Setelah menyelesaikan pergulatan panasnya, Jimmy menatap tajam ke arah Erika yang masih terkulai lemas di bawah tubuhnya. Ia kemudian beranjak dari kasur menuju ke kamar mandi dan meninggalkan Erika tanpa sepatah katapun. Dan tentu saja hal itu membuat Erika bingung. Ada apa sebenarnya dengan suaminya? Kenapa sepertinya Jimmy sedang marah padanya?
Tak ingin berpikir yang tidak-tidak, Erika yang merasa lelah hanya bisa tersenyum bahagia setelah memberikan kepuasan kepada sang suami. Bagi Erika kebahagiaan yang selama ini ia idamkan telah tercapai. Seniornya di kampus yang sangat ia kagumi, saat ini telah berganti status menjadi suaminya. Bahkan saat ini mereka sedang menikmati indahnya bulan madu di pulau Dewata Bali.
Pagi ini Erika yang baru bangun dari tidurnya, tak menemukan keberadaan Jimmy di sampingnya. Dan Erika merasa ini sedikit aneh, padahal baru kemarin mereka sangat menikmati pergulatan panas di ranjang kamar hotel mewah ini. Tapi kenapa sekarang Jimmy seperti tak punya waktu untuknya. Bahkan sepagi ini Jimmy sudah tak kelihatan batang hidungnya.
"Kemana mas Jimmy? Kenapa sepagi ini sudah tak ada di kamar?" gumam Erika penuh tanya. Lalu ia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri terlebih dahulu, sebelum turun ke lantai bawah untuk breakfast.
Setelah terlihat fresh dan rapi, Erika keluar kamar menuju ke restoran yang ada di lantai bawah hotel. Tapi sebelumnya Erika sudah mengirimkan pesan pada Jimmy, walau tak mendapat balasan.
Sesampainya di restoran dan mengambil makanan, ia mencari tempat duduk yang kosong untuknya.
"Mas Jimmy?" gumam Erika melihat suaminya sedang berjalan memasuki restoran bersama dengan wanita cantik. Tangan wanita itu melingkar indah di lengan kekar Jimmy. Siapakah wanita itu? Kenapa Jimmy terlihat sangat menikmatinya? Tak ada sedikitpun rasa risih dari raut wajah Jimmy.
Perasaan Erika campur aduk tidak karuan. Rasa penasaran di benaknya sangat kuat, dan ingin segera menanyakan siapa wanita yang ada di samping Jimmy saat ini. Namun Erika sadar dan ia tak ingin gegabah. Mengingat bahwa suaminya adalah orang hebat dan pasti akan menjadi sorotan kamera wartawan dimana pun Jimmy berada. Erika pun memendam rasa ingin tahunya dan lebih menikmati sarapannya.
Sedih? Pasti. Cemburu? Jelas. Bagaimanapun juga Erika adalah istri sah Jimmy. Walaupun tidak banyak orang yang tahu kecuali keluarga dekatnya saja. Dan karena tidak ingin melihat pemandangan itu, Erika pun mempercepat memakan makanannya dan segera meninggalkan tempat itu.
Perasaan sesak di dalam dadanya membuat air mata Erika mengalir begitu saja di kedua pipinya. "Itu mungkin rekan bisnis mas Jimmy. Iya benar. Itu mungkin hanya rekan bisnis saja. Kamu tidak boleh cengeng Erika. Tidak boleh!" gumam Erika memperingatkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia lihat tidak seperti yang ia pikirkan. Apalagi saat ini mereka sedang berbulan madu.
Kebahagiaan Erika ternyata tak berlangsung lama. Karena rencana bulan madu yang di perkirakan akan memakan waktu selama seminggu, kini berganti menjadi 3 hari. Dan selama 3 hari itu Jimmy seolah tak punya waktu untuknya. Mungkin kesibukan Jimmy yang sangat padat, sehingga membuat Jimmy merubah rencananya. Erika selalu berpikiran positif dengan itu semua.
Walaupun Erika sadar jika sikap Jimmy sudah berubah padanya setelah kejadian waktu itu. Jimmy yang awalnya selalu memanggil 'sayang' kini berubah dengan cukup memanggil nama kepada Erika.
Bukan hanya itu, sikap Jimmy menjadi dingin dan sedikit bicara saat ketemu dengan Erika. Selama 3 hari di Bali, Jimmy jarang kembali ke hotel tempat mereka menginap. Dan lagi-lagi, Erika tak menaruh curiga sama sekali akan perubahan sikap Jimmy tersebut.
Hingga ketika mereka berdua telah sampai di Jakarta. Erika merasa ada yang janggal dengan sikap Jimmy. Ia memilih tidur di ruang tamu ketimbang tidur di kamar bersamanya.
