Share

My Boss My Husband
My Boss My Husband
Author: Suzy Ru

Boos yang Menyebalkan

Hanya demi uang, seseorang bisa bertahan pada sebuah hal yang tak diinginkannya. Menjadi seorang karyawan kantor dan asisten rumah tangga merupakan pekerjaan Rania saat ini. Demi pengobatan sang ayah, ia rela kerja lembur dan tak ada libur sama sekali.

Kring ...

 Dengan mata yang masih tertutup, lentik jemari tangan Rania meraih jam weker yang mengganggu tidur lelapnya.

Klek

"Haruskah aku melakukan ini sampai rambutku beruban? Aku benar-benar capek! Hah, ingin rasanya aku merebahkan tubuh seharian penuh tanpa ada yang mengganggu," keluh Rania berjalan dengan langkah tak bersemangat.

Matahari pagi mulai menampakkan cahayanya. Setiap hari, Rania harus berlari menuju  rumah elite yang menjadi ladang uang baginya.

"Selamat pagi, Pak!" sapa Rania pada security komplek yang berjaga. Sifat ramah tamah yang melekat di dirinya, membuat semua orang suka bergaul dengannya. 

"Pagi, mbak Rania!" jawab security tersebut membuka pintu komplek tersebut.

Rania tersenyum dan berlari menuju ke arah rumah atasannya yang tak jauh dari pintu masuk perkomplekan.

"Besok jam 6 pagi, saya akan berangkat ke luar kota. Dan saya harap, kamu bisa datang pagi menyiapkan segala keperluan saya. Mengerti!" Perkataan pak boss yang terlintas dalam benak Rania.

Dengan nafas terengah-engah, Rania terhenti tepat di depan pintu. Dahinya mengernyit saat melihat arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 05.45 WIB.

"Semoga saja pak bos belum bangun!" gumam Rania berdiri seraya menghela nafas panjang."Semangat, Rania semangat!! Siapa tau hari ini pak boss memberikan waktu libur untukmu," gumam batin Rania sembari mengepal tangannya. Melangkah dengan senyum teramat manis menunjukkan betapa semangatnya dia menghadapi pekerjaan yang akan sangat melelahkan.

Dengan cepat, Rania memasukkan kunci rumah yang selalu ia simpan. Namun, tak sampai di putar, rumah itu sudah terbuka. Lelaki tampan dan gagah berdiri dengan tatapan yang begitu galak dan siap untuk menerkam lawannya.

"Selamat pagi, Pak Sakti yang tampan. Bapak sudah bangun? Padahal ini baru ...," kata Rania terhenti saat Sakti melempar kunci mobil yang tepat jatuh di telapak tangannya.

"Telat lagi kan! ketus Sakti memicing.

"Maaf, Pak" jawab Rania menundukkan kepala.

"Kita pergi sekarang!" gegas Sakti berjalan menuju mobil pribadinya.

Rania terdiam dan terkejut dengan apa yang di ucapkan atasannya itu. Biasanya, setiap berangkat ke kantor, Sakti selalu berangkat bersama pak Mike, sekertaris sekaligus sahabatnya sendiri.

Langkah sakti terhenti. Ia menoleh menatap Rania yang masih terdiam terpaku tanpa melakukan apa yang telah di perintahkan.

"Rania!" teriak Sakti yang seketika mengejutkan asisten rumah tangganya itu.

"Yah, Pak!" jawab Rania berlari menghampiri atasannya yang sangat menyebalkan.

"Buruan! Sebentar lagi saya ada meeting!" perintah Sakti yang lebih dulu masuk ke dalam mobil.

Rania bingung sembari memegang kunci mobil.

"Kenapa pak Sakti menyuruhku menyetir mobil? Aku kan nggak bisa nyetir mobil?" tanya batin Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Dahinya mengernyit melihat Sakti membuka kaca jendela mobil dan menatapnya dengan sinis.

"Rania, apa perlu saya menyeretmu supaya kamu ..." kata Sakti terhenti.

"Pak, beri saya waktu lima menit untuk bertanya," pinta Rania yang membuat Sakti menghela nafas panjang.

"Dua menit. Mulai sekarang!" ucap Sakti seraya menatap ke arah arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.

Rania mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menahan rasa kecewa akan perlakuan bossnya itu kepadanya.

