Share

Bertemu Dimas

last update Last Updated: 2025-02-01 12:03:29

Keesokan harinya, setelah kembali dari perjalanan mereka, Wisang dan Taka memutuskan untuk duduk bersama di ruang tamu mereka yang tenang. Meskipun mereka baru saja menikmati ketenangan Eropa yang indah, kenyataan kembali menghantui mereka, dan ketegangan yang mengalir dari Dimas semakin terasa.

Wisang menggenggam tangan Taka dengan erat. "Aku rasa kita sudah cukup jauh dari Dimas, tapi dia tetap mengawasi kita," katanya, suara penuh kecemasan yang tidak bisa disembunyikan. "Aku tidak ingin dia menghancurkan apa yang sudah kita bangun."

Taka menatapnya dengan penuh perhatian, meyakinkan Wisang dengan tatapan yang dalam. "Kita harus ingat satu hal, Wisang," kata Taka lembut. "Kita sudah berjalan sejauh ini bersama. Tidak ada yang bisa mengubah itu, tidak peduli berapa banyak dia berusaha mengontrol kita. Kita akan melalui ini bersama, apapun yang terjadi."

Wisang mengangguk, meskipun di dalam hatinya, keraguan itu tetap ada. Dimas bukan orang yang mudah dihadapi, dan dia tahu betul apa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • My Beloved Partner   Ulah Dimas Lagi

    Setelah Dimas pergi, Wisang menghela napas panjang dan menyandarkan kepalanya ke bahu Taka. "Aku tidak tahu apakah dia benar-benar akan menyerah atau hanya menunggu saat yang tepat untuk kembali mengacau," gumamnya lirih.Taka membelai lembut rambut Wisang, menenangkan perempuan yang ia cintai. "Yang penting sekarang, kita tetap berdiri bersama. Apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya, Wisang."Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Dua hari kemudian, Wisang menerima sebuah panggilan telepon dari kantor lamanya."Wisang, kami baru saja mendapat surat dari pengacara. Dimas mengajukan tuntutan."Jantung Wisang berdegup kencang. "Tuntutan apa?" tanyanya dengan suara tertahan."Dia menuntut karena dugaan penyalahgunaan informasi internal saat kamu masih bekerja di sini. Dia mengklaim ada kebocoran data yang merugikan perusahaan. Kami tahu ini mungkin hanya alasan, tapi... ini bisa menjadi masalah besar."Wisang hampir tidak bisa bernapas. Dimas benar-benar tidak akan membiarkan

    Last Updated : 2025-02-09
  • My Beloved Partner   Masakan Wisang yang Lezat

    Setelah hari yang penuh ketegangan, Wisang memutuskan untuk membuat sesuatu yang istimewa untuk Taka. Dimas boleh saja terus mengusik mereka, tetapi malam ini, ia hanya ingin menikmati kebersamaan dengan pria yang dicintainya.Di dapur apartemen kecil mereka, Wisang berdiri dengan celemek terikat di pinggang. Taka duduk di kursi bar, mengamati dengan senyum miring. "Aku tak pernah tahu kalau kau bisa memasak," katanya, menyandarkan dagunya di tangan.Wisang tertawa pelan sambil membalik steak di atas panggangan. "Kau pikir aku hanya bisa bekerja dan bertengkar dengan Dimas?" ia melirik ke belakang dengan senyum menggoda.Taka mengangkat bahu. "Yah, jujur saja, aku selalu melihatmu sebagai orang yang lebih suka makan di luar daripada repot-repot memasak sendiri."Wisang mengangguk sambil menuangkan saus ke atas steak yang sudah matang. "Itu benar. Tapi untuk orang yang kucintai, aku rela melakukan apa pun. Termasuk belajar memasak."Taka menatapnya, matanya melembut. Wisang memang buka

