Happy reading :)
----------------
"Kita terlambat Queen Angel!" Gabriella melangkah cepat menuju ruang konferensi tempat meeting para dokter dilakukan.
"Itu salahmu!" Tara sedikit berlari menyusul langkah Gabriella yang hendak mencapai pintu.
"Jika bukan karena mu, aku tak akan mabuk hingga pagi!" Kesal Gabriella lalu merapikan penampilannya yang sedikit kusut pada bagian rambut.
"Calmdown Gab, kau seperti akan bertemu hantu," Tara menarik napas dalam sebelum memegang daun pintu didepannya.
"Mungkin lebih dari itu,"
Tara mendorong pintu perlahan lalu membungkuk hormat meminta maaf atas keterlambatannya. Gabriella ikut melakukan hal yang sama dibelakang Tara.
"Jangan kau ulangi Mrs Tara!". tegur Mr Ryan yang merupakan director asistant di rumah sakit.
Sesaat pandangan Tara terkunci pada pria yang sangat ia benci dan ia hindari selama ini, Nick Scotti. Bagaimana bisa ia telah duduk manis dalam konferensi besar pagi ini? Tatapan itu terputus oleh Gabriella yang menarik lengannya agar duduk bergabung bersama deretan tim Cardio.
"Aku sudah tahu ia akan disini." Bisik Gabriella dengan pandangan lurus seakan ia terfokus pada bahasan meeting kali ini.
"What?! Kau tak mengatakan apapun padaku sejak semalam!" Kesal Tara dengan membuka lembaran modul yang ia genggam erat penuh amarah.
"Aku sudah mengatakan hal ini saat kau mabuk," Tara menggeleng pasrah. Mengapa sahabatnya begitu bodoh dengan bercerita padanya saat mabuk.
"Jadi kau yang melanjutkan tindakan operasi pada Mr. Kiel saat kondisinya kian memburuk?" Tiba tiba pertanyaan itu mampu membuat kepala Tara mendongak spontan. Mr Ryan masih menatap Tara meminta penjelasan.
"Yes Sir," jawab Tara santai dan memamerkan senyuman manis dengan bangga.
"Why?"
"A-apa??"
"Mengapa kau melakukan hal yang mungkin akan beresiko besar dalam kerugian rumah sakit dan citra rumah sakit, dokter Tara yang terhormat."
"Namun semuanya tak terjadi, right?" Jawab Tara mulai berdiri dan berjalan mengitari meja hingga saat ini ia berhadapan dengan director asistant tersebut, Mr Ryan.
"Baiklah, aku akan menjelaskan mengapa aku berusaha keras untuk mengganti katup jantung seorang pasien pria paruh baya, bernama Mr.Kiel,"
"Ketiga katup yang ia miliki bukan hanya rusak tapi tak berfungsi, aku tau memperbaiki lebih baik daripada mengganti. Namun kondisi itu tak memungkinkan untuk diperbaiki. So.. aku melakukan pergantian 3 katup tersebut dengan katup baru. Have you something trouble Mr Ryan? Karena pada akhirnya Mr Kiel lebih sehat dari sebelumnya," Tara kembali menatap Mr Ryan dengan senyum meremehkan.
"Apa yang akan terjadi jika pria itu death diruang operasi Mrs Tara?"
"Kau bertanya mengenai khayalan bodohmu Mr Ryan? Seriously?" Tara terkekeh dan bersedekap dada menantang pria tua didepannya yang memiliki jabatan tertinggi di konferensi kali ini.
"Kau tak ada urusannya dengan apa yang ku lakukan Mr, kau tahu prioritas urusanmu. Kau bukan ahli bedah." Tara kali ini menopang tubuhnya dengan sebelah tangan yang ia tempatkan diatas meja, dan sebelah tangannya lagi ia menaruh nya diatas pinggang.
"Kau tak tahu siapa dia Tara,"
"Aku tahu, dia seorang manusia yang membutuhkan pertolongan."