"Pak, bukannya kemarin bapak bilang kalo Anda hari ini akan keluar kota? Apa bapak tidak jadi keluar kota? Dan kenapa  bapak juga menyuruh saya untuk membawa mobil? Bapak kan tau, saya tidak bisa menyetir mobil!" tutur Rania membuat Sakti menghela nafas panjang. 

Ya Tuhan, kenapa aku lupa kalo dia tak bisa bawa mobil! kata batin Sakti melirik Rania yang terlihat menunggu jawabannya.

Tanpa banyak buang waktu, Sakti keluar dari mobil dan mengambil kunci mobil dari tangan Rania.

"Bereskan rumah sampai bersih. Dan nanti malam, jangan lupa masakan makanan yang sudah saya tulis di dinding almari es.  Mengerti!" kata Sakti tegas.

"Baik, Pak!" jawab Rania dengan santun.

"Jangan sampai lalai lagi! Jika sampai lalai lagi, gaji kamu akan saya potong." Perkataan Sakti membuat Rania terperangah mendengarnya.

Ya Tuhan, bagaimana bisa dulu aku mau menerima tawaran pak Mike untuk mau menjadi pembantu Sakti Argantara. Kalo tau sifatnya menyebalkan seperti ini, aku tak sudi jadi pembantunya. Dasar boss rese! gerutu batin Rania memaksa untuk tersenyum menatap atasannya yang mulai pergi dari hadapannya. Tapi, senyumnya hilang seketika saat teringat janji dengan seseorang.

"Oh My God! Nanti malam kan, Aku ada janji dengan Kevin. Bagaimana mungkin aku membatalkannya? Dia pasti tak akan memaafkanku?" Rania menggigit bibirnya."Tapi, jika aku tak menuruti perintah pak Sakti, gajiku pasti di potong 25 %. Kan sayang!" 

Rania mendesah sebal. Dengan langkah tak bersemangat, ia masuk ke dalam rumah mewah tersebut untuk memulai pekerjaannya sebagai asisten rumah tangga.

***

Dengan gayanya yang perfect dan penuh karismatik, Sakti dan Mike berjalan menyusuri tempat pemasaran yang ada di kantor.

"Bagaimana dengan kerja kerasku? Sesuai yang kamu mau kan?" tanya Mike tersenyum menyombongkan apa yang telah ia lakukan pada perusahaan.

"Iya, aku akui itu!" jawab Sakti yang membuat Mike bangga.

Yes, akhirnya aku akan mendapatkan bonus darinya! kata batin Mike yang tak mampu menahan rasa bahagianya itu.

"Tapi, ada hal yang tak suka dengan cara kerjamu!" Sakti menoleh menatap sekertaris sekaligus sahabatnya itu bingung dengan ucapannya.

"Tak suka cara kerjaku? Yang mana? Bukankah aku sudah memberikan yang terbaik buat kamu?" Mike melangkah mengikuti langkah kaki sahabatnya yang berjalan begitu cepat.

Sakti masih terdiam dan tak menghiraukan kata serampah sahabatnya yang menurutnya sama sekali tak penting.

Tepat di ruang staff manager yang bertugas, Sakti duduk dan meminum minuman dingin yang sudah disediakan untuk dirinya.

"Coba jelaskan! Cara kerjaku yang mana yang tak kamu suka?" Mike duduk di samping Sakti. 

Sakti menaruh minumannya kembali. Dahinya mengernyit melihat sahabatnya yang begitu penasaran dengan jawaban yang akan ia berikan.

"Rania!" Jawaban Sakti membuat Mike semakin bingung.

"Rania? Memang kenapa dengan Rania? Apa dia melakukan kesalahan yang fatal? Bukankah kamu bilang dia bekerja dengan bagus?" tanya Mike mengernyit heran.

Sakti menopangkan kedua tangannya. Sudut matanya mengerut menatap Mike dengan tajam. Seakan ingin meluapkan rasa emosi yang tertahan di dada.

Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah, Rania berlari menuju area perusahaan yang merupakan cabang PT ASTRANTA. Yang tak lain adalah perusahaan milik Sakti Argantara yang kedua.

Dengan nafas terengah-engah, Rania meletakkan Id card untuk mengisi laporan kehadirannya.

Syukurlah, aku tak telat lagi! ucapnya dalam hati seraya menatap ke arah jarum jam dinding yang terpajang di pos jaga.

