Share

Part 8: Apakah memang harus begini ?

My Beloved Bastard”

Author by Natalie Ernison

Cullen Kyleer seorang pria yang sangat misterius, bahkan hingga saat ini pun ia selalu menjadi sosok yang sangat misterius. Berawal dari pertemuan tak terduga antara dirinya dan Jasmeen, kini telah membawa kisah baru dalam kehidupan Jasmeen Aimee.

Sedari dulu Jasmeen selalu cuek dengan kehidupan percintaannya, terlebih lagi saat gagalnya kisah percintaan dirinya bersama Remost. Hal tersebut membuat Jasmeen seakan tak ingin percaya cinta lagi. Terlalu letih baginya untuk memulai lembaran baru.

Semenjak pertemuannya dan semua perbuatan yang Cullen perbuat untuknya, telah membuat kisah baru dalam hidupnya. Kehidupannya dulu yang hanya dipenuhi dengan bekerja, dan terus bekerja demi penghidupan. Kini berubah drastic, justru terkadang ia berpikir bagaimana caranya agar Cullen tak lagi mengusik kehidupannya.

Entah mengapa Cullen sangat suka mengerjainya, dan bahkan beranggapan bahwa Jasmeen kini telah menjadi milik kepunyaannya, dan tentu saja hal itu tanpa persetujuan dari Jasmeen. Bagi Cullen tak penting adanya persetujuan dari lawan pihak.

Café xxx

Prok prok prok… suara tepukan tangan.

“Amazing Jasmeen… hanya dalam hitungan hari, populiaritas novelmu semakin melejit pesat!!” ujar Zeros sang editor cerewetnya.

"Ahhh iya bos… bagaimana dengan bonusku?"

“Slow saja Jasmeen, aku bukanlah pria yang suka ingkar janji, apalagi ini masalah pekerjaan. Rupanya kau masih saja perhitungan seperti biasanya..” tukas Zeros sambil mengeluarkan sebuah cek tunai.

“Ini bonusmu…” Zeros menyodorkan selembar cek tunai.

"Bos, sepertinya aku harus bekerja, karena jika hanya menulis novel, maka aku akan selalu terperangkap didalam kemiskinanku." Ucap Jaes sambil melipat lembaran cek tunai tadi, dengan wajah sendunya.

“Yah… tidak masalah, apa kau sudah memiliki target tempat bekerja?”

"Aku sedang berusaha mencari pekerjaan yang bisa menjadi pegangan hidupku."

“Lalu apakah sudah ada rekomendasi?”

"Hmm… iya sudah mulai ada,  dan aku sebagai editor di suatu perusahaan majalah surat kabar  dan lainnya yang berhubungan dengan berita."

“Ohh good… aku sangat mendukungmu, dan sesuai dengan bakatmu, kau lebih cocok bekerja dengan fokus. Tetapi jangan sampai melupakan sosialisasimu..” Zeros menepuk bahu Jaes dengan senyuman tulusnya.

"Iya bos… kuharap bos tidak mengejar-ngejarku dan menuntut deadline."

Hahaha… "tentu saja aku akan terus mengejarmu, jika kau melupakan bisnis kita..”

"Oke, oke bos… thank you." Jaes tertawa, karena editor cerewetnya selalu membuatnya tertekan dengan segala macam deadline naskahnya.

“Jasmeen, mengapa kau bisa menulis cerita sesadis ini? apakah kau sekarang lebih suka dengan hal-hal yang berbau kekerasan. hmmm..” Zeros memandanginya dengan tatapan yang penuh tanya, bahkan menaikan alisnya sebagai tanda penasaran.

"Bukankah sejak awal aku adalah penulis cerita gore, apakah bos sudah pura-pura lupa?" Ucap Jaes memberi pembelaan diri, karena ia tak ingin satu pun yang tahu tentang dirinya dan Cullen.

“Baiklah, aku percaya padamu.. dan good luck..” Zeros akhirnya menyerah untuk bertanya, karena Jaes pun tak ingin memberinya kesempatan untuk bertanya lebih banyak.

