Erika menghela napas sebelum melangkahkan kakinya memasuki hotel Winston. Seakan memasuki lobi hotel Winston adalah beban berat yang harus ia tanggung sendirian. Doanya hanya satu, semoga tidak ada yang mengenalinya setelah ia sampai di dalam lobi hotel. Dengan perasan berat hati, Erika mulai melangkah menginjak anak tangga di depannya menuju ke dalam lobi hotel.
Sesampainya di depan resepsionis, Erika menanyakan dimana letak kantor manager hotel. Setelah mendapat jawaban, Erika melangkah menuju ke arah lift.
"Bukankah wanita itu yang pernah keluar dari kamar 919? Nggak nyangka ya, tampilannya seperti masih polos, tapi doyan juga tidur sama bos-bos kaya."
"Ssttt ... Asal ada duitnya semua pekerjaan pasti di anggap halal."
Samar-samar Erika mendengar resepsionis itu menggunjingkan dirinya. Rasanya begitu sesak di dalam dadanya. Erika menengadahkan kepalanya ke atas untuk mencegah supaya air matanya tak keluar di saat seperti ini.
Erika hanya bisa memendam rasa sakit hatinya atas omongan resepsionis tadi. Setelah pintu lift terbuka, Erika melangkah masuk dan segera memencet tombol angka di mana letak lantai kantor sang manager hotel berada. Beberapa kali Erika menghela napas untuk sekedar mengurangi rasa sesak di dalam dadanya sekaligus untuk memberinya sedikit kekuatan.
Menjadi bahan gunjingan memang sangat tidak nyaman. Tapi apa boleh buat, Erika hanya bisa pasrah dengan keadaannya saat ini. Walau dalam hati ingin sekali Erika menyangkal gosip itu, tapi akankah mereka percaya dengan apa yang ia katakan nantinya?
Setelah sampai di tempat yang di tuju, dan sudah mendapat persetujuan dari sang manager hotel. Sekertaris yang berada di depan ruangan manager hotel mempersilahkan Erika untuk masuk ke ruangan bosnya.
"Selamat pagi bapak." sapa Erika dengan sopan.
"Pagi, pagi, ternyata kamu utusan dari pemilik baru hotel ini? Masih muda dan cantik. Oh ya, mari silahkan duduk." ucap manager yang terlihat ramah.
Erika membungkukkan badan lalu tersenyum sebagai jawaban atas pertanyaan dari manager hotel. Lalu ia pun duduk di kursi yang telah di sediakan.
"Perkenalkan nama saya Erika, pak. Saya di utus pak Jimmy untuk meminta laporan perkembangan hotel selama 3 bulan terakhir." ucap Erika dengan sopan memperkenalkan diri sekaligus menyatakan maksud tujuannya datang ke hotel Winston.
Lelaki di depan Erika hanya tertawa menanggapi omongan Erika. "Tidak usah terlalu formal. Kenalkan namaku Hendrik. Selama puluhan tahun aku lah yang mengelola hotel ini." ucapnya terdengar bangga akan jabatannya. Tanpa rasa sungkan dan meminta ijin terlebih dahulu kepada Erika, ia begitu saja merangkulkan tangannya di pundak Erika.
Erika hanya tersenyum canggung kemudian menepis pelan tangan sang manager yang ternyata bernama Hendrik. "Senang berkenalan dengan bapak Hendrik." ucap Erika.
Hendrik hanya tergelak tawanya saat Erika menepis tangannya yang berada di pundaknya. "Kamu tunggu sebentar, aku akan ambilkan semua dokumen yang bos kamu minta." ucap Hendrik.
Erika hanya mengangguk sambil tersenyum. Entah kenapa Erika merasa bahwa ia harus lebih waspada berada di ruangan Hendrik. Sepertinya lelaki itu sudah terbiasa bersikap seperti itu kepada lawan jenisnya.
Sambil menunggu Hendrik menyiapkan dokumen yang ia perlukan. Erika melihat-lihat isi ruangan, pandangan matanya tertuju ke arah rak buku panjang yang ada di dekat jendela yang menghadap ke balkon.
'Begitu banyak buku management bisnis disini.' batin Erika melihat beberapa judul yang tertera di sampul buku yang ada di rak.
Tangan Erika terulur untuk mengambil salah satu dari deretan buku itu. "Kamu juga tertarik dengan management bisnis?" tanya Hendrik yang entah sejak kapan ada di belakangnya.
Erika terkesiap dan spontan melangkah ke samping untuk menghindar supaya tidak terlalu dekat dengan Hendrik. "Ha-hanya penasaran saja pak." jawab Erika yang kemudian meletakkan kembali buku itu di tempatnya semula.