"Ada apa sebenarnya? Apa mungkin mas Jimmy merasa tertekan dengan pernikahan ini?" gumam Erika yang baru saja sampai di apartemennya setelah perjalanan dari Bali.
Merasa tidak tenang dengan semua sikap Jimmy yang menurut Erika sangat aneh, ia pun mendatangi kamar tamu untuk menanyakannya.
"Ada apa?" tanya Jimmy yang membuka pintu setelah Erika terlebih dahulu mengetuknya.
"I-itu, sebenarnya ada apa mas? Kenapa mas tidur disini? Apa aku berbuat salah, mas?" tanya Erika dengan pandangan mata sayu penuh harap akan jawaban dari Jimmy. Kalau pun ia melakukan kesalahan, Erika berharap Jimmy akan menegurnya. Bukan mendiamkannya seperti ini.
Entah kenapa pertanyaan dari Erika justru membuat Jimmy mengeraskan rahangnya, seolah Jimmy menahan sebuah amarah besar dan bercampur kekecewaan terhadap Erika.
"Sudahlah, aku capek mau istirahat. Kalau tidak ada yang penting jangan menggangguku." ucap Jimmy dengan nada dingin. Lalu kemudian Jimmy bersiap untuk menutup pintu kamar.
"M-mas, tunggu! Biar aku saja yang tidur di sini. Mas kembali saja ke kamar utama." cegah Erika memberanikan diri.
Jimmy mengerutkan keningnya, ia menoleh ke arah Erika. "Ok, besok kemasi barang-barang kamu dari kamar utama. Mulai besok kita urus urusan masing-masing." ucap Jimmy lalu ia keluar dari kamar tamu menuju ke kamar utama.
Erika terlihat shock mendengar ucapan Jimmy. Apa maksud dari perkataan Jimmy? Kenapa tiba-tiba jadi seperti orang asing setelah pulang dari Bali?
"Kenapa mas Jimmy tiba-tiba berubah? Ada apa sebenarnya?" Erika hanya bisa bergumam dan bertanya-tanya akan masalah apa yang terjadi. Namun tak ada penjelasan dari Jimmy hingga saat ini.
Flashback off ...
"Hah ... Akhirnya selesai juga satu bab untuk bisa update malam ini." gumam Erika setelah menyelesaikan tulisannya. Kemudian ia meng-copy paste tulisannya tersebut dan membuka aplikasi membaca novel online untuk meng-upload bab barunya.
Walaupun di aplikasi tersebut ia tidak terikat kontrak dan hanya mengandalkan bab terkunci, namun Erika mendapatkan penghasilan yang lumayan dari aplikasi itu. Dan memang sih tidak sebanyak gaji menjadi sekertaris Jimmy, tapi setidaknya dengan begitu Erika mempunyai kesibukan baru untuk menghilangkan perasaan sepi di dalam hatinya.
Erika yang merasakan lapar, ia keluar dari kamarnya untuk mencari makanan. Biasanya Erika selalu menyediakan buah semangka kesukaannya di dalam kulkas. "Kenapa bisa lupa membelinya tadi?" gerutu Erika saat tidak melihat buah kesukaannya di dalam kulkas. Ia lupa bahwa buah itu sudah habis kemarin.
Wajah Erika terlihat kecewa karena ia lupa membeli buah kesukaannya itu sebelum pulang kerja. Karena perutnya yang sudah sangat lapar, Erika membuka lemari dan mencari mie instan untuk pengganjal perut.
"Kamu sedang apa?" suara itu membuat Erika terlonjak kaget. Ia pun menoleh ke belakang melihat Jimmy sedang mengambil air mineral di dalam kulkas. Karena terbiasa sendiri di dalam apartemen, ia lupa bahwa hari ini Jimmy ada di apartemen bersamanya.
"Bikin mie instan, Mas." jawab Erika singkat lalu ia melanjutkan kegiatannya.
"Besok kamu pergi ke hotel Winston, minta laporan 3 bulan terakhir dan berikan padaku. Aku ingin tahu laporan sebelum dan sesudah mengakuisisi hotel itu." perintah Jimmy. Dan seperti tak peduli dengan apa yang Erika lakukan.
Tubuh Erika seketika menegang mendengar nama hotel Winston di sebut oleh Jimmy. "I-iya." hanya jawaban itu yang keluar dari mulut Erika.
Jimmy berlalu meninggalkan Erika yang masih tegang. Bagi Erika pergi ke hotel Winston sama seperti membuka aibnya, membuka sebuah kenangan yang tak akan pernah bisa Erika lupakan seumur hidupnya.
Yang terlintas di pikiran Erika hanya satu, bagaimana jika ada yang mengenalinya di hotel itu? Kenangan di kamar 919 waktu itu, tiba-tiba saja terlintas di kepala Erika. "Semoga tak ada yang mengenaliku disana." gumam Erika.
