Share

MBV 6

Annabele langsung pulang setelah Cristian pergi meninggalkannya, gadis itu terus bertanya-tanya kenapa sikap atasannya berubah.

"Aku pulang!" Annabela masuk dan langsung duduk di sofa.

"Baru pulang, kamu lembur?" tanya Samantha.

"Tidak, tadi habis makan dengan Sam." Annabele bicara seraya menatap telapak tangan kiri yang terluka.

Samantha yang kebetulan sedang di dapur, menghampiri Annabele di ruang tamu. Wanita itu terkejut saat melihat luka di tangan Annabele.

"Tanganmu kenapa?" tanya Samantha seraya meraih tangan Annabele.

"Tadi jatuh," jawab gadis itu sedikit meringis karena luka perih di tangan.

"Kamu ini, sudah besar juga masih bisa terjatuh."

Samantha berdiri dan kembali ke dapur mengambil air bersih untuk membersihkan lupa Annabele.

Annabele menatap sapu tangan yang diberikan Cristian, pikirannya benar-benar tak bisa mengabaikan tentang hal yang terjadi belakangan ini.

"Lain kali hati-hati, An." Samantha membersihkan luka Annabele perlahan.

"Ya, Ma. Ini tadi juga nggak sengaja," kata Annabele.

Samantha menghela napas berat, tatapannya tertuju pada telapak tangan Annabele yang terluka. Tanpa terasa buliran kristal bening luruh dari kelopak mata.

"Ma, kenapa menangis?" tanya Annabele yang merasa heran.

"Tidak, tidak apa-apa. Lain kali hati-hati, oke!" Samantha mengusap sisi wajah Annabele, mencoba tersenyum dan berusaha untuk tidak menangis, hingga kemudian berdiri dan meninggalkan Annabele setelah selesai mengobati.

Annabele menatap telapak tangan yang terluka, dirinya selalu merasa heran ketika Samantha tiba-tiba menangis saat melihat dirinya terluka. Sedangkan setiap bertanya kenapa, Samantha akan menjawab kalau tidak ada apa-apa, membuat Annabele terus penasaran tapi takut bertanya lebih jauh.

Annabele kembali ke kamar, duduk di kursi depan komputer dengan tatapan kosong. Ia memikirkan tentang Cristian, keanehan yang dirasakan setelah bertemu dengan pria itu.

"Mimpi itu, kecelakaan yang hampir terjadi."

Semua hal itu, juga apa yang ada di dalam diri Cristian membuat Annabele penasaran dan ingin tahu lebih.

"Mungkinkan dia benar-benar membawaku terbang malam itu, kemudian menolong dan menghindarkan dari kecelakaan, lantas kenapa matanya sering sekali berubah, hingga kulitnya terasa begitu dingin."

Annabele menatap tangan yang menyentuh kulit tangan Cristian tadi, sedikit memiringkan kepala ketika mencoba mencerna semua yang diketahuinya.

"Apa mungkin dia bukanlah seperti yang aku kira? Mungkinkah?"

Annabele menggigit ujung kuku jempol, merasa butuh jawaban atas semua pertanyaan yang berputar di kepala. Ia menyalakan komputer, mencoba mencari info di situs peramban dengan hal-hal yang dicurigainya. Annabele membaca situs yang memberikan informasi tentang isi sebuah buku kuno di mana di dalamnya terdapat artikel tentang hal yang sedang dicarinya.

Annabele mencari beberapa hasil kemungkinan dari ciri-ciri yang diketahuinya, semua yang dibacanya terlihat tak masuk akal.

"Tidak, itu hanya mitos." Annabele menutup permukaan bibir dengan kepalan tangan.

"Mungkin hanya kebetulan, mereka mitos dan tidak benar-benar ada di dunia ini. Ya, mungkin itu hanyalah sebuah kebetulan."

Annabele terus mencoba memungkiri apa yang diketahui, tak mau menganggap kalau itu benar, karena semua yang dibacanya terasa tak masuk akal, bagai membaca sebuah buku dongeng dari masa lalu.

"Dia bukan vampir, karena vampir tidak ada."

Annabele mencoba mengelak, memilih mengistirahatkan raganya karena lelah, terlebih dengan kejadian yang hampir menimpanya.

-

Malam itu, angin berembus sedikit kencang. Ranting pepohonan bergerak seakan mengetuk kaca jendela.

Samantha terlihat sudah terlelap, tapi dahinya berkerut seakan sedang memimpikan sesuatu yang buruk. Bahkan menggelengkan kepala seakan sedang merasa takut.

"An, Anna."

Di alam bawah sadar Samantha. Wanita itu terlihat berjalan bersama beberapa petugas polisi, terlihat air muka panik di wajah wanita itu.

"Anna! Anna!" teriak Samantha, memanggil sang putri.

"Kita berpencar!" Salah satu polisi menginstruksi.

Samantha saat itu masih terlihat muda, wanita itu begitu cemas mencari keberadaan sang putri di tengah pekatnya malam.

"Anna! Honey!" teriaknya berulang.

Petugas polisi membantu mencari, mereka menyisir jalan hingga gang kecil yang ada di daerah itu.

"Kami menemukannya!" teriak salah satu polisi.

Samantha langsung berlari dengan cepat ketika mendengar teriakan polisi yang membantu, hingga wanita itu tak percaya dengan yang dilihatnya.

"Anna!"

Samantha yang merasa bermimpi sangat buruk, lantas terbangun dengan keringat yang bercucuran.

"Ini hanya mimpi." Samantha mengguyar kasar rambutnya ke belakang. "Ya, ini hanya mimpi." Kembali bergumam untuk meyakinkan.