Erika dengan cepat berjalan menuju ke arah sofa, lalu ia duduk di sofa panjang yang memang di sediakan untuk tamu yang datang.
Perasaan Erika semakin tidak nyaman saat Hendrik duduk tepat di sampingnya. Bahkan tatapan mata Hendrik mengisyaratkan pertanda yang tidak baik bagi Erika. Tatapan mata lelaki mata keranjang di saat menemukan mangsanya.
"Maaf pak, apa dokumen ini sudah siap semuanya? Kalau sudah, akan saya bawa ke tempat pak Jimmy. Karena beliau sudah menunggu." ucap Erika dengan sopan. Tangannya terulur ke arah meja yang ada di depannya untuk meraih tumpukan dokumen yang ada di situ.
"Jangan terburu-buru, kamu perlu mengeceknya satu-persatu." ucap Hendrik mencegah tangan Erika meraih tumpukan map yang ada di meja.
Perasaan Erika semakin takut dan tidak nyaman melihat gelagat yang tidak baik dari Hendrik. Bahkan Erika menggeser tubuhnya ke samping supaya tidak terlalu dekat dengan Hendrik. Tapi Hendrik justru semakin tertantang untuk mendekati Erika.
"Sambil kamu mengecek semua dokumen ini, mari kita bersenang-senang dulu sebentar." ucap Hendrik yang mulai mencodongkan tubuhnya ke arah Erika dengan senyuman penuh nafsu.
Dengan cepat Erika mendorong tubuh Hendrik supaya menjauh darinya. "Tolong bapak jaga sopan santun. Saya kesini karena di utus oleh pak Jimmy." ucap Erika.
Hendrik tergelak tawanya sampai terdengar di seluruh penjuru yang ada di ruangan itu. "Jangan sok suci. Aku tahu siapa kamu. Selain bekerja sebagai sekertaris pak Jimmy, kamu adalah wanita panggilan para bos-bos kaya kan? Seperti yang kamu lakukan di kamar 919 saat peresmian hotel ini di akuisisi oleh Adhinata group. Jadi jangan sok jual mahal di depanku, aku akan berikan berapa pun yang kamu mau." ucap Hendrik yang mulai terlihat tidak bersahabat seperti di awal kedatangan Erika tadi.
Mendengar itu, tubuh Erika seketika menegang, ternyata karena hal itu ia di nilai seperti wanita rendahan?
Ketakutan Erika semakin menjadi di saat Hendrik menarik pergelangan tangannya dan mendorong tubuhnya hingga ia terbaring di sofa. "Bapak jangan macam-macam, saya bukan orang yang seperti bapak kira. Bapak salah orang." ucap Erika berusaha keluar dari kungkungan kedua tangan Hendrik.
Bukannya mendengarkan perkataan Erika. Kini Hendrik justru mengunci pergerakan Erika dengan cara menaruh kedua tangan Erika di atas kepalanya. Dan Hendrik semakin mencodongkan tubuhnya ke arah Erika, dan mengikis jarak di antara keduanya.
"Aku tidak pernah salah orang, CCTV di koridor lantai 9 menunjukkan semuanya." desis Hendrik yang sudah di kuasai oleh nafsu.
Dengan beringasnya Hendrik berusaha memberikan kecupan di bibir Erika, namun Erika menolak perlakuan Hendrik dengan membuang muka saat Hendrik ingin menciumnya. Air mata Erika mengalir di kedua pipinya.
"Tak ada yang bisa menolakku, berapa pun nanti akan aku bayar. Asal kamu menuruti keinginanku." ucap Hendrik.
"Tolong lepaskan saya pak, saya mohon." ucap Erika sambil berderai air matanya memohon belas kasihan dari Hendrik. Tapi Hendrik tidak menggubris permohonan Erika. Ia tetap melancarkan aksinya dengan memaksa Erika supaya mau melayaninya.
Erika terus meronta dan melakukan perlawanan supaya terlepas dari Hendrik. Namun itu justru membuat Hendrik murka dan terpaksa menamparnya, "Dasar wanita jalang!" teriak Hendrik. Lalu ia menarik paksa kemeja yang di kenakan Erika, sehingga dua kancing kemeja Erika lepas dan jatuh entah kemana.
Melihat pemandangan di depannya Hendrik tidak menyia-nyiakan hal itu. Ia ingin segera meraup daging kenyal yang terbungkus cup bra hitam itu dengan mulutnya. Tangisan Erika semakin pecah, saat ini Erika berharap ada yang datang menolongnya terlepas dari nafsu bejat Hendrik.
"Hey, apa yang sedang kamu lakukan!" teriak seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu. Kemudian ia menarik tubuh Hendrik dari belakang dan memberikan bogem mentah kepadanya.
