Share

Bab 4

Erika menghela napas sebelum melangkahkan kakinya memasuki hotel Winston. Seakan memasuki lobi hotel Winston adalah beban berat yang harus ia tanggung sendirian. Doanya hanya satu, semoga tidak ada yang mengenalinya setelah ia sampai di dalam lobi hotel. Dengan perasan berat hati, Erika mulai melangkah menginjak anak tangga di depannya menuju ke dalam lobi hotel.

Sesampainya di depan resepsionis, Erika menanyakan dimana letak kantor manager hotel. Setelah mendapat jawaban, Erika melangkah menuju ke arah lift.

"Bukankah wanita itu yang pernah keluar dari kamar 919? Nggak nyangka ya, tampilannya seperti masih polos, tapi doyan juga tidur sama bos-bos kaya." 

"Ssttt ... Asal ada duitnya semua pekerjaan pasti di anggap halal."

Samar-samar Erika mendengar resepsionis itu menggunjingkan dirinya. Rasanya begitu sesak di dalam dadanya. Erika menengadahkan kepalanya ke atas untuk mencegah supaya air matanya tak keluar di saat seperti ini. 

Erika hanya bisa memendam rasa sakit hatinya atas omongan resepsionis tadi. Setelah pintu lift terbuka, Erika melangkah masuk dan segera memencet tombol angka di mana letak lantai kantor sang manager hotel berada. Beberapa kali Erika menghela napas untuk sekedar mengurangi rasa sesak di dalam dadanya sekaligus untuk memberinya sedikit kekuatan. 

Menjadi bahan gunjingan memang sangat tidak nyaman. Tapi apa boleh buat, Erika hanya bisa pasrah dengan keadaannya saat ini. Walau dalam hati ingin sekali Erika menyangkal gosip itu, tapi akankah mereka percaya dengan apa yang ia katakan nantinya?

Setelah sampai di tempat yang di tuju, dan sudah mendapat persetujuan dari sang manager hotel. Sekertaris yang berada di depan ruangan manager hotel mempersilahkan Erika untuk masuk ke ruangan bosnya.

"Selamat pagi bapak." sapa Erika dengan sopan.

"Pagi, pagi, ternyata kamu utusan dari pemilik baru hotel ini? Masih muda dan cantik. Oh ya, mari silahkan duduk." ucap manager yang terlihat ramah. 

Erika membungkukkan badan lalu tersenyum sebagai jawaban atas pertanyaan dari manager hotel. Lalu ia pun duduk di kursi yang telah di sediakan.

"Perkenalkan nama saya Erika, pak. Saya di utus pak Jimmy untuk meminta laporan perkembangan hotel selama 3 bulan terakhir." ucap Erika dengan sopan memperkenalkan diri sekaligus menyatakan maksud tujuannya datang ke hotel Winston.

Lelaki di depan Erika hanya tertawa menanggapi omongan Erika. "Tidak usah terlalu formal. Kenalkan namaku Hendrik. Selama puluhan tahun aku lah yang mengelola hotel ini." ucapnya terdengar bangga akan jabatannya. Tanpa rasa sungkan dan meminta ijin terlebih dahulu kepada Erika, ia begitu saja merangkulkan tangannya di pundak Erika. 

Erika hanya tersenyum canggung kemudian menepis pelan tangan sang manager yang ternyata bernama Hendrik. "Senang berkenalan dengan bapak Hendrik." ucap Erika.

Hendrik hanya tergelak tawanya saat Erika menepis tangannya yang berada di pundaknya. "Kamu tunggu sebentar, aku akan ambilkan semua dokumen yang bos kamu minta." ucap Hendrik. 

Erika hanya mengangguk sambil tersenyum. Entah kenapa Erika merasa bahwa ia harus lebih waspada berada di ruangan Hendrik. Sepertinya lelaki itu sudah terbiasa bersikap seperti itu kepada lawan jenisnya. 

Sambil menunggu Hendrik menyiapkan dokumen yang ia perlukan. Erika melihat-lihat isi ruangan, pandangan matanya tertuju ke arah rak buku panjang yang ada di dekat jendela yang menghadap ke balkon. 

'Begitu banyak buku management bisnis disini.' batin Erika melihat beberapa judul yang tertera di sampul buku yang ada di rak. 

Tangan Erika terulur untuk mengambil salah satu dari deretan buku itu. "Kamu juga tertarik dengan management bisnis?" tanya Hendrik yang entah sejak kapan ada di belakangnya. 

Erika terkesiap dan spontan melangkah ke samping untuk menghindar supaya tidak terlalu dekat dengan Hendrik. "Ha-hanya penasaran saja pak." jawab Erika yang kemudian meletakkan kembali buku itu di tempatnya semula. 