    Last Updated : 2025-02-10
  • My Beloved Partner   Berusaha Akur

    Wisang menarik napas dalam, menekan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi Dimas. Saat ini, yang terpenting bukanlah siapa yang membenci mereka atau siapa yang mengancam, melainkan Ghenta—anak tirinya dari Taka."Kau boleh bicara sesukamu, Dimas," ucap Wisang akhirnya, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Tapi bagiku, yang paling penting sekarang adalah kesehatan mental Ghenta. Jika keberadaanmu membantunya, maka aku tidak keberatan."Taka menoleh, ekspresinya sulit ditebak. Dia tahu bahwa Wisang bukan orang yang mudah menerima kehadiran Dimas, apalagi setelah semua yang terjadi di antara mereka. Namun, demi Ghenta, Wisang rela mengesampingkan perasaan pribadinya.Dimas menaikkan alisnya, tampak sedikit terkejut. "Aku tidak menyangka kau akan mengatakan itu, Wisang. Kukira kau akan langsung menyuruhku pergi.""Aku ingin menyuruhmu pergi," Wisang mengakui, melipat tangannya di dada. "Tapi Ghenta butuh stabilitas, bukan pertengkaran orang dewasa yang egois."Dimas menatap Wisa

    Last Updated : 2025-02-28
  • My Beloved Partner   Terancam

    Malam semakin larut, tetapi Wisang tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya penuh dengan pertanyaan—siapa orang berbaju hitam itu? Apakah ini hanya kebetulan, atau ada seseorang yang benar-benar mengincar mereka?Di kamar, Taka sudah kembali setelah memastikan Ghenta tidur dengan tenang. Ia duduk di tepi ranjang, menatap Wisang yang masih berdiri di dekat jendela, pikirannya terlihat jauh."Sudah hampir jam dua pagi," ucap Taka pelan. "Kau belum mau tidur?"Wisang menggeleng. "Aku merasa ada yang tidak beres."Taka menghela napas. Ia tahu suaminya bukan tipe orang yang mudah panik, jadi jika Wisang merasa ada sesuatu yang salah, kemungkinan besar itu memang benar."Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan Dimas?" tanya Taka akhirnya.Wisang diam sejenak sebelum menjawab, "Aku tidak tahu. Tapi kalau memang dia ingin berbuat sesuatu, kenapa harus dengan cara seperti ini?"Taka mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Wisang. "Besok kita tingkatkan keamanan rumah. Aku akan meminta beberap

    Last Updated : 2025-03-02
  • My Beloved Partner   Kembalinya Larissa

    Malam semakin menekan, seakan udara di dalam rumah pun terasa lebih berat dari sebelumnya. Wisang masih berdiri di dekat ranjang Ghenta, matanya menatap wajah polos anak itu yang terlelap. Tapi pikirannya jauh dari tenang. Kata-kata yang Ghenta ucapkan tadi masih bergema dalam kepalanya."Dia bilang… dia sudah dekat."Taka duduk di kursi kecil di samping tempat tidur Ghenta, menatap Wisang dengan ekspresi penuh kecemasan. "Kita tidak bisa menganggap ini hanya kebetulan, Wisang. Ghenta terus memimpikan sosok berbaju hitam itu, dan sekarang seseorang benar-benar meninggalkan pesan ancaman di depan rumah kita. Ini terlalu nyata untuk sekadar kebetulan."Wisang mengangguk pelan. "Aku tahu.""Apa kau pikir Dimas yang mengirim pesan itu?" Taka bertanya, meskipun dalam hatinya ia ragu.Wisang menggeleng. "Aku tidak yakin. Ini bukan gaya Dimas. Jika dia ingin mengancam, dia pasti akan melakukannya secara terang-terangan, bukan dengan permainan seperti ini."Taka terdiam, lalu berbisik dengan