-

-

Annabele berangkat ke kantor seperti biasa, tapi hari itu pikirannya terasa kacau karena dugaan yang terus berputar di kepala. Ia masih memikirkan tentang Cristian, entah kenapa merasa tertarik untuk mengulik meski dirinya baru kenal dan pria itu adalah atasannya.

"An!" sapa Sam yang sudah berdiri di samping Annabele, bahkan menepuk pundak gadis itu.

Annabele terkejut ketika Sam menyapanya, tapi mencoba mengulas senyum pada pria itu.

"Oh hai," sapa balik Annabele meski sedikit kikuk.

Sam mengulas senyum ketika Annabele membalas sapaannya, hingga tatapan tertuju pada telapak tangan Annabele yang dibalut plester.

"Tanganmu kenapa?" tanya Sam.

Annabele langsung menatap telapak tangan, sebelum tersenyum kecil.

"Luka kecil, semalam tak sengaja jatuh," jawab Annabele yang kemudian memilih mengepalkan telapak tangan itu dan menyembunyikan di sisi tubuh.

"Kamu jatuh? Kok bisa?" tanya Sam yang tampak cemas.

"Aku jalan kurang hati-hati, kakiku menginjak kerikil dan akhirnya jatuh. Hanya luka kecil," jawab Annabele.

"Lain kali hati-hati." Sam mengusap pucuk kepala gadis itu.

Julie yang baru saja datang, langsung melihat pemandangan Sam yang mengusap pucuk kepala Annabele, hingga kemudian melewati tanpa menyapa.

"Julie!" panggil Annabele.

Namun, Julie seakan enggan melihat dan berpura-pura tak mendengar, membuat Annabele merasa keheranan.

"Kenapa Julie tidak menyapa kita?" tanya Annabele menatap punggung temannya yang sudah berlalu.

"Apa dia tidak melihat kita?" tanya Sam balik, ikut menatap ke arah Annabelle melihat.

"Mana mungkin." Annabele semakin merasa aneh.

Akhirnya mereka menyusul Julie, hendak bertanya apakah ada masalah karena wajah temannya itu terlihat pucat.

-

-

Julie langsung duduk di kursi belakang meja kerjanya. Ia mengguyar kasar rambut seakan sedang frustasi.

"Julie, apa kamu baik-baik saja?" tanya Annabele seraya menepuk pundak temannya itu.

Julie terperanjat ketika mendengar Annabele bertanya, menoleh dengan sedikit mendongak agar bisa melihat wajah Annabele, sebelum akhirnya menatap ke arah Sam yang berdiri di samping Annabele.

"Tidak ada, aku hanya kurang istirahat." Julie kembali berdiri dan langsung pergi dari sana, membuat Annabele dan Sam merasa aneh.

"Bukankah sikapnya sangat aneh?" tanya Annabele.

"Ya, dia tidak seperti biasanya," jawab Sam.

Keduanya menatap punggung Julie yang berlalu menuju keluar dari ruangan mereka bekerja. Hingga Sam dan Annabele memilih segera ke meja mereka untuk mulai bekerja.

-

-

"Kenapa? Kenapa banyak orang yang melindunginya? Arghh!!!"

Julie hampir memukul kaca yang berada di toilet, gadis itu terlihat penuh dengan amarah. Ia menatap bayangan di pantulan cermin, hingga membuka sedikit kemeja yang menutup leher, sebuah tanda merah seperti memar terlihat di sana.

"Sial! Siapa pria itu?" Julie kembali menggerutu.

Julie mengingat kejadian semalam. Ia baru saja selesai berbelanja dan tengah berjalan menuju apartemen tempatnya tinggal. Namun, langkahnya terhenti saat melewati jalanan yang tidak memiliki penerangan, seseorang berdiri di hadapannya, tapi Julie tidak bisa melihat wajah pria itu.

"Siapa kamu? Minggir, jangan halangi jalanku!" bentak Julie.

Bukannya menyingkir, pria itu bergerak cepat hingga sampai di hadapan Julie, langsung mencekik dan mendorong tubuh gadis itu hingga membentur tembok. Membuat barang bawaannya jatuh berserakan di tanah.

"Si-siapa kamu, apa maumu?" Suara gadis itu terdengar berat karena pita suaranya terasa tertekan.

"Kenapa kamu terus mencoba mencelakai Annabele? Apa maksud dari tindakanmu, hah?" Pria itu memberikan tatapan menusuk pada gadis itu.

Julie hanya bisa melihat cahaya di mata pria itu, tapi tidak bisa melihat jelas wajahnya karena matanya sedikit kabur, stock oksigen mulai berkurang di dalam paru-paru hingga tak bisa mengaliri otaknya.

"Katakan! Atau aku akan membunuhmu malam ini juga!"

"Ak-ku ti-dak ta-hu apa yang ka-mu bi-ca-ra-kan." Julie mulai kesusahan bernapas dan bicara.

Lehernya terasa sakit dan panas, ia benar-benar tidak bisa mendapatkan oksigen untuk paru-parunya.

"Hei! Siapa di sana!"

Seseorang terdengar berteriak ke arah mereka, membuat pria yang mencekik Julie langsung melepas dan pergi dari sana. 

Julie langsung terduduk di tanah, memegangi leher yang terasa begitu sakit. Ia terbatuk-batuk dan berusaha meraup udara sebanyak-banyaknya.

"Sial!" umpat Julie ketika selesai mengingat kejadian semalam. Ia sampai memukul wastafel menggunakan genggaman tangan.

"Tidak, tidak akan aku biarkan hidupmu senang, akan aku buat kamu menderita, bahkan kehilangan nyawamu."

Julie menatap bayangan dari pantulan cermin, terlihat senyum miring di wajahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status