusnya tadi, kau meninggalkanku saja di restoran. Biar aku saja yang mencari keberadaan Katrin.”
Adeline tak mengerti kenapa dia bisa sepercaya ini pada seseorang yang baru ia kenal. Bahkan, kini dia sudah masuk ke dalam apartemen pria itu untuk menunggu sang pemilik apartemen bersiap.Wanita itu mencoba untuk menarik kesimpulan sendiri. Mungkin saja dikarenakan Adeline sudah sangat pasrah dan tidak tahu harus mencari kemana Katrin, makanya dia menerima tawaran yang diberikan oleh Gustav .... Ya, itu adalah alasan yang paling masuk akal.“Maaf. Kau jadi lama menungguku.”Suara berat dan harum parfum maskulin itu masuk ke indra pendengaran dan penciuman Adeline. Wanita itu sontak menoleh ke sumber suara.Di depan sana, sudah ada Gustav yang penampilannya jauh berbeda dari sebelumnya