Malvin membopong tubuh Evelyn menuju kamar Malvin. Evelyn kembali merasakan nyeri di hatinya, sakit itu masih ada, bahkan sangat jelas terasa.
Evelyn memejamkan mata, berharap bisa melupakan kejadian yang menghancurkan jiwanya dan menikmati sentuhan Malvin yang terus menciumnya penuh gairah.
Hati Evelyn bergemuruh, sakit itu terus terasa. Ia sama sekali tak bergairah. Bahkan ia sama sekali tak membalas sentuhan dari Malvin meski pria itu terus menyerangnya dan berharap Evelyn membalasnya.
Tiba - tiba Evelyn merasa mual, ia meraih tangan Malvin yang telah berhasil melepas pakaiannya dan kini tengah menggengam dua dadanya. Memberikan isyarat untuk berhenti dan Evelyn segera berlari menuju kamar mandi.
Evelyn memuntahkan semua isi perutnya, Malvin yang awalnya terlihat kecewa kini justru merasa sangat khawatir melihat keadaan Evelyn.
"Apa kamu sakit ? Kita akan ke dokter sekaran
Evelyn melihat ada dua orang paruh baya tengah duduk lemas di depan kamar dimana Sherly dirawat. Ia langsung mendekati mereka berdua."Apa anda orang tua Sherly? ""Iya, Sherly di dalam ... dokter ada di dalam sedang memeriksanya.""Semoga dia baik - baik saja." Evelyn meremas kedua tangannya sendiri."Tenanglah." Malvin menenangkan."Apa kamu temannya?" tanya ibu Sherly."Iya, kami tetangganya." Evelyn menjawab dengan menunjuk dirinya dan Malvin."Apa kalian mengenal pria yang bersamanya? " tanya ibu Sherly antusias."Aku yakin, laki - laki itu yang melakukannya." lanjutnya dengan menangis."Sudahlah bu, tenanglah sedikit." kata ayah Sherly menenangkan."Maaf bi, kami tidak mengenal pria yang bersamanya." kata Evelyn.Tak lama dokter membuka pintu ruangan dimana Sherly dirawat.
Evelyn tengah berada di sebuah mobil menuju ke luar kota. Ia bertekad untuk pindah ke luar kota agar Malvin tidak mudah menemukannya. Evelyn teringat di malam saat ia kerumah orang tua Malvin setelah Dena berkunjung ke apartemennya malam itu. Bukan bertemu Malvin, ayah Malvin malah mempersilahkan duduk karena ingin berbincang sebentar dengannya."Bagaimana kabarmu? " ayah Malvin membuka percakapan mereka."Seperti yang anda lihat tuan Gerald, saya baik - baik saja." Padahal tampak jelas dari raut wajahnya, Evelyn sedang tidak baik - baik saja. Ia sulit tidur di malam hari hingga kantung matanya tebal. Serta nafsu makannya yang telah berubah."Aku akan langsung pada intinya Eve."Evelyn menatap lurus mantan boss dan juga ayah Malvin di depannya."Aku tahu kau memiliki hubungan dengan anakku, aku juga tahu Malvin sangat mencintaimu, tapi aku memohon padamu, relakan Malvin untuk
Matahari sudah menunjukkan sinarnya. Evelyn telah selesai membersihkan barang - barangnya. Kini ia hanya tinggal untuk mengepel lantainya.Evelyn bersiap untuk keluar membeli beberapa peralatan kebersihan. Ia keluar dan membuka pagar rumahnya. Tiba - tiba ada seorang pria mendekatinya dan bertanya."Apa kau penduduk baru disini? ""Iya benar.""Perkenalkan aku Alex," Pria itu mengulurkan tangannya.Evelyn hanya sekilas milirik tangannya tanpa meraihnya."Emb, tenanglah ... aku bukan orang jahat. Aku tinggal di rumah baris ketiga dari sini." Evelyn mengikuti arah pandang yang ditunjukkan pria di depannya."Senang berkenalan denganmu, tapi maaf aku sedang terburu - buru."Evelyn berjalan kaki mencari toko untuk membeli beberapa perlengkapan kebersihan. Ia sedang malas untuk mengendarai mobilnya. Ia pikir, ia akan berjalan
