Home / Rumah Tangga / My Beloved Partner / Liburan ke Eropa

Share

Liburan ke Eropa

last update Last Updated: 2025-01-17 09:31:18

"Dimas tidak akan pernah menyerah, padahal dia yang terus menyakitiku sebelumnya," lirih Wisang.

"Bagaimana jika kita pergi ke Eropa?" Taka yang mendengar kalimat lirih sang istri pun bertanya kepada Wisang.

Wisang meliriknya dengan sedikit kebingungan. "Eropa? Serius? Bukankah kita lebih baik tetap di sini?"

Taka tersenyum, meletakkan cangkir kopi di mejanya. "Justru karena kita sibuk mengawasi segalanya, kita perlu jeda. Aku bisa menyelesaikan semuanya dari sana, dan kita bisa sejenak meninggalkan segala tekanan ini. Pikirkan ini sebagai kesempatan untuk menyegarkan diri."

Wisang terdiam sejenak, memikirkan tawaran itu. Dia tahu, ini bukan hanya tentang liburan biasa. Taka tidak pernah meminta sesuatu yang tidak penting, dan kesempatan ini mungkin menjadi satu-satunya cara untuk keluar dari rutinitas penuh stres yang mereka jalani.

"Tapi, Eropa... itu jauh sekali. Dan kita masih begitu berisiko."

Taka mengangguk memahami kekhawatiran Wisang. "Aku tahu, tapi ini bukan hanya soal peke
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • My Beloved Partner   Bertemu Dimas

    Keesokan harinya, setelah kembali dari perjalanan mereka, Wisang dan Taka memutuskan untuk duduk bersama di ruang tamu mereka yang tenang. Meskipun mereka baru saja menikmati ketenangan Eropa yang indah, kenyataan kembali menghantui mereka, dan ketegangan yang mengalir dari Dimas semakin terasa.Wisang menggenggam tangan Taka dengan erat. "Aku rasa kita sudah cukup jauh dari Dimas, tapi dia tetap mengawasi kita," katanya, suara penuh kecemasan yang tidak bisa disembunyikan. "Aku tidak ingin dia menghancurkan apa yang sudah kita bangun."Taka menatapnya dengan penuh perhatian, meyakinkan Wisang dengan tatapan yang dalam. "Kita harus ingat satu hal, Wisang," kata Taka lembut. "Kita sudah berjalan sejauh ini bersama. Tidak ada yang bisa mengubah itu, tidak peduli berapa banyak dia berusaha mengontrol kita. Kita akan melalui ini bersama, apapun yang terjadi."Wisang mengangguk, meskipun di dalam hatinya, keraguan itu tetap ada. Dimas bukan orang yang mudah dihadapi, dan dia tahu betul apa

    Last Updated : 2025-02-01
  • My Beloved Partner   Ulah Dimas Lagi

    Setelah Dimas pergi, Wisang menghela napas panjang dan menyandarkan kepalanya ke bahu Taka. "Aku tidak tahu apakah dia benar-benar akan menyerah atau hanya menunggu saat yang tepat untuk kembali mengacau," gumamnya lirih.Taka membelai lembut rambut Wisang, menenangkan perempuan yang ia cintai. "Yang penting sekarang, kita tetap berdiri bersama. Apa pun yang terjadi, kita akan menghadapinya, Wisang."Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Dua hari kemudian, Wisang menerima sebuah panggilan telepon dari kantor lamanya."Wisang, kami baru saja mendapat surat dari pengacara. Dimas mengajukan tuntutan."Jantung Wisang berdegup kencang. "Tuntutan apa?" tanyanya dengan suara tertahan."Dia menuntut karena dugaan penyalahgunaan informasi internal saat kamu masih bekerja di sini. Dia mengklaim ada kebocoran data yang merugikan perusahaan. Kami tahu ini mungkin hanya alasan, tapi... ini bisa menjadi masalah besar."Wisang hampir tidak bisa bernapas. Dimas benar-benar tidak akan membiarkan

