Share

Part 6: Kucing kecil yang manis

My Beloved Bastard”

Author by Natalie Ernison

Jasmeen kini hanya terbaring lemah sendirian, tanpa ada sat pun yang menolong untuk merawat dirinya. Namun, hal ini sudah biasa baginya sejak kecil hingga dewasa kini.

Drrtt... ponsel Jaes sedari tadi terus bordering, namun ia pun tak mampu untuk bergerak banyak, karena sedang demam tinggi.

Tok tok tok... suara ketukan pintu beruntun.

Jaes hanya meneteskan air mata karena panasnya suhu tubuh.

"Jasmeen Jasmeen..!!" seseorang sedang memanggilnya, dan..

Bhuakk... suara bantingan pintu begitu keras.

"Jasmeen!!! apa yang terjadi padamu??" Ucap Remost yang baru saja tiba.

"Heiii... mengapa suhu tubuhmu sepanas ini? ayo kita k dokter.."

"Tidaakkk kak.. jangan ke dokter hhh..." Ucap Jaes sambil perlahan meraih lengan baju milik Remost.

Rupanya Remost mendobrak paksa pintu kamar Jaes, karena sedari tadi ia pun mendengar dering ponsel Jaes.

"Baiklah, aku akan panggil dokter saja kemari..." Remost merogoh saku celananya dan mulai mengutak atik layar ponsel miliknya.

"Hallo bro... ohh iaa sekarang, di rumah susun xx..-"

"Sabarlah, dokter akan segera datang..."

Kak Remost mengapa datang? ujar Jaes dengan wajah sendunya.

"Tentu saja aku sangat mengkhawatirkanmu. Sudah hampir satu minggu kamu tidak datang untuk bimbingan tugas akhir. Ternyata keadaanmu seperti ini! mengapa tidak menghubungiku.." tukas Remost yang terlihat begitu sangat khawatir.

"Permisi tuan dan nyonya.." ujar seseorang dari balik pintu kamar kediaman Jaes, dan seketika Jaes membulatkan matanya, rasanya ia kenal dengan suara tersebut.

"Silakan masuk bro Cullen.." ujar Remost mempersilakan seorang dokter ke dalam kamar pribadi Jaes.

Ternyata Cullen adalah seorang dokter specialis bedah. Meskipun sebagai vampire ganas, namun  Cullen cukup tangguh menahan hastar untuk meminum darah. Bagi Cullen, darah perawan adalah darah yang hanya ingin ia minum.

Jaes yang awalnya tak terlalu membuka matanya, kini justru membulatkan matanya dan sorot matanya menjadi lekat pada si dokter Cullen nan tampan.

"Sepertinya demamnya sangat tinggi, Remost." ujar Cullen dengan senyuman mirinnya pada Jaes, Jaes hanya bisa meremas sprei miliknya. Ia sangat terkejut dan juga takut bercampur aduk rasanya.

"Iya, benar, dia sangat demam. Tolong usahakan yang terbaik untuknya. Tukas Remost sambil menyentuh punggung tangan Jaes, seakan memberi isyarat bahwa semua akan baik-baik saja.

"Apakah ini kekasihmu?" ujar Cullen dengan sengaja menanyakan hal itu.

Hhaaha.. "Mengapa kau jadi banyak tanya Cullen, bukankah kau tidak pernah peduli dengan urusan orang lain!" Ucap Remost dengan nada.

"Tentu saja aku peduli, kau sahabatku Remost." Ucap Cullen dengan sorot mata yang begitu tajam pada Jaes.

"Kami saling mencintai satu sama lain, namun ada suatu masalah yang harus kami selesaikan dulu."

"Hentikkhhann kak Remost!" Ujar Jaes dengan wajah kesalnya.

"Kenapa Jasmeen, tidakkah benar kita saling mencintai? santai saja, Cullen sahabatku sejak sekolah." Ujar Remost sambil menggenggam tangan Jaes.