    Last Updated : 2025-03-05
  • My Beloved Partner   Penjelasan Larissa

    Pagi yang dingin menyelimuti rumah mereka. Wisang terbangun lebih awal dari biasanya, pikirannya masih dihantui oleh sosok berbaju hitam yang ia lihat semalam. Ia duduk di tepi ranjang, matanya menatap lurus ke jendela, mencoba mencari tanda-tanda aneh di luar sana.Tak lama kemudian, langkah kaki terdengar mendekat. Taka muncul di ambang pintu, wajahnya masih tampak letih setelah malam yang panjang."Aku tidak bisa tidur," kata Taka lirih.Wisang menepuk tempat di sampingnya, mengisyaratkan agar Taka duduk. "Aku juga," balasnya.Taka menghela napas berat. "Aku tidak habis pikir. Larissa muncul tiba-tiba, menuntut hak asuh Ghenta, lalu ancaman itu… Semuanya terjadi begitu cepat."Wisang menatapnya dengan serius. "Aku merasa ini bukan kebetulan, Tak. Semalam, aku melihat seseorang berdiri di luar. Sosok berbaju hitam. Dia hanya diam menatap ke arah rumah ini, lalu menghilang."Taka menegang. "Sosok berbaju hitam?"Wisang mengangguk. "Sama seperti yang Ghenta lihat dalam mimpinya."Taka

    Last Updated : 2025-03-06
  • My Beloved Partner   Bayang-bayang Larissa

    Pagi yang dingin terasa lebih mencekam daripada biasanya. Setelah malam yang panjang dengan berbagai ancaman, Wisang dan Taka tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal diam lagi. Sesuatu sedang mengincar mereka—mengincar Ghenta.Wisang menatap wajah anak itu yang masih terpekur di tempat tidur. Ghenta belum benar-benar pulih dari ketakutannya. Ia hanya memeluk lututnya erat-erat, menolak berbicara lebih banyak tentang apa yang ia lihat semalam.Taka duduk di sampingnya, tangannya mengusap punggung anak itu dengan lembut. “Sayang, tidak ada yang bisa menyakitimu. Papa dan Tante Wisang akan melindungimu,” katanya pelan.Ghenta mengangguk, tapi matanya tetap terarah ke jendela, seakan takut sesuatu akan muncul lagi.Wisang menarik napas dalam, lalu berbalik menatap Taka. “Kita tidak bisa menunggu lebih lama. Aku akan mencari tahu lebih jauh tentang kecelakaan Larissa dulu.”Taka mengangguk. “Aku akan menemui beberapa orang yang mungkin bisa membantu kita. Kita harus tahu siapa yang mengirim a

    Last Updated : 2025-03-07
  • My Beloved Partner   Emblem itu?

    Satria menatapnya dalam-dalam. "Kami tidak bisa menyimpulkan pasti tanpa bukti lebih lanjut. Tapi, jika benar ada seseorang yang ingin Larissa menghilang saat itu, orang itu bisa saja masih ada di sekitar kalian sekarang."Sebuah kesadaran mengerikan menghantam Wisang dan Taka bersamaan."Dan kalau mereka belum selesai…" Wisang menelan ludah. "Mereka akan kembali untuk menyelesaikan apa yang mereka mulai."Dalam perjalanan pulang, pikiran Taka dipenuhi oleh semua informasi yang baru saja mereka terima. Ia merasa ada sesuatu yang terlewat, sesuatu yang harus diingatnya.Sesampainya di rumah, Wisang menidurkan Ghenta yang masih terlihat lelah setelah semalaman dilanda ketakutan.Taka duduk di ruang tamu, menyalakan laptopnya dan mulai mencari dokumen lama yang pernah ia simpan.Saat sedang membuka folder-folder lama, matanya tiba-tiba menangkap sebuah file rekaman CCTV yang pernah ia simpan bertahun-tahun lalu. Rekaman dari kamera di depan rumah mereka, tepat beberapa hari sebelum kecel

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • My Beloved Partner   Semakin Jelas