>>

Huhhh… menghela nepas dengan kasar.

“Apakah ini gedungnya..” batin Jaes saat tiba di alamat yang telah menjadi targetnya untuk memulai pekerjaan barunya.

Setelah menunggu antrian pelamar kerja dan kini saatnya baginya untuk memulai wawancara khusus.

“Jasmeen Aimee, sarjana sastra, dan pengalaman kerja.. hmmm… jadi kau sudah mulai mempelajari bagian editor sejak sekolah?” tukas seorang yang menerima lamaran kerjanya.

"Iya pak, hanya itulah pengalaman saya."

“Baik, kau diterima, dan mulai besok langsung bekerja sesuai sop yang tertera..” ujar seorang pria yang menerima lamaran Jaes sambil memberikan beberapa lembaran sop selama bekerja.

***

Mall xxx

Jaes terlihat sibuk memilih dan memilah pakaian yang akan ia kenakan selama bekerja, dan karena besok adalah haripertama baginya. Celana bahan, jeans, denim dan sejenisnya. Baju kemeja berwarna soft gelap, kini sudah berhasil ia dapatkan. Berharap besok adalah hari yang sangat menyenangkan.

Drrttt… Kak Remost memanggil…

Jaes: “Hallo kak?”

Remost: ”Sepertinya ada yang sedang berbahagia hari ini..”

Jaes: “apa maksud kakak?”

Remost: “Bukankah besok hari pertamamu bekerja? maka, nanti aku akan mengantarkan pakaian yang pas untuk kau kenakan.”

Jaes: “Tidak perlu, aku sudah memilikinya..”

Jaes mendengus pelan, ia tak terlalu suka dengan sikap ikut campur Remost.

“Sudah jelas-jelas akan segera menikah, mengapa sok peduli! tidakkah aku akan dianggap seperti merebut pria dari wanita lain” batin Jaes.

Segera setelahnya Jaes kembali pulan ke rumah susun kediamannya, dan mencuci pakaian yang telah ia beli tadi.

Ia mulai menyibukkan diri dengan segala persiapan lainnya, dan bahkan sayuran mau pun lauk pauk sudah tersedia rapi di dalam kulkas miliknya. Karena ia berencana akan membawa masakan rumah setiap pergi ke tempat ia bekerja, karena akan meminimalis pengeluarannya.

Ahhh… “coba saja masih ada ayah dan ibu, mungkin aku tidak akan sesulit ini..” gumam Jaes sambil merapikan barang-barangnya. Tak bisa pungkiri, rasa rindu pada kedua orang tuanya begitu memilukan hatinya.

Namun kini, Jaes harus berlapang dada untuk merelakan hal itu, dan memulai har-harinya dengan penuh semangat.

Hari-hari ia lalui dengan sebaik mungkin, semangat bekerja dan juga orang-orang di lingkungan barunya.

Ia dikenal dengan pribadi yang menyenangkan dan juga tegas, sehingga banyak rekan-rekannya yang mengandalkan dirinya.

Kemana saja pria sadis itu, sudah beberapa minggu ini tak datang…” batin Jaes saat ia sedang mulai menulis naskahnya. Entah, malam  ini sepertinya ia mulai mencari-cari sosok misterius Cullen. Karena tak biasanya Cullen menghilang.

“Bukankah baik jika dia tak datang, apa yang aku pikirkan.. bodoh sekali..” batin Jaes dan mjulai melanjutkan naskahnya.

>>

“Jasmeen, tolong edar brosur ini. Sehingga orang-orang akan tahu tentang keunggulan produk  perusahaan kita..—“ tukas sang atasannya, dan beberapa hari ini mereka sedang mengadakan event kantor.

Jaes pun bertugas sebagai bagian promosi produk-produk yang juga kerjasama dengan perusahaannya.

“Silakan tuan, nyonya…--“ Jaes terlihat sangat sibuk dengan tugasnya, hingga melupakan segala hal pribadinya.