"Hahahahahaha" tawa yang mengisi ruang konferensi terdengar gaduh dan keras saat Tara menjawab pertanyaan Mr Ryan dengan ringan.
"Baiklah, apa ada lagi yang akan bertanya mengenai khayalan khayalan yang tak berguna disini?"
"Hahahahaha," tawa itu kembali menyeruak menusuk tajam pada indra pendengaran Mr Ryan dan membuat nya geram.
"Keberuntungan sedang berpihak padamu Mrs Tara," sambungnya tajam.
"Keahlian, bukan keberuntungan." Tara tersenyum mengejek dan kembali berjalan dengan angkuh ke tempat nya semula. Gabriella hanya menggeleng kepala melihat sikap Tara yang menakjubkan. Ia telah terbiasa dengan sikap Tara yang benar benar tak melihat seseorang dari jabatan apapun yang mereka miliki. Selagi menurut nya benar ia tak akan mengalah.
Nick Scotti tersenyum tak percaya dengan apa yang ia lihat. Bagaimana bisa wanita lembut itu menjadi pemberani di konferensi besar yang melibatkan pejabat rumah sakit seperti ini? Ia telah mendengar kabar mengenai tim The Angel yang melibatkan Tara sebagai Queen Angel disini. Awesome! Nick semakin menggebu untuk mendapatkan kembali mantan kekasihnya, Tara Clarke.
"Tara!" Seru seorang pria yang tak lain adalah Nick. Dengan sangat terpaksa ia membalikkan badan bersedekap dada menatap angkuh pada pria berambut dark brown didepannya kini.
"Kau mengagumkan, aku tak percaya kau memiliki keberanian sebesar itu," puji Nick dengan senyum mengembang, membuat Tara muak dan ingin segera menginjaknya dengan sepatu salfatore Ferragamo yang ia kenakan.
"Kehadiran mu hanya membuang waktuku Mr Nick, jika tak ada yang perlu dibicarakan, menyingkirlah dari hadapan ku." Tara berbalik meninggalkan Nick yang mematung atas perkataan Tara padanya. Nick ragu, apakah wanita ini benar Tara nya yang dahulu? Penampilan yang berbeda, perkataan yang berubah menjadi kasar dan ketus membuat ia lebih terpojok karena rasa bersalah dimasa lalu. Namun ia ragu haruskah kembali memiliki nya atau melepas Tara bersama pria lain?
***
"Kau arahkan sedikit ke sebelah kanan Gab," perintah Tara pada Gabriella yang saat ini tengah berkutat dengan alat kateterisasi jantung, yaitu sebuah alat menyerupai selang tipis berukuran panjang yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah, kemudian diarahkan menuju jantung.
Kali ini Gabriella yang mengambil alih, entahlah ia pun tak mengerti mengapa ini terasa sulit, ini adalah hal yang biasa dilakukannya setiap hari. Beruntung ia terus di latih oleh sahabat freaky nya, Tara Clarke.
"Good," seru Tara masih tetap menatap monitor yang tergambar jelas alat yang sedang dimasukkan ke dalam jantung seorang pasien wanita berusia 44 tahun.
"Kau ambil sampel otot jantungnya Gab." manik legam Tara masih berpusat pada layar monitor dihadapan nya.
"Great!" Seru Tara saat Gabriella telah mengambil jaringan tersebut. Senyum bahagia mengembang menghiasi wajah Gabriella dibalik masker bedah. Gabriella segera menutup rapat area lubang kateterisasi untuk menghentikan perdarahan. Kemudian ia memonitor vital sign sebelum beralih pada beberapa berkas diatas meja.
"Mrs Weasley, setelahnya anda akan kembali ke ruang perawatan. Anda diharuskan tidur terlentang dengan kondisi kaki lurus dan tidak boleh beranjak dari tempat tidur, okay?"
"Baik dokter Tara, thank you." Ia tersenyum ditengah raut wajah cantik diusianya yang tak lagi muda.