    Pukul 21.45 WIB – Lokasi Rahasia di Jakarta SelatanUdara dingin mulai merambat masuk ke celah-celah jendela tua di ruang istirahat kecil yang disediakan untuk Wisang dan Taka. Di balik tirai tebal, cahaya dari lampu jalan berkilau samar, memantul di mata Taka yang masih menatap langit-langit.Wisang duduk di ujung ranjang, membuka perban di lengannya yang memar. Taka bangkit dari duduknya, lalu mengambil kapas alkohol. “Biar aku bantu,” ucapnya pelan.Ia duduk di hadapan Wisang, menyentuh lengannya perlahan. Alkohol menyengat luka, tapi bukan itu yang membuat dada Wisang berdebar. Bukan pula karena rasa sakit—melainkan karena sentuhan tangan Taka yang selalu terasa seperti pelarian dari dunia yang begitu kelam.“Kalau semua ini selesai…” Taka tak menyelesaikan kalimatnya.“Aku akan tetap memilih kamu,” balas Wisang, cepat, tegas.Taka menunduk. “Dimas akan makin gila kalau tahu kamu bilang begitu.”Wisang tersenyum miring. “Biar dia tahu. Aku udah cukup lama hidup dalam bayangannya.

  • My Beloved Partner   Menangkap Musuh

    Subuh masih menggantung di langit, meninggalkan sisa embun dan hawa dingin yang menempel di kulit. Wisang, Taka, Kompol Arief, dan Ipda Santi melaju dalam kendaraan taktis menuju lokasi cadangan yang tak tercatat dalam sistem manapun—sebuah rumah aman milik intelijen yang bahkan sebagian besar anggota kepolisian pun tidak tahu keberadaannya.Mobil berhenti di bawah jembatan layang tua di luar Jakarta, lalu masuk ke jalur servis tersembunyi. Gerbang besi terbuka otomatis setelah Arief mengirimkan kode melalui perangkat satelit. Di balik gerbang itu, sebuah bangunan beton sederhana berdiri. Tak mencolok, tapi dijaga ketat oleh pasukan tak berseragam.Begitu masuk, mereka langsung diarahkan ke ruang brifing. Peta besar Jakarta dan sekitarnya terpajang di dinding, disertai titik-titik merah menyala yang berkedip—menunjukkan pergerakan musuh yang sedang dilacak.Kompol Arief menatap Wisang. “Mulai sekarang, kita harus main cepat. Wira tidak hanya mengincarmu, tapi juga nama besar keluarga

  • My Beloved Partner   Panik

    Wisang bergerak cepat. Ia menggenggam tangan Taka dan menariknya ke belakang, menuju dapur yang terhubung langsung dengan pintu keluar belakang vila.“Jangan panik. Kita harus cari jalan keluar, bukan buka pintu,” bisiknya.Namun belum sempat mereka melangkah lebih jauh, suara dentuman keras terdengar. Pintu depan tidak diketuk lagi—melainkan didobrak paksa.BRAK!Taka menjerit tertahan. Wisang segera meraih pisau dapur sebagai alat pertahanan seadanya. Langkah kaki bergema memasuki ruang utama vila, diiringi desisan suara laki-laki yang jelas tidak mereka kenal.“Ayo keluar, Wisang... Taka. Jangan bikin aku membuang waktu.”Wisang memberi isyarat kepada Taka untuk berlari ke luar lewat pintu belakang, namun suara di luar semakin ramai. Setidaknya ada tiga orang lain di luar sana—dan mereka tidak datang dengan niat baik.Tiba-tiba, bunyi tembakan terdengar. Satu peluru melesat menembus jendela kaca dapur, membuat mereka tersentak mundur.“Kita terjebak,” gumam Wisang.Taka mulai gemet

