Share

Pengasuh

Gadis berkemeja rosemary menoleh dengan tangan yang terkepal kuat. Dia mengomel, "Kenapa, sih? Harus banget, Cyenna yang pakaikan?"

"Iya, harus! Udah gerah," balas Pieter.

Walau berlagak tidak masalah, sebenarnya jantung lelaki itu berdegup tak karuan. Sensasi saat Cyenna membuka kancing bajunya sanggup membuat pikiran Pieter berkeliaran ke mana-mana. Sayang kalau tidak dilanjutkan, ha ha.

Cyenna mereguk saliva. Dia berjalan sambil menunduk. Dalam satu kali tarikan, kaus itu terlepas dari tempatnya.

Pieter tertawa kencang saat melihat ekspresi yang dibuat Cyenna. Gadis berkemeja rosemary terlihat membuang muka saat melihat perut six pack milik Tuannya. Dan hal itu sukses membuat Pieter gemas.

"Apa sih?" ucap Cyenna sembari membuang kaus berkeringat itu ke sembarang arah.

Lelaki berambut hitam tak menjawab. Masih asyik tertawa. Bahkan, perutnya sampai sakit.

Cyenna menarik napas panjang. Dia kemudian mengambil sebuah kaus dalam di lemari. Terlihat masih baru karena sangat jarang dipakai.

"Lihatin aja, gapapa. Aku nggak marah. Perasaan tadi pagi, kamu sempat lihat," ujar Pieter saat melihat ART itu ragu untuk mendekatinya.

Gadis berambut hitam itu pun berbalik. Melangkah cepat ke arah Tuannya. Lebih cepat dikerjakan, maka lebih cepat selesai. Benar atau tidak?

"Tolong angkat tangannya, Tuan," pinta Cyenna.

Pieter menjawab manja, "Angkatkan."

Entah kenapa, dia ingin terus menerus menggoda Cyenna. Seru saat melihat gadis itu salah tingkah. Selama ini, dia tak pernah usil pada orang. Ternyata rasanya menyenangkan.

"Ck. Tuan kalah sama anak TK. Udah pada pintar pakai baju sendiri," omel Cyenna sembari mengangkat kedua tangan Pieter.

Karena ukuran kausnya kecil, gadis itu agak kesulitan. Dia terpaksa mencondongkan tubuh ke depan. Menarik turun kaus yang terlipat di bagian belakang. 

Akibat perbuatan Cyenna, Pieter jadi membayangkan yang tidak-tidak. Dia pun menarik napas berat. Mencoba menghilangkan pemikiran itu dari otaknya, namun gagal. Dia malah semakin ingin mencicipi leher Cyenna. Bagaimana rasanya? Apakah manis seperti permen, atau masam bagaikan keringat? Dia takkan tahu sebelum mencoba, bukan?

Saat akan menjauh, Cyenna menyadari kalau ada embusan angin hangat di lehernya. Dia tak berani menoleh. Sebab, jarak keduanya terlalu dekat. Cyenna tak mau berakhir dengan mengecup leher Tuannya.

Mata Cyenna membola saat melihat Pieter semakin mendekat. Memejamkan mata pula. Apa yang akan lelaki itu lakukan?

Refleks, Cyenna menarik tubuhnya. Dia langsung menyambar kemeja yang ditaruh di meja. Lumayan, untuk pengalih isu.

"Kamu tuh, ya. Nggak bisa pelan-pelan? Mau tanggung jawab kalau jantungku copot?" omel Pieter yang gagal mendaratkan bibirnya di leher Cyenna.

Gadis berambut hitam itu pun tersenyum lebar, "Nggak bisa, Tuan."

Pieter jadi sebal. Dia kemudian berkata, "Aku nggak mau kemeja yang itu. Ambilkan kaus aja."

Cyenna berdecak sebal, "Katanya terserah."

"Sekarang, beda. Aku nggak mau pakai kemeja itu. Gatal. Kamu mau menggaruk kalau aku gatal-gatal?" balas Pieter panjang kali lebar.

Tahu kalau berdebat itu tak ada gunanya, Cyenna pun melangkah menuju lemari. Melipat kemeja kelabu dengan rapi, lalu mengambil sebuah kaus warna biru dongker.

"Ini bagaimana, Tuan?" tanya gadis berkemeja rosemary seraya menunjukkan barang yang dimaksud.

Lelaki itu mengangguk, "Pakaikan, cepat!"

"Iya, Tuan. Sabar!" balas Cyenna sedikit kesal.

Setelah selesai, gadis itu pun mengambil kemeja biru Pieter yang ketumpahan obat merah. Tak lupa menyambar kaus dalam di atas ranjang. Mau dia taruh di ember cucian. Supaya besok bisa dicuci.