"Kau terlalu menyepelekan hal kecil Gab," Tara melepas handschoon lalu mencuci tangan.
"Ya, i know aku terlalu terobsesi dengan tindakan besar," kekeh Gabriella sambil mencatat beberapa dokumen tindakan yang baru saja ia kerjakan.
"Aku akan menemui Mr Kiel sebentar."
"Hm,"
Tara meraih tas kecil miliknya dan berlalu meninggalkan Gabriella bersama beberapa petugas perawat disana. Ia telah berjanji akan menemui pria tua itu diwaktu senggang. Dengan langkah ringan Tara menyusuri lorong rumah sakit dan sesekali bersenandung kecil menemani tiap jejak langkah nya menuju kamar yang dituju.
"Tara!" Seru seorang wanita bersurai golden blonde dengan penampilan yang terkesan glamour ditengah makeup tebal menghiasi wajah cantiknya diusia yang ke 60. Namun manik legam Tara menangkap pria bersurai dark brown dibelakang wanita tersebut.
"Mrs Stefani?" Tanya Tara mengerutkan kening. Wanita itu tampak menghampiri nya dengan terburu-buru.
"Tara, aku butuh bantuan mu. Anakku sakit, tolong bantu Nick dalam tim mu Tara."
"WHAT!?" Pekik Tara dan akan mengajukan protes.
"Aku buru buru Tara, please! Maafkan aku,"
"T-tapi..." Mrs Stefani segera berlalu meninggalkan Tara dengan beberapa dokumen yang telah berpindah tangan. Nick tersenyum penuh kemenangan, ia berjalan menghampiri Tara mengikis jarak diantara mereka, lalu berbisik,
"Dan sepertinya hari ini keberuntungan ku.. My Angel."
***
-To Be Continued-
Untuk visual book follow I*******m @_lunalupin :)
Karya Luna Lupin yang lain ---> My Wife is Bodyguard
Waaah ini adalah part endingnya yaa temen temen, terimakasih banyak udah setia membaca novelku sampai akhir ya huhu terharuu akutuuu :')Yuk ah lanjuuuuutttt ;*Have you fun enjoy it!------------Pink Sands Beach, Bahama.Nyatanya Vin benar benar berdebar karena pembahasan di ruang meeting bersama beberapa rekan dan kerabatnya kini menjadi kenyataan. Sepagi ini ia bahkan terjun sendiri untuk melihat dekorasi pernikahan yang sesuai dengan keinginan Tara.Vin tahu, Tara akan kesal karena hal ini begitu mendadak. Pria itu hanya merasa tak sabar dan tak ingin jauh dari wanitanya. Mengingat kecelakaan yang kemarin terjadi justru semakin kuat baginya untuk cepat melangsungkan pernikahan mereka. Agar seluruh dunia tahu bahwa Tara adalah istrinya. Maka dari itu tak akan ada yang berani menyentuh nya sedikitpun.Garis pantai unik dengan pasir merah muda muda yang ia pijaki membuat Vin kagum terpesona. Warna yang tidak biasa dan pemandangan ya
Happy reading ;)-------------Tara benar benar menikmati hari harinya disana. Ia bahkan sempat terkejut dan gemetar saat Vin menjelaskan bahwa kecelakaan yang ia alami bukan sekedar kecelakaan tak di sengaja melainkan rencana pembunuhan yang di lakukan oleh temannya sendiri Luke Richard.Dan yang lebih mengejutkan bahwa Vin sudah membunuh pria itu. Namun Tara tak mungkin marah padanya saat ia membuktikan bahwa Vin mampu melindungi dan membalas rasa sakit yang ia alami.Lagipula Vin selalu terus menemaninya dan melatih dirinya mobilisasi serta ia bahkan tak pernah memberikan tubuhnya kepada perawat untuk sekedar di bersihkan. Awalnya ia malu dan tak menyangka pria yang begitu di segani dan di hormati melakukan hal yang tak pernah ia lakukan sebelumnya.Saat ini, ia selalu mengajak berkeliling hingga berhenti di sebuah balkon yang menghadap menatap taman kecil yang memang di sediakan seperti di mansion Kiel. "Taman ini, untuk ayahku jika datang berk