  • My Beloved Partner   Tangan Keluarga

    Salah satu polisi itu, yang mengenakan seragam lengkap dengan tanda nama bertuliskan “F. Alvaro,” menatap mereka dengan sorot waspada.“Maaf kami datang tiba-tiba,” katanya tegas, “tapi kami mendapat informasi kredibel bahwa Anda berdua masuk dalam daftar target ancaman dari sindikat kejahatan keuangan lintas negara. Kami perlu membawa Anda ke tempat aman sementara penyelidikan dilanjutkan.”“Tempat aman?” Wisang menggenggam tangan Taka erat. “Apa yang sedang terjadi sebenarnya?”Polisi lain, yang lebih muda dan mengenalkan diri sebagai Briptu Maya, mengangguk. “Ada kemungkinan kelompok ini sudah mengetahui posisi Anda sejak beberapa minggu lalu. Penangkapan Dimas memicu pergerakan baru dari pihak-pihak yang ingin mengamankan diri mereka sendiri... dan mungkin menghabisi saksi-saksi kunci.”Taka menarik napas tajam. “Mereka menganggap kita saksi kunci?”“Lebih dari itu, Pak Taka,” jawab Briptu Maya serius. “Anda berdua adalah potongan utama dalam rangkaian besar yang sedang coba kami

  • My Beloved Partner   Tak Akan Mundur

    Taka mendekat pelan, duduk di samping Wisang. Ia meraih tangan Wisang dan menggenggamnya erat, memberi ruang untuk tenang tanpa perlu bicara. Tapi detik berikutnya, ponsel Wisang kembali bergetar.Pesan masuk dari nomor tak dikenal.Satu foto. Satu kalimat.“Sudah saatnya kamu tahu siapa Dimas sebenarnya.”Wisang dan Taka menatap layar yang sama.Foto itu memperlihatkan dua remaja laki-laki berseragam sekolah internasional di luar negeri. Salah satunya adalah Dimas. Dan satunya lagi...“Taka?” Wisang menatap pria di sampingnya. “Itu... kamu?”Taka menegang. Rahangnya mengeras.Ia berdiri, menjauh, lalu menyandarkan diri ke dinding.“Wisang…” katanya pelan. “Aku nggak pernah cerita soal masa laluku di Swiss. Aku sempat sekolah di sana. Dan Dimas—dia temanku. Teman dekat. Satu asrama. Tapi juga orang pertama yang bikin aku sadar bahwa nggak semua orang datang buat niat baik.”Wisang menatapnya tajam. “Jangan bilang kalau kalian pernah—”“Tidak.” Taka buru-buru menepis. “Tapi aku pernah

  • My Beloved Partner   Dimas Ditangkap atas Tuduhan Penggelapan Dana Perusahaan

    Taka terlihat terdiam, tak langsung menjawab pertanyaan Dira. Sorot matanya bergerak dari wajah Wisang ke Dira, lalu kembali ke Wisang—seolah sedang memohon izin untuk bicara jujur.“Dira nggak ada di daftar itu,” ujar Taka pelan. “Kamu satu-satunya yang dari awal aku anggap pelindung Wisang. Saksi hidup... kalau dia masih punya seseorang yang peduli sebelum aku datang.”Dira mengerutkan dahi, emosi yang tadi memuncak perlahan menurun, meski belum sepenuhnya percaya. “Tapi lo tetap ngelakuin semua itu di belakang dia, Tak.”“Aku tahu,” jawab Taka, nyaris berbisik. “Dan aku siap tanggung semua risikonya.”Sebelum ada yang sempat menimpali…Ponsel Wisang berdering keras. Ia melihat nama di layar—Pak Rendra, tetangganya dulu saat masih tinggal bersama Dimas. Dengan keraguan, ia menjawab panggilan itu, dan seisi ruangan langsung hening.“Pak Rendra? Ada apa pagi buta begini?”Suara berat pria itu terdengar panik, tapi jelas. “Wisang… kamu udah tahu kabar Dimas belum?”“Belum. Kenapa?” Jan