>>

Riuh suara orang-orang dan juga ada keramaian di sekitar lokasi event yang sedang di adakan oleh kantor Jaes.

“Jasmeen, jika ingin berkeliling, silakan saja..” tukas sang atasan.

"Baik pak, terimakasih." Jaes pun mulai berkeliling untuk kuliner makanan yang tersedia di lokasi event.

“Siapa itu? bukankah itu…-- langkah Jaes terhenti saat melihat dua pasangan sedang asyik berbincang dengan orang-orang perusahaan xx, yah Jaes cukup mengenal pegawai perusahaan xx yang merupakan klien perusahaan tempat ia bekerja.

Wajah Jaes berubah menjadi tak bersahabat, saat ia melihat pria dan wanita sedang terlihat asyiknya berbincang.

Namun bukan di situ letak kekesalannya, namun ia cukup kesal melihat pria tersebut yang ialah Cullen. Yah, Cullen yang selalu mengerjainya dan melarangnya bersama pria lain walau hanya sekedar berteman. Namun saat ini, justru Cullen lah yang lebih mengesalkan, Cullen sedang merangkul pinggang seorang wanita.

“Yah, pria ini benar-benar bajingan! apa yang harus aku lakukan!!” batin Jaes.

Namun ia merasa hal itu bukanlah ranahnya untuk ikut campur, toh Cullen bukanlah pria yang berperasaan, pikirnya.

Ia membalikkan dirinya dan melangkah dengan menghela napas berat. Entah mengapa, ada rasa sesak di dadanya saat melihat Cullen bersama wanita lain, dan terlihat begitu serasi.

“Jasmeen!!” tiba-tiba seseorang memanggil dirinya.

Iya bos… ujar Jaes dengan wajah sendunya.

“Kita akan ada pertemuan dengan perusahaan xx, ayo sekarang..” tukas sang atasan.

Tanpa banyak bertanya lagi, Jaes pun menuruti perkataan sang atasannya. Ternyata yang dimaksud ialah tempat Cullen bersama para rekannya sedang berbincang.

“Selamat malam pak direktur Cullen Kyleer..” ujar sang atasan sambil mempersilakan Jaes turut serta berkanalan.

“Ohh iya, silakan duduk..” ujar Cullen dengan senyuman miringnya, saat melihat Jaes yang sedari tadi memasang wajah cuek.

"Pak direktur Cullen Kyleer, ada sangat luar biasa, selain seorang dokter,  namun anda masih menyempatkan diri untuk menghadiri pertemuan ini."

Selain sebagai dokter bedah, Cullen juga merupakan seorang direktur di perusahaan keluarganya. Ia pun juga seorang pria mapan yang sangat sukses di berbadai bidang usaha bisnisnya.

“Tentu saja, apalagi perusahaan percetakan kalian sedang mengadakan event, jadi sekalian saja aku ingin berkeliling..” tukas Cullen sambil meneguk minumannya dan tak lupa sorot matanya terfokus pada wajah Jaes.

Jaes terlihat diam saja sedari tadi, enggan untuk bicara.

“Maaf tuan Dham, apakah ini istri anda?” ujar Cullen sambil memandang ke  arah Jaes. Cullen dengan sengaja bertanya hal demikian, hanya untuk membuat Jaes kesal.

"Ohh tentu tidak tuan, ini adalah editor majalah perusahaan kami. Nona Jasmeen silakan perkenalkan diri.. ujar tuan Dham, sang atasan dari Jaes.

Jaes pun bangkit berdiri untuk memberi salam dan memperkenalkan dirinya secara profesional.

"Selamat malam tuan-tuan dan nyonya, saya Jasmeen Aimee, editor perusahaan xx." Ujar Jaes dengan membungkukkan diri sebagai tanda hormat, lalu kembali duduk.

“Kita akan makan malam bersama, silakan semuanya." UcapCullen sambil beranjak menuju ruang makan bersama, dan tak lupa wanita yang bersamanya terlihat menggelayut manja padanya.