Happy reading ;)-------------Reeves terdiam mendengar penjelasan Vin barusan di telepon. Ia harusnya tahu bahwa pria itu memang akan selalu keji pada siapapun yang menyakiti keluarga bahkan orang orang terkasih.Jadi, hal semacam ini sudah tak asing bagi mereka. Dengan membunuh perlahan si pelaku adalah balas dendam terbesar dan setimpal dari apa yang sudah Tara alami. Namun ia juga tak menutup mata bahwa tindakan tersebut melanggar hukum negara.Reeves mencengkram railing besi di atas balkon menengadah pada langit yang mulai terang dengan kehadiran matahari. Di waktu bersamaan Tara mengerjap menolak cahaya yang menembus melewati celah jendela.Ia berbalik dan langsung meringis merasakan sakit yang teramat. Vin terbangun mendengar suara samar dan bergegas menghampiri Tara begitu menangkap raut wajah nyeri pada kekasihnya."Ada apa? Kau ingin apa? Katakan padaku," cecar pria itu proteksi."Ah, maaf aku membangunkan mu," lirih T
Happy reading :)-----------"Am..pu..ni a..ku," lirih Luke lemah di atas sana. Ia menatap tubuhnya yang sudah tidak memiliki kaki. Ia bahkan menangis melihat singa itu dengan lahap memakan kedua kaki tersebut."To..long lepas..kan aku," gumamnya kemudian. Ia bahkan tak kuasa menahan sakit yang teramat ketika singa itu kembali melompat menggigit perutnya.Luke sudah tak dapat lagi berteriak karena nyeri itu begitu menghujam dirinya. Usus dan seluruh isi perutnya telah menjadi santapan liar di bawah sana.Sementara Vin tersenyum puas dan kembali meraih cerutu. Matt hanya bergidik dan sempat membuang muka ketika pria itu bahkan hanya tersisa bagian dada dan kepala. Vin tahu bahwa pria itu masih hidup."Lempar ia saat nadi dan nafasnya terhenti." Vin kemudian beranjak meninggalkan lokasi. Ia membersihkan diri setelah itu kembali ke rumah sakit. Operasi Tara sudah selesai, Pedro dan Dominika setia menunggu juga beberapa rekan Tara yang berada di
Happy reading ;)---------------"Vin?" Reeves segera menghampiri Vin kala pria itu terduduk di lantai sembari memijat kepalanya. Pria itu menoleh mendapati kecemasan di raut wajah tua Reeves."Maafkan aku," lirih Vin tak tahu lagi harus berkata apa saat semua itu seakan merenggut jiwanya. Semua terlalu cepat. Bahkan bodyguard yang menjaga Tara pun kini telah mati di tangan Fyodor."It's okay, tapi kau yakin ini hanya kecelakaan?" tanya Reeves sedikit menyindir."Tidak, orangku sedang melacaknya.""Haruskah ia mendapat hukuman mati di penjara?" Reeves melipat kedua tangannya di dada dengan bersandar pada dinding rumah sakit."Tidak, ia tak akan mati dengan mudah." Tepat saat itu juga Pedro dan Dominika menghampiri Vin."Vin? Bagaimana keadaan Tara?" Dominika membantu Vin berdiri dan menatap iba pada kakaknya."Ia masih di dalam sana." Pandangan Vin tertuju pada ruang operasi. Sementara Reeves berpamit untuk melihat berja
