Share

Chapter 8: Post Traumatic Syndrom Dissorder

Happy reading my lovely reader ;)

-----------------

Maybach Exelero hitam membelah jalanan kota menuju Glendale. Vin memutuskan akan mengunjungi mansion miliknya disana. Ia menolak keras saat Matt berusaha membujuk agar dapat mengantarnya pulang.

Beberapa kali ia memukul stir ditengah konsentrasi yang terbagi dua. Mengapa ia harus mengingat masa lalu saat bersama wanita asing yang baru dikenal? Namun rasa nyaman dekapan wanita bermanik legam itu tak mampu ia pungkiri. Bahkan degub jantung yang berpacu saat bersamanya hingga kini masih begitu terasa. Aroma Rosemary yang menguar dari tubuh Tara telah memanjakan indra penciumannya.

Perlakuan lembut, pandangan khawatir Tara begitu menggetarkan disetiap syaraf tubuh Vin, apalagi ketika wanita bersurai hitam itu begitu menggebu menceritakan kejadian tadi pada Matt namun tergambar jelas rasa khawatir disana. Senyum samar menghiasi wajah Vin sesaat sebelum getaran ponsel yang diletakkan di dashboard mobil mengalihkan perhatiannya.

"Gospodin..(Tuan, dalam Bahasa Russia)." sapa seorang disebrang telepon saat Vin menekan auto on pada car kit handsfree.

"Hm." jawab Vin serupa gumaman. Ia tak perlu menanyakan informasi apa yang akan disampaikan oleh Fyodor (anak buah yang ditugaskan untuk mengurus penjualan uranium).

"CCJ Cameco Corp telah mengurangi bahkan akan menutup produksi uranium, saat ini Cameco mengumumkan penangguhan tak terbatas atas tambang Sungai McArthur dan pabrik Key Lake di Saskatchewan sekarang perusahaannya telah aktif sebagai pembeli spot uranium,"

Senyum seringai Vin tampak jelas ditengah rasa puas karena telah berhasil membuat CCJ Cameco Crop menutup produksi uranium dengan waktu yang sangat singkat. Itu berarti perusahaan tersebut akan berguling dalam hitungan hari.

"Good job Fyodor."

"Lalu, bank dan hedge fund juga telah berencana akan membeli volume material dalam jumlah yang lebih besar."

"Jika begitu, naikan harga spot uranium 23%, dan futures 0.18%."

"ya vypolnyu, gospodin." (akan saya laksanakan, Tuan).

"Kau tahu apa yang harus kau lakukan selanjutnya Fyodor."

"Ya gospodin."

"One more, bagaimana dengan Gagiyev?"

"Benar, ia telah mendirikan kelompok mafia tersendiri dengan memakai nama samaran The Family, ia terbukti melakukan 80 pembunuhan terhadap penegak hukum, pejabat senior, hingga pengusaha dibawah interupsi seorang pejabat politik Sir,"

"Lalu?"

"Ia mendapat 1,2 juta euro (sekitar 20.7 juta dalam rupiah) dari pejabat politik tersebut, Alexander Batrykin. Mereka... berteman saat diperguruan tinggi,"

Tatapan mata Vin semakin menajam saat mendengar Gagiyev telah terbukti menghianati Bratva dan bersekutu dengan Alexander Batrykin yang merupakan salah satu orang kepercayaan mantan Presiden Vlow.

"Habisi dia dengan tanganmu Fyodor." perintah Vin geram.

"Ya, gospodin. Sesuai aturan kita." Ralat Fyodor sungkan.

Vin mengakhiri sambungan telpon saat Maybach Exelero hitam miliknya memasuki halaman utama mansion. Ia menyeringai tajam mendengar fakta mengenai Gegiyev, selang tiga menit kemudian Fyodor telah mengirimkan video seorang pria dengan tangan dan kaki terikat dilempar kedalam kandang singa, pria itu adalah Gagiyev seorang penghianat Bratva. Ia berteriak kesakitan ditengah tubuhnya yang mulai berpendar akibat serangan 10 singa yang kelaparan. Itulah hukuman bagi para anggota Bratva yang telah berhianat.

***

"jadi kau berpelukan dengannya?!!" Pekik Gabriella tak percaya. Tara akhirnya bermalam di apartemen Gabriella, ia butuh tempat curhat untuk segala keresahan yang mengganggu pikirannya saat ini. Namun sia sia, di tempat sahabatnya pun ia tak bisa tak memikirkan kejadian bersama Vin.