Bersambung ...
"Hey, apa yang sedang kamu lakukan!" teriak seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu. Kemudian ia menarik tubuh Hendrik dari belakang dan memberikan bogem mentah kepadanya.Hendrik terhuyung dan terjatuh ke lantai, darah segar mengalir di sudut bibirnya. "Kamu siapa?! Berani-beraninya mengganggu kesenanganku!!" Teriak Hendrik setelah mengusap darah segar di sudut bibirnya.Lelaki itu tak memberikan jawaban, ia melepaskan jasnya dan menutupi tubuh Erika yang sudah terlihat berantakan. "Pergilah! Biar dia menjadi urusanku." Ucap lelaki itu menyuruh Erika pergi."Terimakasih." ucap Erika pelan. Kemudian ia mengambil tas dan dokumen yang ada di atas meja lalu berlari keluar sambil menangis.Sungguh hari ini adalah hari paling buruk dalam hidupnya. Erika berlari sambil tertunduk, ia tak peduli dengan pandangan para karyawan hotel terhadapnya. Yang ia inginkan adalah segera keluar dari hotel sialan ini.Dan untuk Hendri
Sinar matahari pagi mulai memasuki celah kamar Erika, tapi wanita itu terlihat masih malas untuk sekedar keluar dari kamarnya walau pun ia sudah terbangun dari tidurnya. Pipinya masih terasa sedikit nyeri. Kejadian percobaan perkosaan yang ia alami kemarin, membuat Erika memilih mengurung diri di kamarnya.Untung saja ada pemuda yang entah dari mana datangnya itu, menyelamatkan dirinya dari perbuatan bejat Hendrik. Kalau tidak? Entah apa yang akan terjadi pada Erika.Akibat perut yang berbunyi untuk meminta asupan makanan, Erika terpaksa beranjak dari kasurnya. Setelah mencuci muka terlebih dahulu, ia pun memakai masker keluar dari kamarnya.Walaupun Erika sudah mengganti pewangi ruangan dengan aroma yang lebih lembut, tapi tetap saja terkadang Erika merasa mual tanpa sebab. "Auw, pipiku ternyata masih sedikit nyeri. Sebaiknya aku kompres lagi dengan es batu, supaya mengurangi bengkak dan rasa sakitnya." Gumam Erika saat merasakan nyeri di pipi
Seminggu sudah kejadian itu berlalu. Karena kesalahpahaman, membuat hubungan Jimmy dan Erika menjadi semakin dingin dan renggang. Beberapa kali Jimmy sengaja membawa Monika ke kantor dengan maksud supaya Erika tahu jika dirinya juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang Erika lakukan (pergi dengan lelaki lain) pikir Jimmy.Bahkan Jimmy juga membawa Monika ke beberapa pertemuan bisnis yang di hadiri olehnya. Ketika berpapasan dengan Erika, sikap Jimmy seakan tidak mengenal atau bahkan tidak menganggap akan keberadaan Erika.Jimmy tidak memberi kesempatan kepada Erika menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Hati Jimmy seakan telah membeku, telinganya seakan menjadi tuli. Bahkan selama seminggu itu juga Jimmy tidak pernah pulang ke apartemen.Sebagai seorang istri, tentu saja Erika merasa sangat sedih di perlakukan seperti itu. Tapi mau bagaimana lagi? Mungkin itulah resiko mempunyai suami yang sangat kaya raya dan terkenal. Sehingga bisa memperlakuka
Jimmy yang masih berkutat dengan komputer di depannya di kejutkan dengan kedatangan Allan. Walau sebelumnya Allan sudah memberikan kabar jika akan datang ke kantor Adhinata Group, tapi Jimmy tak menyangka bahwa sahabatnya itu akan datang lebih cepat dari perkiraannya."Wuih, bos besar nampaknya masih sibuk nih?" goda Allan yang memang baru memasuki ruangan Jimmy."Allan? Cepat juga kamu datangnya. Aku kira sejam lagi baru akan sampai disini." jawab Jimmy yang melihat Allan berjalan menuju ke arahnya."Mana berani aku membiarkan bos lama-lama menunggu. Iya nggak, Van?" ucap Allan seolah meminta persetujuan Evan akan ucapannya."Bener itu mas Allan, pak Jimmy pasti ngamuk kalau kelamaan nunggu." jawab Evan sambil tersenyum ke arah Allan."Kamu itu asisten siapa, Van? Apa kamu mau potong gaji bulan ini?" pertanyaan Jimmy terdengar seperti ancaman di telinga Evan, sehingga ia bergidik ngeri mendengarnya.Wajah Evan