Malvin mencoba untuk kembali sibuk dengan pekerjaannya, ia belum mendapatkan jawaban dari orang yang dimintanya untuk membantu mencari Evelyn.Ia tengah memandang beberapa foto kebersamaan mereka. Ia tidak menyangka, hatinya akan terasa begitu hancur karena wanita. Malvin meremas bollpoint di tangannya. Kemudian melemparkannya ke sembarang arah.Tok, tok, tok.Malvin menatap pintu ruangan saat sekretrisnya membuka pintu itu tanpa menunggu jawaban darinya."Maaf tuan Malvin, ada seseorang yang mencarimu""Siapa? "Dena menyerobot masuk ke dalam ruangan Malvin tanpa menunggu jawaban dari sekretaris barunya."Pergilah," kata Malvin kepada sekretarisnya.Dena berjalan menuju sofa di ruangan Malvin setelah melihat sekretarisnya menutup pintu ruangan itu."Aku hanya akan meminta jatah waktumu untu
Malvin tidak langsung pulang setelah mengantar Dena kerumahnya. Ia mengemudikan mobilnya menuju apartemen Evelyn. Evelyn telah menjual apartemennya dan Malvin sengaja membelinya.Ya, setiap hari Malvin datang untuk sekedar melepas rindunya. Menurut Malvin, aroma Evelyn masih tertinggal di rumahnya. Dan Malvin sangat merindukannya."Aku akan pergi beberapa saat, jadi aku tidak akan mengunjungimu untuk sementara waktu." Malvin berkata seolah Evelyn berada disana.Setelah agak lama, Malvin menghembuskan nafas, lalu bangkit menuju kamar mandi. Ia membersihkan diri dan memutuskan untuk tidur di apartemen itu malam ini.Keesokan harinya, Malvin pulang kerumahnya untuk menyiapkan pakaiannya selama pergi ke Bandung. Terdengar nada pesan di ponselnya berbunyi dan Malvin segera meraih ponselnya."Jemput aku jam dua belas siang." pesan dari Dena."Ya." hanya itu p
"Evelyn? "Malvin maju satu langkah dan melepas tangannya di pinggul Dena. Malvin meraih tangan Evelyn dan reflek Evelyn pun mundur satu langkah. Dengan cepat ia mengontrol emosi dan ekspresinya. Ia mengerutkan kedua alisnya."Maaf? " katanya dengan menarik tangannya kembali."Ve, aku sudah mencarimu kemana-mana tapi aku tidak menemukanmu." Malvin berdiri di depan Evelyn. Dena yang kesal hanya diam."Maaf anda salah orang." Evelyn kembali mundur. Ia menunjukkan ekspresi bingung seolah Malvin memang salah orang."Aku tidak mungkin salah. Kau benar-benar Evelyn, seseorang yang aku cari ... mana mungkin aku melupakanmu."Tepat saat itu, Alex datang mendekat. Ia juga meraih pinggul Evelyn dan berkata, "Aku mencarimu sejak tadi, apa ada sesuatu yang terjadi? Apa kau baik-baik saja? "Evelyn mengangguk, "Aku baik-baik saja."
Alex merebahkan tubuh Evelyn di kamarnya. Kemudian ia pergi ke dapur, menuangkan air hangat pada gelas dan segera kembali ke kamar Evelyn untuk di berikan padanya. Alex membantunya duduk untuk meminumkan airnya."Tidurlah, aku akan menjagamu di luar."Evelyn menggeleng, "Tidak, terima kasih Alex, sebaiknya kau pulang. Aku sudah lebih baik sekarang."Alex menatapnya dengan diam. Tatapan Alex membuat Evelyn merasa bersalah karena telah menolak kebaikannya."Aku tidak berniat akan berbuat jahat padamu. Kau tiba-tiba sakit, dan kau tidak memiliki siapapun untuk membantumu. Kenapa kau masih bersikeras menolak kebaikanku?""Maafkan aku," pada akhirnya hanya itu yang Evelyn katakan."Aku akan tetap disini menemanimu, jika nanti malam kau membutuhkan sesuatu, kau bisa memanggilku."Alex keluar dari dalam kamar Evelyn tanpa menunggu jawabannya. Ia pul
"Alex? Apa kau sudah lama berdiri di sana?"Alex berjalan mendekat dan duduk di kursi, di depan Evelyn yang terhalang meja."Belum cukup lama untuk mendengar semua ceritamu."Evelyn mengembuskan napasnya dan menunduk."Jadi, kamu tidak jujur ketika aku bertanya saat itu?""Maafkan aku."Kini, Alex mengembuskan napasnya. "Aku tidak akan memaksa jika kau tidak ingin menceritakannya padaku.""Aku tidak–""Tidak apa-apa, jangan memaksakan dirimu." Alex memotong kata-kata Evelyn.Evelyn menyodorkan kopi susu untuk Alex yang tadi dibuatnya."Sebenarnya, aku datang ke tempat ini untuk menghindari mereka berdua."Alex mengernyitkan kedua alisnya.Evelyn menarik napas sebelum melanjutkan ceritanya."Malvin adalah kekasihku, tapi Dena adalah tunangannya."Alex mengangguk paham."Aku mengerti. Sepertinya ada kisah cinta yang rumit di sini."