Erika dengan cepat berjalan menuju ke arah sofa, lalu ia duduk di sofa panjang yang memang di sediakan untuk tamu yang datang. 

Perasaan Erika semakin tidak nyaman saat Hendrik duduk tepat di sampingnya. Bahkan tatapan mata Hendrik mengisyaratkan pertanda yang tidak baik bagi Erika. Tatapan mata lelaki mata keranjang di saat menemukan mangsanya. 

"Maaf pak, apa dokumen ini sudah siap semuanya? Kalau sudah, akan saya bawa ke tempat pak Jimmy. Karena beliau sudah menunggu." ucap Erika dengan sopan. Tangannya terulur ke arah meja yang ada di depannya untuk meraih tumpukan dokumen yang ada di situ.

"Jangan terburu-buru, kamu perlu mengeceknya satu-persatu." ucap Hendrik mencegah tangan Erika meraih tumpukan map yang ada di meja. 

Perasaan Erika semakin takut dan tidak nyaman melihat gelagat yang tidak baik dari Hendrik. Bahkan Erika menggeser tubuhnya ke samping supaya tidak terlalu dekat dengan Hendrik. Tapi Hendrik justru semakin tertantang untuk mendekati Erika. 

"Sambil kamu mengecek semua dokumen ini, mari kita bersenang-senang dulu sebentar." ucap Hendrik yang mulai mencodongkan tubuhnya ke arah Erika dengan senyuman penuh nafsu.

Dengan cepat Erika mendorong tubuh Hendrik supaya menjauh darinya. "Tolong bapak jaga sopan santun. Saya kesini karena di utus oleh pak Jimmy." ucap Erika. 

Hendrik tergelak tawanya sampai terdengar di seluruh penjuru yang ada di ruangan itu. "Jangan sok suci. Aku tahu siapa kamu. Selain bekerja sebagai sekertaris pak Jimmy, kamu adalah wanita panggilan para bos-bos kaya kan? Seperti yang kamu lakukan di kamar 919 saat peresmian hotel ini di akuisisi oleh Adhinata group. Jadi jangan sok jual mahal di depanku, aku akan berikan berapa pun yang kamu mau." ucap Hendrik yang mulai terlihat tidak bersahabat seperti di awal kedatangan Erika tadi. 

Mendengar itu, tubuh Erika seketika menegang, ternyata karena hal itu ia di nilai seperti wanita rendahan?

Ketakutan Erika semakin menjadi di saat Hendrik menarik pergelangan tangannya dan mendorong tubuhnya hingga ia terbaring di sofa. "Bapak jangan macam-macam, saya bukan orang yang seperti bapak kira. Bapak salah orang." ucap Erika berusaha keluar dari kungkungan kedua tangan Hendrik. 

Bukannya mendengarkan perkataan Erika. Kini Hendrik justru mengunci pergerakan Erika dengan cara menaruh kedua tangan Erika di atas kepalanya. Dan Hendrik semakin mencodongkan tubuhnya ke arah Erika, dan mengikis jarak di antara keduanya. 

"Aku tidak pernah salah orang, CCTV di koridor lantai 9 menunjukkan semuanya." desis Hendrik yang sudah di kuasai oleh nafsu.

Dengan beringasnya Hendrik berusaha memberikan kecupan di bibir Erika, namun Erika menolak perlakuan Hendrik dengan membuang muka saat Hendrik ingin menciumnya. Air mata Erika mengalir di kedua pipinya. 

"Tak ada yang bisa menolakku, berapa pun nanti akan aku bayar. Asal kamu menuruti keinginanku." ucap Hendrik.

"Tolong lepaskan saya pak, saya mohon." ucap Erika sambil berderai air matanya memohon belas kasihan dari Hendrik. Tapi Hendrik tidak menggubris permohonan Erika. Ia tetap melancarkan aksinya dengan memaksa Erika supaya mau melayaninya. 

Erika terus meronta dan melakukan perlawanan supaya terlepas dari Hendrik. Namun itu justru membuat Hendrik murka dan terpaksa menamparnya, "Dasar wanita jalang!" teriak Hendrik. Lalu ia menarik paksa kemeja yang di kenakan Erika, sehingga dua kancing kemeja Erika lepas dan jatuh entah kemana.

Melihat pemandangan di depannya Hendrik tidak menyia-nyiakan hal itu. Ia ingin segera meraup daging kenyal yang terbungkus cup bra hitam itu dengan mulutnya. Tangisan Erika semakin pecah, saat ini Erika berharap ada yang datang menolongnya terlepas dari nafsu bejat Hendrik. 

"Hey, apa yang sedang kamu lakukan!" teriak seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu. Kemudian ia menarik tubuh Hendrik dari belakang dan memberikan bogem mentah kepadanya. 

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status