Hati Erika terasa hancur, melihat kenyataan bahwa pernikahannya dengan Jimmy yang baru seumur jagung, kini sudah berada di ujung tanduk. Apalagi saat pengacara menunjukkan dokumen gugatan cerai yang akan Jimmy layangkan kepadanya, membuat dada Erika semakin sesak. Selain pasrah dengan keadaan, apalagi yang bisa ia lakukan?Saat ini Erika butuh tempat untuk memenangkan diri sejenak dari segala macam sesak di dalam dadanya. Ia pun memilih pergi ke sebuah cafe yang tak jauh dari kantor Adhinata group, apalagi saat ini Erika mendapat kesempatan pulang lebih awal. Cafe milik salah satu sahabatnya semasa ia kuliah dulu adalah tempat tujuannya."Er? Benarkah itu kamu?" Sebuah pertanyaan meluncur dari bibir Indri sahabatnya, saat melihat Erika berjalan memasuki cafe.Erika mengulas senyum tipis dan berjalan mendekat ke meja kasir. "Tentu saja ini aku. Tidak tahukah kamu jika aku sangat merindukanmu, In. Lama kita nggak ngumpul bareng setelah lulus kuliah." ucap Er
Sepanjang perjalanan keluar dari kantornya, Jimmy terlihat begitu bahagia. Senyumnya tak pernah lepas dari bibir seksinya. Rasa-rasanya Jimmy sudah tidak sabar lagi untuk segera sampai di tempat tujuannya.Jimmy terbayang akan kenangan pada malam serah terima hotel Winston di bawah naungan Adinata Group. Beberapa sorot kamera wartawan mengekspos dirinya yang datang bersama Erika waktu itu. Namun bukan sebagai pasangan suami istri, melainkan sebagai atasan dan sekertarisnya. Dan juga kamera wartawan menyoroti beberapa tamu undangan yang hadir.Mengingat Jimmy adalah pewaris Adhinata group dan juga pemilik sebuah stasiun televisi swasta di negara ini, jadi sudah pasti banyak tamu penting yang hadir. Dan hal itu menjadi makanan empuk para wartawan yang haus akan berita gosip.Sebelum menghadiri acara tersebut, sebuah perdebatan kecil terjadi di rumah mewah yang tak lain adalah milik keluarga Adinata."Sudahlah, Ma. Aku juga tidak keberatan jika E
Wajah Jimmy yang tadinya penuh senyum kebahagiaan, kini terlihat lesu dan tak bersemangat saat mengetahui jika orang yang di carinya tidak ada di tempat. Baru kali ini Jimmy merasa sangat antusias untuk menemui Erika,Jimmy mencoba menghubungi Erika beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Dan berakhir dengan suara operator yang mengatakan jika panggilannya tak terjawab. "Kamu kemana, Erika?" gumam Jimmy yang kini ada di kamar Erika.Setelah sebelumnya ia mencari ke setiap sudut di apartemen, kamar Erika adalah satu-satunya harapan bagi Jimmy untuk menemukan Erika. Tapi ternyata hasilnya nihil. Erika juga tak ada di kamarnya.Jimmy menghela napasnya. Lalu ia merebahkan diri di atas kasur empuk yang beberapa hari lalu ia gunakan untuk menghukum Erika dengan cara yang sangat manis. Jimmy dapat membayangkan percintaan mereka beberapa hari lalu, hanya karena Jimmy emosi melihat jas yang ternyata adalah milik Allan (sahabat
Perlahan Jimmy menggenggam kedua tangan Erika, lalu mengecup punggung tangan tersebut dengan lembut. "Erika, maafkan aku." ucap Jimmy dengan tatapan sendu ke arah Erika sebagai permohonan maaf baginya.Degg!!Jantung Erika seketika berdebar kencang, apa maksudnya ini? Apa ini ada hubungannya dengan surat gugatan cerai kemarin? Apa Jimmy berusaha meminta maaf padanya, sebagai kompensasi dari surat gugatan cerai itu? Atau Jimmy berubah pikiran untuk membatalkan gugatan cerai tersebut?Rasa-rasanya ini tidak benar, Erika tahu betul Jimmy bukan tipe orang yang akan merubah keputusannya. Jika ia telah memutuskan sesuatu. Jadi tidak mungkin Jimmy akan membatalkan surat gugatan cerai itu, bukan?Oh ... Erika paham. Mungkin Jimmy meminta maaf karena selama ini Angela (mamanya) sangat menyayangi Erika melebihi anaknya sendiri. Dan mungkin karena gugatan cerai dari Jimmy akan berimbas pada Angela, sehingga membuat Angela bersedih. Karena hal itulah Jimmy me