    Last Updated : 2025-02-09
  • My Beloved Partner   Masakan Wisang yang Lezat

    Setelah hari yang penuh ketegangan, Wisang memutuskan untuk membuat sesuatu yang istimewa untuk Taka. Dimas boleh saja terus mengusik mereka, tetapi malam ini, ia hanya ingin menikmati kebersamaan dengan pria yang dicintainya.Di dapur apartemen kecil mereka, Wisang berdiri dengan celemek terikat di pinggang. Taka duduk di kursi bar, mengamati dengan senyum miring. "Aku tak pernah tahu kalau kau bisa memasak," katanya, menyandarkan dagunya di tangan.Wisang tertawa pelan sambil membalik steak di atas panggangan. "Kau pikir aku hanya bisa bekerja dan bertengkar dengan Dimas?" ia melirik ke belakang dengan senyum menggoda.Taka mengangkat bahu. "Yah, jujur saja, aku selalu melihatmu sebagai orang yang lebih suka makan di luar daripada repot-repot memasak sendiri."Wisang mengangguk sambil menuangkan saus ke atas steak yang sudah matang. "Itu benar. Tapi untuk orang yang kucintai, aku rela melakukan apa pun. Termasuk belajar memasak."Taka menatapnya, matanya melembut. Wisang memang buka

    Last Updated : 2025-02-10
  • My Beloved Partner   Berusaha Akur

    Wisang menarik napas dalam, menekan emosinya agar tidak terpancing oleh provokasi Dimas. Saat ini, yang terpenting bukanlah siapa yang membenci mereka atau siapa yang mengancam, melainkan Ghenta—anak tirinya dari Taka."Kau boleh bicara sesukamu, Dimas," ucap Wisang akhirnya, suaranya tenang namun penuh ketegasan. "Tapi bagiku, yang paling penting sekarang adalah kesehatan mental Ghenta. Jika keberadaanmu membantunya, maka aku tidak keberatan."Taka menoleh, ekspresinya sulit ditebak. Dia tahu bahwa Wisang bukan orang yang mudah menerima kehadiran Dimas, apalagi setelah semua yang terjadi di antara mereka. Namun, demi Ghenta, Wisang rela mengesampingkan perasaan pribadinya.Dimas menaikkan alisnya, tampak sedikit terkejut. "Aku tidak menyangka kau akan mengatakan itu, Wisang. Kukira kau akan langsung menyuruhku pergi.""Aku ingin menyuruhmu pergi," Wisang mengakui, melipat tangannya di dada. "Tapi Ghenta butuh stabilitas, bukan pertengkaran orang dewasa yang egois."Dimas menatap Wisa

    Last Updated : 2025-02-28
  • My Beloved Partner   Terancam

    Malam semakin larut, tetapi Wisang tidak bisa memejamkan mata. Pikirannya penuh dengan pertanyaan—siapa orang berbaju hitam itu? Apakah ini hanya kebetulan, atau ada seseorang yang benar-benar mengincar mereka?Di kamar, Taka sudah kembali setelah memastikan Ghenta tidur dengan tenang. Ia duduk di tepi ranjang, menatap Wisang yang masih berdiri di dekat jendela, pikirannya terlihat jauh."Sudah hampir jam dua pagi," ucap Taka pelan. "Kau belum mau tidur?"Wisang menggeleng. "Aku merasa ada yang tidak beres."Taka menghela napas. Ia tahu suaminya bukan tipe orang yang mudah panik, jadi jika Wisang merasa ada sesuatu yang salah, kemungkinan besar itu memang benar."Apa menurutmu ini ada hubungannya dengan Dimas?" tanya Taka akhirnya.Wisang diam sejenak sebelum menjawab, "Aku tidak tahu. Tapi kalau memang dia ingin berbuat sesuatu, kenapa harus dengan cara seperti ini?"Taka mengangguk pelan, lalu menggenggam tangan Wisang. "Besok kita tingkatkan keamanan rumah. Aku akan meminta beberap