Sorot mata Cullen semakin menggelap, dan ia tak suka dengan perlakuan Remost pada gadis manisnya, apalagi haru"s menyentuh tangan Jaes.

"Jasmeen, kau harus makan! aku akan keluar sebentar untuk membeli makanan kita bertiga. Aku mmenitip wanitaku." ujar Remost lalu pergi begitu saja, dan kini sisa Jaes bersama Cullen.

Setelah dirasa Remost sudah jauh dari mereka, Cullen melangkah menghampiri kasur tempat Jaes terbaring saat ini.

"Ternyata Remost pria yang telah membuatmu menangis karena cinta!" Ucap Cullen sambil mengurung Jaes di bawah tubuhnya, dari arah samping.

"Hentikan omong kosongmu!" Teriak Jaes kesal, ia bahkan memalingkan wajahnya ke sisi kanan untuk menghindari kontak mata.

"Hei, aku sedang bicara!!" Cullen mencengkram rahang milik Jaes dengan tangan kirinya.

"Lepaskan aku!! pergi dari sini!"

"Pergi!! hahaha...

"Pak dokter sedang merawatmu sayang, mengapa main usir begitu.." Cullen menyingkap selimut yang saat ini menutupi tubuh Jaes.

Ah ,Jaes sedang mengenakan dress tidur tipis, bahkan ia tak mengenakan bra juga.

Wow...

"Indah sayang..." ujar Cullen memandangi area dada hingga paha putih Jaes, tentu saja dengan seringai senyuman iblisnya.

Ahkk... jangan...Jaes melenguh saat Cullen mulai meremas dan melahap dada miliknya.

"Bajingan!! bahkan saat aku sedang sakit pun kau masih bisa berbuat begini..." lenguh Jaes sambil menganga, akibat sensasi yang telah Cullen perbuat padanya.

"Jangannn... ahkkkk... hhh.."Cullen meraba dan terus meraba paha putihnya dan sampai di area selangkangannya.

Cullen mencelupkan tangannya ke dalam celana dalam milik kepunyaan Jaes, ia menarik-narik bagian tengah celana dalam bentuk V tersebut. Jaes menggeliat, disaat sedang lemah tubuh pun tak masalah bagi Cullen untuk bermain asyik.

Napas Jaes memburu, betapa tidak! Jari-jari nakal Cullen terus bermain di vagina miliknya, dan benar-benar membuat Jaes tak sanggup menahan desahannya.

Namun tiba-tiba saja...

"Ayo kita makan bersama.." ujar Remost yang baru saja tiba.

"Jasmeen, biar aku yang menyuapimu.." ujar Remost sambil membuka bungkus makanan yang telah ia beli. Namun Jaes seketika menatap ke arah Cullen. Ia tahu Cullen akan lebih lagi mengerjainya jika menerima tawaran dari Remost.

"Tidak kak.. aku bisa sendiri." Jaes meraih makanan yang ada di tangan Remost dan segera melahapnya, sementara Cullen hanya tersenyum miring seolah tak terjadi apa-apa.

Tapi, jika Jaes terbangun dari kasurnya, maka bekas tanda-tanda kissmark yang baru saja Cullen buat akan terlihat.

Ahk... aku akan memakannya pelan, jadi kalian makanlah.. ujar Jaes lalu kembali menarik selimutnya.

"Jasmeen, ini obat yang harus kau minum. Aku harus kembali karena ada urusan, ayo bro Cullen kita kembali.."

"Oke, ayo kita pulang." Ujar Cullen sambil mengedipkan matanya pada Jaes.

"Terimakasih kak Remost dan juga dokter Cullen."

"Iya Jasmeen, aku akan sering menelponmu.."

>>

"Cullen, thank you atas bantuannya. Maaf jika membuatmu datang kemari."

"Tidak masalah, sering-sering saja." Ujar Cullen dengan tersenyum lebar.