"Kau dengar, bahkan jantung ku masih berdetak lebih cepat," Tara meraih tangan Gabriella menempatkannya di dada.

"Aishh berlebihan," sinis Gabriella menjauhkan jemarinya.

"Kau menyukainya Tara," ujarnya kemudian.

"Benarkah? Itu terlalu singkat jika kau menyimpulkan seperti itu. Tubuhnya terasa kokoh dan keras Gab, bahkan wangi maskulin pria itu tertinggal ditubuhku." Gabriella memutar bola mata jengah, ia meraih benda pipih disamping tempat tidur dan menggeser layarnya membalas pesan singkat dari kekasihnya.

"Ck, tapi sepertinya dugaanku benar,"

"Something about?"

"Post traumatic syndrom dissorder,"

"Kau ahli bedah, bukan psikologi." Gabriella mematikan ponsel, ikut merebahkan diri disamping Tara. Pandangan mereka menatap langit langit bersamaan.

"Aku dapat merasakan kesakitan didalamnya Gab,"

"Kau tak cukup ilmu untuk menebak persoalan psikologi Tara,"

"Ayolah semua orang tau mengenai PTSD,"

"Lalu menurutmu, apa yang ia alami sebelumnya?" Kini Gabriella merubah posisi menyamping menatap Tara.

"Seorang anak kecil, mungkinkah ia mengalami trauma saat kecil bersama ibunya?"

"Hahaha" tawa Gabriella mengudara bebas dan itu sangat menjengkelkan ditelinga Tara.

"Tak mungkin pria tampan dengan sejuta pesona seperti Vin dianiaya ibunya sendiri? mustahil! Kau lihat tubuh dan kulitnya yang terawat juga atletis? Oh God! Dia pria yang panas," puji Gabriella berhambur memeluk Tara.

"Apa yang kau pikirkan?" Kini mata Tara mendelik tajam.

"Apalagi jika bukan soal...." Belum sempat melanjutkan kalimatnya, Gabriella mendapat hadiah berupa pukulan keras oleh Tara.

"Astagaa! Jahat sekali!" Gabriella kembali merubah posisi menjadi terlentang mencoba segera meraih alam bawah sadar, namun rasa penasaran mengenai mantan kekasih Tara, mampu menghilangkan kantuk nya.

"Lalu, Nick?" Tanyanya kemudian

"aku tak memikirkannya." Tara kembali mencoba memejamkan mata.

"Aaaaaaahhhhhh!" Tara mengacak rambutnya sendiri, ia benar benar tak bisa tertidur seolah seluruh isi kepalanya berisikan bayangan pria bersurai chestnut blonde yang ia dekap ditaman tadi.

"Kau butuh wine, maybe." Gabriella memutuskan beranjak pergi ke dapur mengambil red wine, menuangkan kedalam dua gelas kaca kecil, lalu kembali ke kamar.

"Kau akan bunuh diri?" Tanya Gabriella saat melihat Tara yang merentangkan kedua tangan menikmati udara malam dengan pemandangan kota Los Angeles dibawahnya.

"Tidak, aku tak ingin membuat mu bersedih," Tara meraih gelas dengan kesedihan yang dibuat buat.

"Aku penasaran dengan pria brengsek Nick Scotti yang dulu kau puja puja,"

"Shit! Aku menyesal sempat menjalin hubungan sampah dengannya," kini Gabriella terkekeh sebelum menenggak red wine hingga tandas.

"Ia bahkan menggunakan wajah polosnya dengan berkata 'apa alasanmu meninggalkan ku Tara?' hahh sepatu ku pun tak ingin melihat wajahnya," Tara meraih botol red wine dan menuangkan nya kembali.

"Lalu, kau.. berapa kali kau berganti pria?" Tanyanya kemudian dan meneguk wine hingga tandas.

"Aku bahkan hanya bermain main Tara tak ada yang perlu kita bicarakan," Gabriella ikut menatap bangunan tinggi dan mencoba menghirup udara malam yang terasa menyejukkan.

"Berhentilah, kau harus menemukan pria yang tepat,"

"Bukan aku, tetapi kita."

Senyum diantara mereka mengembang dan kembali menatap langit malam gelap namun menenangkan.

***

-To Be Continued-

Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)

Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status