  • My Beloved Partner   Dira Datang

    Ketukan di pintu menginterupsi keheningan pagi itu. Lembut, tapi cukup untuk membuat Wisang dan Taka menoleh bersamaan.Taka bangkit refleks. “Aku yang bukain,” katanya cepat, mencoba menjaga kendali atas situasi.Wisang membiarkan.Saat pintu dibuka, sosok perempuan dengan hoodie oversized dan celana training abu-abu muncul di ambang pintu—Dira.“Pagi,” sapa Dira, wajahnya terlihat gelisah. “Aku... nggak tahu harus ke mana. Jadi, maaf banget kalau tiba-tiba datang.”Taka mengerutkan kening. “Dira? Ada apa?”Wisang mendekat, sedikit bingung. “Masuk dulu.”Dira melangkah masuk, memeluk tubuhnya sendiri seolah berusaha tetap tenang. Ia duduk di tepi sofa, menunduk. Taka duduk di hadapannya, Wisang berdiri tak jauh.“Gue kabur dari rumah,” katanya akhirnya. “Bokap gue maksa gue nikah sama calon yang dia pilih. Buat nutup-nutupin proyek yang dia gagal handle. Semacam... barter nama baik keluarga.”Taka menghela napas berat. “Dan lo nggak bisa bilang ke nyokap?”“Nyokap gue udah nyerah. Lo

  • My Beloved Partner   Taka Tersudut

    Layar ponsel memantulkan wajah Dira yang tersenyum samar—bukan senyum hangat, tapi senyum penuh rahasia. Suara di seberangnya tenang, bahkan nyaris manis."Aku tahu kamu mungkin mikir aku ini cuma masa lalu Taka yang belum move on," ujar Dira, matanya menatap lurus ke arah kamera. "Tapi kamu salah, Wisang. Aku bukan cuma masa lalu. Aku bagian dari hidup Taka yang dia sembunyikan, dan itu... termasuk dirimu."Wisang menegang. "Maksudmu apa?"Taka yang duduk tak jauh di belakang, tampak mulai panik. Wajahnya pucat. “Dira, hentikan. Kamu nggak tahu apa-apa—”"Aku tahu semuanya, Tak," potong Dira tajam. "Dan kamu nggak bisa tutup-tutupin ini selamanya."Ia kembali menatap Wisang. "Taka nggak ngaku, kan? Kalau dia dulu pernah ikut dalam proyek 'Clean List'? Program bersih-bersih sosial yang waktu itu dijalankan pemerintah secara diam-diam. Termasuk pencatatan data penyintas trauma dan orang-orang yang dianggap ‘bermasalah secara mental dan moral’?"Wisang mengernyit, bingung. Tapi Dira ter

  • My Beloved Partner   Info dari Dira

    Malam itu, setelah kepulangan dari kejaksaan dan pertemuan tak terduga dengan Dira, Wisang dan Taka memutuskan untuk singgah di rumah Wisang. Rumah itu kini lebih hangat, dengan aroma lavender di ruang tamu dan foto-foto kecil yang Wisang gantung kembali di dinding—kenangan yang dulu ia singkirkan ketika semuanya terasa hancur.Taka duduk di sofa, menatap foto lama Wisang saat masih menjadi guru les privat, tersenyum pada anak-anak yang memeluknya dalam potret. “Kamu kelihatan bahagia di sini,” gumamnya.Wisang menyeduh dua cangkir teh jahe dan menyerahkannya pada Taka. “Aku memang bahagia saat itu. Tapi bukan karena mereka... tapi karena aku merasa dihargai. Diperlukan. Dan... dicintai dengan tulus oleh diriku sendiri.”Taka menatapnya. “Aku bikin kamu kehilangan itu, ya?”Wisang tidak menjawab langsung. Ia duduk di sebelah Taka, lalu berkata pelan, “Bukan kamu yang membuat aku kehilangan diriku, Tak. Tapi semua yang kita alami... rasa takut, rasa sayang, semua bercampur sampai aku s

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status