Sebagai sekertaris Jimmy, mau tidak mau, dan siap tidak siap ia harus bisa menghadapi keadaan di luar kendalinya. Seperti tugas yang barusan Jimmy berikan untuknya. Tugas yang membuat Erika terkenang akan pengalaman pertamanya menginjakkan kaki di hotel Winston.
Bersambung ...
Erika menghela napas sebelum melangkahkan kakinya memasuki hotel Winston. Seakan memasuki lobi hotel Winston adalah beban berat yang harus ia tanggung sendirian. Doanya hanya satu, semoga tidak ada yang mengenalinya setelah ia sampai di dalam lobi hotel. Dengan perasan berat hati, Erika mulai melangkah menginjak anak tangga di depannya menuju ke dalam lobi hotel.Sesampainya di depan resepsionis, Erika menanyakan dimana letak kantor manager hotel. Setelah mendapat jawaban, Erika melangkah menuju ke arah lift."Bukankah wanita itu yang pernah keluar dari kamar 919? Nggak nyangka ya, tampilannya seperti masih polos, tapi doyan juga tidur sama bos-bos kaya.""Ssttt ... Asal ada duitnya semua pekerjaan pasti di anggap halal."Samar-samar Erika mendengar resepsionis itu menggunjingkan dirinya. Rasanya begitu sesak di dalam dadanya. Erika menengadahkan kepalanya ke atas untuk mencegah supaya air matanya tak keluar di saat seperti ini.Erika h
"Hey, apa yang sedang kamu lakukan!" teriak seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu. Kemudian ia menarik tubuh Hendrik dari belakang dan memberikan bogem mentah kepadanya.Hendrik terhuyung dan terjatuh ke lantai, darah segar mengalir di sudut bibirnya. "Kamu siapa?! Berani-beraninya mengganggu kesenanganku!!" Teriak Hendrik setelah mengusap darah segar di sudut bibirnya.Lelaki itu tak memberikan jawaban, ia melepaskan jasnya dan menutupi tubuh Erika yang sudah terlihat berantakan. "Pergilah! Biar dia menjadi urusanku." Ucap lelaki itu menyuruh Erika pergi."Terimakasih." ucap Erika pelan. Kemudian ia mengambil tas dan dokumen yang ada di atas meja lalu berlari keluar sambil menangis.Sungguh hari ini adalah hari paling buruk dalam hidupnya. Erika berlari sambil tertunduk, ia tak peduli dengan pandangan para karyawan hotel terhadapnya. Yang ia inginkan adalah segera keluar dari hotel sialan ini.Dan untuk Hendri
Sinar matahari pagi mulai memasuki celah kamar Erika, tapi wanita itu terlihat masih malas untuk sekedar keluar dari kamarnya walau pun ia sudah terbangun dari tidurnya. Pipinya masih terasa sedikit nyeri. Kejadian percobaan perkosaan yang ia alami kemarin, membuat Erika memilih mengurung diri di kamarnya.Untung saja ada pemuda yang entah dari mana datangnya itu, menyelamatkan dirinya dari perbuatan bejat Hendrik. Kalau tidak? Entah apa yang akan terjadi pada Erika.Akibat perut yang berbunyi untuk meminta asupan makanan, Erika terpaksa beranjak dari kasurnya. Setelah mencuci muka terlebih dahulu, ia pun memakai masker keluar dari kamarnya.Walaupun Erika sudah mengganti pewangi ruangan dengan aroma yang lebih lembut, tapi tetap saja terkadang Erika merasa mual tanpa sebab. "Auw, pipiku ternyata masih sedikit nyeri. Sebaiknya aku kompres lagi dengan es batu, supaya mengurangi bengkak dan rasa sakitnya." Gumam Erika saat merasakan nyeri di pipi
Seminggu sudah kejadian itu berlalu. Karena kesalahpahaman, membuat hubungan Jimmy dan Erika menjadi semakin dingin dan renggang. Beberapa kali Jimmy sengaja membawa Monika ke kantor dengan maksud supaya Erika tahu jika dirinya juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang Erika lakukan (pergi dengan lelaki lain) pikir Jimmy.Bahkan Jimmy juga membawa Monika ke beberapa pertemuan bisnis yang di hadiri olehnya. Ketika berpapasan dengan Erika, sikap Jimmy seakan tidak mengenal atau bahkan tidak menganggap akan keberadaan Erika.Jimmy tidak memberi kesempatan kepada Erika menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Hati Jimmy seakan telah membeku, telinganya seakan menjadi tuli. Bahkan selama seminggu itu juga Jimmy tidak pernah pulang ke apartemen.Sebagai seorang istri, tentu saja Erika merasa sangat sedih di perlakukan seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Mungkin itulah resiko mempunyai suami yang sangat kaya raya dan terkenal. Sehingga bisa memperlakuka