    Last Updated : 2025-03-02
  • My Beloved Partner   Kembalinya Larissa

    Malam semakin menekan, seakan udara di dalam rumah pun terasa lebih berat dari sebelumnya. Wisang masih berdiri di dekat ranjang Ghenta, matanya menatap wajah polos anak itu yang terlelap. Tapi pikirannya jauh dari tenang. Kata-kata yang Ghenta ucapkan tadi masih bergema dalam kepalanya."Dia bilang… dia sudah dekat."Taka duduk di kursi kecil di samping tempat tidur Ghenta, menatap Wisang dengan ekspresi penuh kecemasan. "Kita tidak bisa menganggap ini hanya kebetulan, Wisang. Ghenta terus memimpikan sosok berbaju hitam itu, dan sekarang seseorang benar-benar meninggalkan pesan ancaman di depan rumah kita. Ini terlalu nyata untuk sekadar kebetulan."Wisang mengangguk pelan. "Aku tahu.""Apa kau pikir Dimas yang mengirim pesan itu?" Taka bertanya, meskipun dalam hatinya ia ragu.Wisang menggeleng. "Aku tidak yakin. Ini bukan gaya Dimas. Jika dia ingin mengancam, dia pasti akan melakukannya secara terang-terangan, bukan dengan permainan seperti ini."Taka terdiam, lalu berbisik dengan

    Last Updated : 2025-03-05
  • My Beloved Partner   Penjelasan Larissa

    Pagi yang dingin menyelimuti rumah mereka. Wisang terbangun lebih awal dari biasanya, pikirannya masih dihantui oleh sosok berbaju hitam yang ia lihat semalam. Ia duduk di tepi ranjang, matanya menatap lurus ke jendela, mencoba mencari tanda-tanda aneh di luar sana.Tak lama kemudian, langkah kaki terdengar mendekat. Taka muncul di ambang pintu, wajahnya masih tampak letih setelah malam yang panjang."Aku tidak bisa tidur," kata Taka lirih.Wisang menepuk tempat di sampingnya, mengisyaratkan agar Taka duduk. "Aku juga," balasnya.Taka menghela napas berat. "Aku tidak habis pikir. Larissa muncul tiba-tiba, menuntut hak asuh Ghenta, lalu ancaman itu… Semuanya terjadi begitu cepat."Wisang menatapnya dengan serius. "Aku merasa ini bukan kebetulan, Tak. Semalam, aku melihat seseorang berdiri di luar. Sosok berbaju hitam. Dia hanya diam menatap ke arah rumah ini, lalu menghilang."Taka menegang. "Sosok berbaju hitam?"Wisang mengangguk. "Sama seperti yang Ghenta lihat dalam mimpinya."Taka

    Last Updated : 2025-03-06
  • My Beloved Partner   Bayang-bayang Larissa

    Pagi yang dingin terasa lebih mencekam daripada biasanya. Setelah malam yang panjang dengan berbagai ancaman, Wisang dan Taka tahu bahwa mereka tidak bisa tinggal diam lagi. Sesuatu sedang mengincar mereka—mengincar Ghenta.Wisang menatap wajah anak itu yang masih terpekur di tempat tidur. Ghenta belum benar-benar pulih dari ketakutannya. Ia hanya memeluk lututnya erat-erat, menolak berbicara lebih banyak tentang apa yang ia lihat semalam.Taka duduk di sampingnya, tangannya mengusap punggung anak itu dengan lembut. “Sayang, tidak ada yang bisa menyakitimu. Papa dan Tante Wisang akan melindungimu,” katanya pelan.Ghenta mengangguk, tapi matanya tetap terarah ke jendela, seakan takut sesuatu akan muncul lagi.Wisang menarik napas dalam, lalu berbalik menatap Taka. “Kita tidak bisa menunggu lebih lama. Aku akan mencari tahu lebih jauh tentang kecelakaan Larissa dulu.”Taka mengangguk. “Aku akan menemui beberapa orang yang mungkin bisa membantu kita. Kita harus tahu siapa yang mengirim a