"Na. Habis ini, kamu balik ke sini," perintahnya pelan.

"Untuk apa, Tuan?" jawab Cyenna sambil menoleh.

Melirik teh di meja, "Mau minum. Ada sendoknya, nggak? Suapin."

"What?!" responnya terkejut.

"Gak mau gajian?" ancam Pieter sambil menaikkan alisnya.

Gadis itu buru-buru menyahut, "Bukan gitu, Tuan. Cyenna cuma kaget."

"Oh, ya udah kalau kamu mau," ucap lelaki berkaus biru sambil menyandarkan punggungnya di tembok.

Cyenna mencoba menawar, "Tuan, kalau minumnya sekarang aja, gimana? Daripada repot bolak-balik. Mending sekarang."

"Mau cepat-cepat menyuapiku? Agresif sekali," ucap Pieter asal.

"Tuan!" bentak Cyenna yang sudah sangat kesal.

Gadis itu meremas kuat kemeja Pieter yang ada dalam genggamannya. Dalam hati, dia ingin melemparkan kain-kain itu ke sembarang arah. Atau lebih baik, dilempar ke muka Pieter saja?

"Ganteng," balas lelaki itu tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Cyenna menaruh kemeja dan kausnya di atas ranjang. Tangannya kemudian meraih cangkir.

"Buka mulutnya!" ujar Cyenna setelah mendapatkan sesendok air teh.

Entah kenapa, Pieter merasa kalau akan ada hal buruk yang terjadi bila dia tidak menuruti perintah ARTnya. Eh tapi, masa iya seorang Tuan mau diperintah oleh pembantunya? Jaga image sedikit, ah.

Ketidakpatuhan Pieter membuat Cyenna gemas. Gadis itu pun langsung memasukkan sendok ke mulut Tuannya. Akibatnya, terdengar suara dentingan yang dihasilkan dari gigi dengan benda berbahan dasar stainless steel tersebut.

"Sakit!" geram lelaki berkaus biru setelah menelan teh yang mampir ke mulutnya. Rasanya enak, sayang kalau disemburkan.

Cyenna menjawab enteng, "Kan saya sudah minta Tuan buat membuka mulutnya. Saya nggak salah, dong."

Pieter jadi kesal. Dalam hati, dia ingin menampar gadis di hadapannya. Tapi, ya sudahlah. Daripada nggak jadi minum. Tenggorokannya sudah kering.

"Minumkan lagi," pinta Pieter seraya melirik ke arah teh yang dibawa Cyenna.

Gadis berkemeja rosemary pun menghembuskan napas kuat-kuat. Tapi, dia tetap menyuapkan teh tersebut untuk Pieter. Bisa bahaya kalau dia nggak gajian.

Selesai minum, akhirnya Cyenna benar-benar terbebas dari lelaki menyebalkan tersebut. Dia pun segera melempar pakaian Pieter ke ember cucian. Keringatnya banyak. Habis berantem, sih.

Saat melewati kamar mandi, gadis itu baru ingat kalau dia belum mandi. Handuknya pun masih ada di mobil. Cyenna merogoh saku, menemukan kunci yang masih ia bawa sejak tadi.

"Gara-gara Tuan, sih," omel gadis berkemeja rosemary sembari melangkahkan kaki ke parkiran.

Tanpa butuh waktu lama, dia mengambil handuk barunya yang tertinggal. Kebetulan, netra Cyenna melihat ada sebuah ponsel mahal. Tergeletak begitu saja di atas kursi bagian tengah.

Tanpa pikir panjang, Cyenna mengambilnya. Punya siapa lagi kalau bukan milik Pieter? Tak ada penumpang lagi selain dia.

***

Mengetuk pintu perlahan. "Tuan, ponselnya tertinggal di dalam mobil."

Hening, tidak ada sahutan. Cyenna jadi bimbang. Haruskah dia menerabas masuk? Atau menunggu sinyal dari Tuannya?

"Masuk aja, deh. Daripada nanti harus ke sini lagi buat ngembaliin hp," gumamnya seorang diri sembari memutar gagang pintu.

Pieter diam, tak merespon. Cyenna pun melenggang dengan bebas di kamar yang luas tersebut. Walaupun demikian, dia tak berani macam-macam. Hanya meletakkan benda pipih tersebut, kemudian pergi tanpa permisi.

Sepeninggal gadis berkemeja rosemary, Pieter membuka mata. Lelaki itu melirik ke atas meja. Mendapati ponselnya yang tergeletak di sana.

Meski sedikit sakit, Pieter meraih ponselnya. Dia berselancar di kontak. Berusaha memilih seseorang yang tepat untuk memata-matai Xela.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status