"Aku akan pulang, tidak kah kau akan pulang juga." Ujar Remost sambil menyalakan mesin mobilnya.

"Silakan, aku ingin memesan taksi."

"Oke, byee.." Remost pun pergi dengan mengendarai mobil mewah miliknya.

Sementara Cullen masih tetap tinggal, dan seketika raut wajahnya yang sedari tadi terus tersenyum berubah menjadi dingin.

"Sepertinya aku harus memberi peringatan keras pada gadis manisku.." gumam Cullen dengan tersenyum miring, dan..

Whuss.... ia menghilang seketika, dan kini berada tepat di luar jendela kamar kediaman Jaes.

Ahkk.. syukurlah mereka sudah pulang.. gumam Jaes sambil berusaha terbangun dari tempat tidurnya.

"Sepertinya peringatanku beberapa waktu lalu masih kurang.." ujar seorang pria dari balik jendela kamarnya, dan ternyata itu ialah Cullen.

"Apa lagi!" Jerit Jaes dengan suara sedikit serak, karena kondisi tubuh yang lemah.

"Aku sudah beberapa kali katakan, kau milikku manis!" sorot mata Cullen berubah menjadi agak hitam dan kemerahan.

"Apa salahku padamu tuan? mengapa kau sangat kejam!" ahhkk... Jaes terisak pilu, rasa kesalnya sangat ingin ia lampiaskan.

"Sudah kuputuskan, bahwa seluruh tubuh ini hanya miliknya sayang.. jadi tidak ada yang boleh menyentuhnya, walau hanya sehelai rambutmu..." tukas Cullen sambil menindih tubuh Jaes.

"Benar-benar binatang!" Jaes membelalak dan sangat marah.

"Iya, terus..." Cullen melentangkan tubuh lemah nan mungil Jaes di bawah tubuhnya.

"Coba lihat, betapa menggodanya tubuh mungil ini.. rasanya aku ingin patahkan bagian yang telah di sentuh oleh si brengsek Remost tadi.." ujar Cullen dengan seringai senyuman iblisnya.

"Gila! binatang!" Jaes sangat kesal dan hanya bisa menangis.

"Sudahlah, kau sedang sakit. Aku pun tak ingin bermain dengan tubuh lemahmu, karena besok dan besoknya lagi akan sulit mengisi energiku, bila kau sakit-sakitan.."

Cullen melepaskan cengkramannya pada kedua tangan Jaes.

"Mengapa... mengapa kau begitu kejam padaku.. aku tidak pernah mengganggumu." Jaes terus terisak, sambil meringuk di balik selimut tebal miliknya.

"Mengapa bertanya begitu kucing manis." Cullen pun berbaring di samping tubuh Jaes, sambil ia memainkan rambut panjang milik Jaes.

"Apa alasanmu tuan terus menindasku seperti ini.. ujar Jaes dengan suaranya yang hampir tak terdengar, karena sedari tadi terus saja menangis.

"Tidak ada alasan apa pun... aku hanya tertarik pada kucing kecil sepertimu.." Cullen mengendus-endus punggung dan batang leher Jaes.

Cullen juga membelai-belai bagian tubuh depan Jaes, tentu saja tangannya bermain asyik dengan kedua gunung mulia milik kepunyaan Jaes.

"Hentikan, aku lelah, dan aku sedang sakit." Ucap Jaes, ia sangat berharap jika Cullen akan berhenti mengganggunya.

"Baiklah manisku, malam ini aku akan lepaskan kamu. Cepatlah sembuh, sehingga kita bisa saling memuaskan.." Cullen mendekap erat tubuh Jaes, hingga akhirnya Jaes terlelap.

Hmmm... Cullen tersenyum tulus pada Jaes.

"kucing kecilku yang sangat polos, aku tahu belum pernah ada pria yang menyentuhmu.." batin Cullen, lalu mengecup lembut kening Jaes.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status