    Last Updated : 2025-03-07

Latest chapter

  • My Beloved Partner   Kabin

    Seorang prajurit mendekat dengan napas terengah-engah. “Kami mendeteksi gangguan sinyal dari dalam kabin, Komandan. Mereka memalsukan lokasi. Beberapa tim kita salah arah.”Mahesa mengepalkan tangan, rahangnya mengeras. “Itu kerja Raina,” desisnya. “Dia lebih pintar dari yang kukira. Tapi otaknya tetap bisa dipatahkan.”Ia segera memberi perintah baru. “Kumpulkan semua unit ke pusat. Kita tidak menyerang dengan kekuatan acak. Kali ini, kita bentuk barisan pemecah sinyal dan penyusup drone udara.”Pasukan mulai bergerak mengikuti instruksi Mahesa, sementara sebuah drone kecil terbang rendah, mengitari kabin, merekam setiap sudut dan celah.Di Dalam Kabin – Pukul 07.20 WIBRaina menyadari pergerakan udara dari suara dengung halus yang mendekat. “Mereka sudah mulai menerbangkan drone,” katanya, tangannya dengan cepat menekan kombinasi kode baru pada sistem.“Dapat kau hancurkan atau lumpuhkan?” tanya Wisang cepat.“Bisa, tapi kita harus memilih. Kalau aku lumpuhkan drone, kita kehilangan

  • My Beloved Partner   Makin Tertekan

    Pukul 06.30 WIBLangkah-langkah berat terdengar semakin dekat. Mahesa dan pasukannya sudah berada di sekitar kabin, menyelusuri hutan dengan perlahan, seolah mengincar setiap celah. Di dalam kabin, ketegangan semakin terasa. Wisang dan Taka saling menatap, hati mereka berdegup kencang, sementara Raina berdiri dengan tegas di depan jendela, mengamati gerak-gerik pasukan Mahesa.Taka menghela napas. “Apa yang kita lakukan jika mereka datang?”Wisang menggenggam tangannya, menatapnya dengan penuh keyakinan. “Kita tidak akan mundur. Ini adalah pertarungan terakhir. Kita pertaruhkan semuanya.”“Jika kita bertahan,” Taka berkata, “mungkin kita bisa menang.”Raina menoleh, memandang mereka berdua dengan serius. “Tapi bukan hanya kalian berdua yang bertarung. Saya akan melindungi kalian. Selama ini, saya bersembunyi karena alasan. Wira yang mengendalikan permainan ini, bukan hanya Dimas atau Mahesa. Tapi saya sudah memiliki semua data yang bisa menumbangkannya.”Wisang memandang Raina dengan

  • My Beloved Partner   Masih Di Titik yang Sama

    Hujan masih terus mengguyur atap kabin, menciptakan irama sunyi yang menggantung di udara. Taka tertidur di pelukan Wisang. Wajahnya tampak damai, tapi sesekali matanya bergerak, seolah masih diburu mimpi buruk yang belum usai.Wisang tak bisa tidur. Matanya menatap kosong ke arah jendela yang ditutup tirai lusuh. Tubuhnya diam, tapi pikirannya gelisah. Tangannya tak henti mengusap rambut Taka, mencoba menenangkan, mencoba menenangkan dirinya sendiri.Ia mengingat masa-masa saat semua ini belum terjadi. Saat ia masih mengira cinta cukup untuk menyelamatkan segalanya. Tapi ternyata, cinta saja tidak pernah cukup jika dunia bersikeras menghancurkanmu.Pintu kabin berderit pelan. Wisang refleks menoleh, mengangkat pistol kecil yang diselipkan di balik selimut. Tapi yang masuk hanyalah Raina—basah kuyup, jaket kulitnya meneteskan air hujan, dan ekspresinya seperti baru melihat neraka.“Ada yang membuntuti kita,” katanya tanpa basa-basi.Wisang langsung sigap. “Bukan orang Wira?”Raina men