"Hampir saja telat! Kalo telat lagi, siap-siap saja untuk mendapatkan surat cinta dari Pak Dirut," kata ibu Ratih, security wanita yang sudah sepuluh tahun bekerja di sana.

"Iya," jawab Rania tersenyum saat security memeriksa tubuhnya dengan scanner yang selalu ada di tangan Bu Ratih.

"Sana masuk! Nanti ketahuan sama madam Sonya bisa berabe," bisik ibu Ratih mengedipkan matanya.

"Ok!" Rania membalas kedipan matanya. Telunjuk dan jempolnya menyatu hingga berbentuk huruf 'o'. Ia berlari menuju tempat kerjanya. 

Di tempat berbeda, Mike tak berhenti menatap sahabatnya yang begitu sibuk menanda tangani laporan yang ia bawa. 

Benar-benar menyebalkan! Bisa-bisanya dia menyuruhku mencari pembantu lagi. Dua puluh orang menjadi pembantunya, hanya Rania yang mampu bertahan sampai saat ini. Apa dia tidak berpikir, bagaimana lelahnya aku mencari orang yang tepat untuk menjadi pembantunya? Hah ...! desah batin Mike seraya mengendorkan dasinya. 

"Daripada kamu sibuk memandangiku seperti itu, alangkah baiknya kamu cepat mencari pengganti Rania!" ujar Sakti yang membuat alis Mike  bertaut seketika.

Mike tersenyum tipis. Ia menghela nafas seraya menyilangkan kedua kakinya dengan santai.

"Apa kamu serius ingin mencari pengganti Rania? Masa' gara-gara telat kamu ingin menghentikannya," kata Mike mencoba bernegosiasi agar tak memecat Rania.

Sakti meletakkan bolpoinnya. Ia mendongak menatap Mike yang tersenyum ke arahnya.  

"Kamu tahu sendiri kan! Aku paling tak suka melihat orang yang bekerja denganku tidak disiplin seperti itu. Dan seharusnya kamu mencari orang yang tidak mempunyai pekerjaan lebih dari satu seperti Rania itu!" tutur Sakti meluapkan keluh kesahnya yang seakan bertumpuk di dada.

Mike menghela nafas panjang. Bibirnya mengembang mendengar keluh kesah sahabatnya itu.

"Ok! Aku akan mencarikan pembantu lagi untukmu. Tapi, selama aku belum mendapatkannya, biarkan Rania bekerja untukmu!" kata Mike tersenyum mengimbangi alisnya yang bergerak ke atas kebawah.

"Aku akan beri waktu kamu dua minggu dari sekarang!" pinta Sakti yang membuat  senyum Mike menghilang.

*****

Sesampai di rumah, Sakti terkejut melihat aneka masakan yang ia inginkan sudah tersaji di atas meja. 

"Tumben, dia datang sebelum aku menghubungi dirinya?" tanya batin Sakti menyeringai melihatnya. Ia mulai duduk dan sangat tak sabar untuk menikmati makanan yang telah membuat perutnya bersuara.

"Selamat malam, Pak!" ucap Rania selalu mengembangkan senyum manisnya.

Sakti menoleh. Tegakkan salivanya mengalir dengan paksa melihat penampilan Rania yang sedikit berubah.

"Malam!" jawab Sakti datar.

"Saya sudah melakukan apa yang pak Sakti minta. Dan sekarang, saya pulang dulu, ya, Pak! Semoga masakan saya tidak mengecewakan!" kata Rania beranjak pergi dari hadapan Sakti.

"Tunggu!" 

Langkah Rania terhenti. Ia menghela nafas panjang saat suara lantang Sakti tertuju padanya. Perlahan, ia berbalik menghadap majikannya yang menatapnya dengan sinis.

"Iya, Pak!" jawab Rania mencoba untuk tersenyum. Lentik bulu matanya tak berhenti mengerjap, bibirnya merapat saat Sakti melangkah maju mendekati dirinya.

"Lagi-lagi kamu membuat kesalahan?" tanya Sakti.

"Kesalahan? Kesalahan apa, Pak?" Rania melangkah mundur. Kedua tangannya memegang punggung sofa yang menghentikan langkah kakinya.

Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Wajah tampan dan fresh yang di miliki Sakti benar-benar membuat dirinya gugup setengah mati. Semakin mendekat dan mendekat. Mungkin, sekitar satu senti jarak antara wajah mereka.

Apa yang akan dia lakukan? tanya Rania dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status