Selama makan malam bersama, wanita yang bersama Cullen terus saja terlihat manja padanya. Beberapa kali sang wanita memberikan Cullen tambahan daging pada piringnya, dan hal itu dihadapan Jaes.

Jaes hanya terdiam tanpa kata, ia pelan-pelan mengunyah makanannya, dan juga ada rasa tak nyaman di dadanya.

Cullen pun terlihat senang saat sang wanitanya selalu bersikap manja padanya. Sorot mata Cullen tak lepas dari Jaes. Sambil mengunyah makanan, ia terus saja menatap Jaes, karena posisi duduk berhadapan, dan bentuk meja makan yang bundar hanya memuat sekitar 8 delapan orang. Tentu saja mereka sangat dekat.

Benar-benar pria binatang keji..” Jaes mulai mengumpat, saat dirasanya ada sesuatu yang menyingkap dressnya. Itu adalah ulah Cullen, Cullen menggosok-gosokan kakinya pada betis Jaes.

Seringai senyuman nakal Cullen pada Jaes, saat Jaes mulai terlihat tak nyaman dengan hal itu.

"Maaf, tuan nyonya! saya harus segera pamit undur diri, karena ada hal penting," ujar Jaes sambil meletakkan sendok garpunya.

“Ohh baiklah nona Jasmeen, terimakasih atas kesediannya.,"  balas Cullen sambil melap mulutnya dengan tissue.

"Ya.. aku permisi." Jaes pun beranjak pergi.

Sebenarnya ia sedang berbohong, ia hanya tak tahan dengan situasi canggung tadi. Terlebih lagi Cullen sedang bersama wanita, bahkan terlihat sangat dekat nan mesra. Sedangkan, Jasmeen merupakan wanita yang selalu saja ia kerjai. Jasmeen sangat kesal akan hal itu, namun ia pun tak tahu harus berbuat apa selain menerima keadaan itu.

*****

Sebulan kemudian…

Semua berjalan dengan normal, dan Cullen pun sudah tak lagi mengganggunya.

Seperti biasanya, Jaes terlihat sibuk dengan layar laptopnya saat menjelang malam. Setelah seharian lelah bekerja, malam pun ia harus melanjutkan naskah novelnya.

Knock knock knock... suara ketukan pintu memcahkan fokusnya.

Jaes pun beranjak dari kursi kerjanya menuju pintu.

"Kak Remost, apa yang kakak lakukan malam-malam begini? apa yang akan tetangga katakan nantinya? tukas Jaes saat baru saja ia membuka pintu.

“Mengapa begitu banyak pertanyaanmu, aku baru saja tiba, dan aku lelah..” ucap Remost dengan wajah sendunya.

Itu bukanlah urusanku! kakak pergilah! kakak adalah pria yang akan segera menikah!" Ucap Jaes dengan wajah kesal.

“Tidakkah kau tetap menjadi wanita satu-satunya yang mengerti aku! Keluargaku boleh tidak mempedulikan perasaanku, tapi kamu jangan Jasmeen! hanya kau wanita yang sangat mengerti keadaanku..” tukas Remost sambil mendorong pintu kamar Jaes.

"Pergilah kak! aku tidak ingin mendengar apa pun lagi." Jaes terlihat sedih, ia sangat peduli dengan keadaan Remost, namun sudak cukup baginya segala penghinaan dari keluarga besar Remost Tyga.

“Jasmeen! tolong… kali ini aku sangat memohon…” Ucap Remost dengan wajah memelas dan sangat memohon.

"Baiklah, tapi tidak didalam. Di luar saja."

“Oke, di café samping ini…” tukas Remost dengan tersenyum sendu, ia senang karena Jasmeen memberinya kesempatan untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya.

Jaes pun menutup pintu kamarnya, lalu berjalan bersama Remost menuju sebuah café yang lokasinya di samping gedung kediamannya.

>>

Café xx

Keduanya duduk berhadapan dan sambil memesan beberapa camilan juga minuman.

“Jasmeen, aku..—“

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status