  • My Beloved Partner   Selamanya Pilihanku

    Langkah-langkah Wisang dan Taka terengah di lorong gelap yang hanya diterangi lampu-lampu darurat berwarna merah. Bau debu dan mesiu masih menyertai napas mereka, tapi mereka tetap berlari. Di belakang mereka, Arief dan Santi menutup jalur, sementara tim medis menunggu di ujung lorong.Taka terhuyung sedikit, tapi Wisang menangkapnya. "Kamu masih bisa?" bisiknya.Taka mengangguk. "Selama kamu di sampingku, aku bisa."Sesampainya di ruang aman, mereka langsung disambut oleh seorang pria tua berkacamata bundar—Pak Dhira, penasihat rahasia yang selama ini bekerja sama dengan Kompol Arief."Tak bisa lama di sini. Kita harus pecah jalur," katanya cepat, lalu menyerahkan amplop bersegel.Wisang membukanya dan menemukan peta serta dokumen identitas palsu. "Kita harus kabur sejauh ini?"Pak Dhira mengangguk. "Karena kalian belum sadar, kalian hanya pion dalam permainan orang yang jauh lebih besar."Taka menyipitkan mata. "Wira."Pak Dhira menatap keduanya. "Tepat. Wira bukan hanya pengusaha.

  • My Beloved Partner   Semakin Jelas

    Pukul 21.45 WIB – Lokasi Rahasia di Jakarta SelatanUdara dingin mulai merambat masuk ke celah-celah jendela tua di ruang istirahat kecil yang disediakan untuk Wisang dan Taka. Di balik tirai tebal, cahaya dari lampu jalan berkilau samar, memantul di mata Taka yang masih menatap langit-langit.Wisang duduk di ujung ranjang, membuka perban di lengannya yang memar. Taka bangkit dari duduknya, lalu mengambil kapas alkohol. “Biar aku bantu,” ucapnya pelan.Ia duduk di hadapan Wisang, menyentuh lengannya perlahan. Alkohol menyengat luka, tapi bukan itu yang membuat dada Wisang berdebar. Bukan pula karena rasa sakit—melainkan karena sentuhan tangan Taka yang selalu terasa seperti pelarian dari dunia yang begitu kelam.“Kalau semua ini selesai…” Taka tak menyelesaikan kalimatnya.“Aku akan tetap memilih kamu,” balas Wisang, cepat, tegas.Taka menunduk. “Dimas akan makin gila kalau tahu kamu bilang begitu.”Wisang tersenyum miring. “Biar dia tahu. Aku udah cukup lama hidup dalam bayangannya.

  • My Beloved Partner   Menangkap Musuh

    Subuh masih menggantung di langit, meninggalkan sisa embun dan hawa dingin yang menempel di kulit. Wisang, Taka, Kompol Arief, dan Ipda Santi melaju dalam kendaraan taktis menuju lokasi cadangan yang tak tercatat dalam sistem manapun—sebuah rumah aman milik intelijen yang bahkan sebagian besar anggota kepolisian pun tidak tahu keberadaannya.Mobil berhenti di bawah jembatan layang tua di luar Jakarta, lalu masuk ke jalur servis tersembunyi. Gerbang besi terbuka otomatis setelah Arief mengirimkan kode melalui perangkat satelit. Di balik gerbang itu, sebuah bangunan beton sederhana berdiri. Tak mencolok, tapi dijaga ketat oleh pasukan tak berseragam.Begitu masuk, mereka langsung diarahkan ke ruang brifing. Peta besar Jakarta dan sekitarnya terpajang di dinding, disertai titik-titik merah menyala yang berkedip—menunjukkan pergerakan musuh yang sedang dilacak.Kompol Arief menatap Wisang. “Mulai sekarang, kita harus main cepat. Wira tidak hanya mengincarmu, tapi juga nama besar keluarga