Jimmy yang masih berkutat dengan komputer di depannya di kejutkan dengan kedatangan Allan. Walau sebelumnya Allan sudah memberikan kabar jika akan datang ke kantor Adhinata Group, tapi Jimmy tak menyangka bahwa sahabatnya itu akan datang lebih cepat dari perkiraannya."Wuih, bos besar nampaknya masih sibuk nih?" goda Allan yang memang baru memasuki ruangan Jimmy."Allan? Cepat juga kamu datangnya. Aku kira sejam lagi baru akan sampai disini." jawab Jimmy yang melihat Allan berjalan menuju ke arahnya."Mana berani aku membiarkan bos lama-lama menunggu. Iya nggak, Van?" ucap Allan seolah meminta persetujuan Evan akan ucapannya."Bener itu mas Allan, pak Jimmy pasti ngamuk kalau kelamaan nunggu." jawab Evan sambil tersenyum ke arah Allan."Kamu itu asisten siapa, Van? Apa kamu mau potong gaji bulan ini?" pertanyaan Jimmy terdengar seperti ancaman di telinga Evan, sehingga ia bergidik ngeri mendengarnya.Wajah Evan
Hati Erika terasa hancur, melihat kenyataan bahwa pernikahannya dengan Jimmy yang baru seumur jagung, kini sudah berada di ujung tanduk. Apalagi saat pengacara menunjukkan dokumen gugatan cerai yang akan Jimmy layangkan kepadanya, membuat dada Erika semakin sesak. Selain pasrah dengan keadaan, apalagi yang bisa ia lakukan?Saat ini Erika butuh tempat untuk memenangkan diri sejenak dari segala macam sesak di dalam dadanya. Ia pun memilih pergi ke sebuah cafe yang tak jauh dari kantor Adhinata group, apalagi saat ini Erika mendapat kesempatan pulang lebih awal. Cafe milik salah satu sahabatnya semasa ia kuliah dulu adalah tempat tujuannya."Er? Benarkah itu kamu?" Sebuah pertanyaan meluncur dari bibir Indri sahabatnya, saat melihat Erika berjalan memasuki cafe.Erika mengulas senyum tipis dan berjalan mendekat ke meja kasir. "Tentu saja ini aku. Tidak tahukah kamu jika aku sangat merindukanmu, In. Lama kita nggak ngumpul bareng setelah lulus kuliah." ucap Er
Sepanjang perjalanan keluar dari kantornya, Jimmy terlihat begitu bahagia. Senyumnya tak pernah lepas dari bibir seksinya. Rasa-rasanya Jimmy sudah tidak sabar lagi untuk segera sampai di tempat tujuannya.Jimmy terbayang akan kenangan pada malam serah terima hotel Winston di bawah naungan Adinata Group. Beberapa sorot kamera wartawan mengekspos dirinya yang datang bersama Erika waktu itu. Namun bukan sebagai pasangan suami istri, melainkan sebagai atasan dan sekertarisnya. Dan juga kamera wartawan menyoroti beberapa tamu undangan yang hadir.Mengingat Jimmy adalah pewaris Adhinata group dan juga pemilik sebuah stasiun televisi swasta di negara ini, jadi sudah pasti banyak tamu penting yang hadir. Dan hal itu menjadi makanan empuk para wartawan yang haus akan berita gosip.Sebelum menghadiri acara tersebut, sebuah perdebatan kecil terjadi di rumah mewah yang tak lain adalah milik keluarga Adinata."Sudahlah, Ma. Aku juga tidak keberatan jika E
Wajah Jimmy yang tadinya penuh senyum kebahagiaan, kini terlihat lesu dan tak bersemangat saat mengetahui jika orang yang di carinya tidak ada di tempat. Baru kali ini Jimmy merasa sangat antusias untuk menemui Erika,Jimmy mencoba menghubungi Erika beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Dan berakhir dengan suara operator yang mengatakan jika panggilannya tak terjawab. "Kamu kemana, Erika?" gumam Jimmy yang kini ada di kamar Erika.Setelah sebelumnya ia mencari ke setiap sudut di apartemen, kamar Erika adalah satu-satunya harapan bagi Jimmy untuk menemukan Erika. Tapi ternyata hasilnya nihil. Erika juga tak ada di kamarnya.Jimmy menghela napasnya. Lalu ia merebahkan diri di atas kasur empuk yang beberapa hari lalu ia gunakan untuk menghukum Erika dengan cara yang sangat manis. Jimmy dapat membayangkan percintaan mereka beberapa hari lalu, hanya karena Jimmy emosi melihat jas yang ternyata adalah milik Allan (sahabat