  • My Beloved Partner   Panik

    Wisang bergerak cepat. Ia menggenggam tangan Taka dan menariknya ke belakang, menuju dapur yang terhubung langsung dengan pintu keluar belakang vila.“Jangan panik. Kita harus cari jalan keluar, bukan buka pintu,” bisiknya.Namun belum sempat mereka melangkah lebih jauh, suara dentuman keras terdengar. Pintu depan tidak diketuk lagi—melainkan didobrak paksa.BRAK!Taka menjerit tertahan. Wisang segera meraih pisau dapur sebagai alat pertahanan seadanya. Langkah kaki bergema memasuki ruang utama vila, diiringi desisan suara laki-laki yang jelas tidak mereka kenal.“Ayo keluar, Wisang... Taka. Jangan bikin aku membuang waktu.”Wisang memberi isyarat kepada Taka untuk berlari ke luar lewat pintu belakang, namun suara di luar semakin ramai. Setidaknya ada tiga orang lain di luar sana—dan mereka tidak datang dengan niat baik.Tiba-tiba, bunyi tembakan terdengar. Satu peluru melesat menembus jendela kaca dapur, membuat mereka tersentak mundur.“Kita terjebak,” gumam Wisang.Taka mulai gemet

  • My Beloved Partner   Tangan Keluarga

    Salah satu polisi itu, yang mengenakan seragam lengkap dengan tanda nama bertuliskan “F. Alvaro,” menatap mereka dengan sorot waspada.“Maaf kami datang tiba-tiba,” katanya tegas, “tapi kami mendapat informasi kredibel bahwa Anda berdua masuk dalam daftar target ancaman dari sindikat kejahatan keuangan lintas negara. Kami perlu membawa Anda ke tempat aman sementara penyelidikan dilanjutkan.”“Tempat aman?” Wisang menggenggam tangan Taka erat. “Apa yang sedang terjadi sebenarnya?”Polisi lain, yang lebih muda dan mengenalkan diri sebagai Briptu Maya, mengangguk. “Ada kemungkinan kelompok ini sudah mengetahui posisi Anda sejak beberapa minggu lalu. Penangkapan Dimas memicu pergerakan baru dari pihak-pihak yang ingin mengamankan diri mereka sendiri... dan mungkin menghabisi saksi-saksi kunci.”Taka menarik napas tajam. “Mereka menganggap kita saksi kunci?”“Lebih dari itu, Pak Taka,” jawab Briptu Maya serius. “Anda berdua adalah potongan utama dalam rangkaian besar yang sedang coba kami

  • My Beloved Partner   Tak Akan Mundur

    Taka mendekat pelan, duduk di samping Wisang. Ia meraih tangan Wisang dan menggenggamnya erat, memberi ruang untuk tenang tanpa perlu bicara. Tapi detik berikutnya, ponsel Wisang kembali bergetar.Pesan masuk dari nomor tak dikenal.Satu foto. Satu kalimat.“Sudah saatnya kamu tahu siapa Dimas sebenarnya.”Wisang dan Taka menatap layar yang sama.Foto itu memperlihatkan dua remaja laki-laki berseragam sekolah internasional di luar negeri. Salah satunya adalah Dimas. Dan satunya lagi...“Taka?” Wisang menatap pria di sampingnya. “Itu... kamu?”Taka menegang. Rahangnya mengeras.Ia berdiri, menjauh, lalu menyandarkan diri ke dinding.“Wisang…” katanya pelan. “Aku nggak pernah cerita soal masa laluku di Swiss. Aku sempat sekolah di sana. Dan Dimas—dia temanku. Teman dekat. Satu asrama. Tapi juga orang pertama yang bikin aku sadar bahwa nggak semua orang datang buat niat baik.”Wisang menatapnya tajam. “Jangan bilang kalau kalian pernah—”“Tidak.” Taka buru-buru menepis. “Tapi aku pernah

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status