Happy reading :)----------------Jantung Vin seolah berhenti. Ia segera meraih Tara dalam dekapannya. Vin berlari menabrak beberapa orang yang berlalu lalang disana. Sementara Gabriella yang hendak masuk ke dalam taxi terhenti saat Vin berteriak sembari menggendong Tara masuk ke dalam ruang UGD."Astaga, Tara!" Wanita itu ikut berlari di belakang Vin. Matanya berlarian mencari Tara di beberapa ruang pasien. Hingga ia menemukan Vin yang keluar sembari meremas keras rambut nya sendiri."Vin? Ada apa?" Gabriella menatap baju pria itu yang telah berubah warna merah oleh darah Tara. Vin kemudian terduduk seolah tulang dan syarafnya patah.Sedangkan Laura segera melakukan pemeriksaan survei primer yang dilakukan penanganan pada keadaan yang mengancam nyawa, seperti sumbatan jalan napas, henti napas, atau henti jantung.Gabriella segera masuk ke dalam begitu tak mendapatkan jawaban dari Vin. Mata Gabriella membulat mendapati Tara yang sedang di be
Happy reading ;)------------Tiga hari kemudian, Tara dan Gabriella memutuskan mengunjungi Nick di jam pulang. Ia meletakkan makan malam untuk temannya. Sedangkan Nick tersenyum lembut berbeda dengan hatinya yang masih menyangkal kebenaran tentang pernikahan Tara."Bagaimana keadaanmu?" tanya Tara seraya bersandar pada jendela."Baik, berkatmu," jawaban santai. Gabriella membantu Nick untuk duduk bersandar pada kepala ranjang."Thanks.""Ku dengar besok kau pulang?" Gabriella mengupa kulit apel kemudian memotong nya menjadi bagian kecil."Ya, aku tak tahu bahwa profesor itu gagal mengoperasi ku." Nick menerima mangkuk yang telah terisi potongan apel. Ia lantas memakannya lahap."Dia bukan gagal, hanya otaknya terus bekerja untuk reputasi saja," jawab Tara sembari melipat kedua tangannya di dada."Kau pasti menyerangnya saat selesai operasi ulang," tebak Nick terkekeh. Ia sekarang tahu sikap dan sifat Tara yang memang su
Happy reading ;)----------"Apa dia terkesan?" tanya Dominika setelah pelukannya terurai. Vin tersenyum bangga namun ia tak tahu jika sang adik merencanakan hal gila seperti ini."Begitulah," jawab Vin sembari merangkul sang adik kemudian membawanya bertemu dengan Tara. Sedangkan Tara membulatkan mata melihat kedatangan mereka.Ia tak sadar pikiran kotornya telah mengisi hatinya. Matt yang tahu pikiran Tara dan melihat ekspresi itu segera terbahak. "Dia adiknya Tara bukan selingkuhannya. Coba kau jernihkan otak dan hatimu paksa ia untuk sinkron di situasi tertentu." Matt terkekeh dan meninggalkan Tara begitu saja.Wanita itu mendelik sebal. Sialan! Beraninya dia menebak pikiranku. Awas saja kau! teriak batinnya. "Hai Tara," sapa Dominika memeluk calon kaka iparnya dengan hangat."Kenalkan ini adikku," sambung Vin seraya menempatkan tangannya pada pinggang Tara."Oh, hai kau sangat cantik," pujinya jujur. Tubuh tinggi semampai, kulit
Happy reading ;)--------------Vin membuka sabuk pengaman Tara dan membawanya ke kursi belakang. "Kau sudah menerimaku kan?" Tara memperhatikan gerak Vin yang tangkas dan cepat."Y- ya tapi kita? Mengapa melakukan inj?" Tara kembali menunduk memperhatikan tubuhnya yang telah terikat pengaman juga bersama Vin. Mereka menyatu bersamaan dengan Vin yang telah memakai tas parasut."Jangan katakan bahwa kita akan melompat?!" peringat Tara panik dengan membukatkan matanya. Vin mengecup bibir wanitanya sebelum memposisikan tubuhnya di belakang Tara."Semuanya akan baik-baik saja, percayalah." Vin telah bersiap membawa Tara ke sisi kabin."Vin! Tidak tidak! Kau gila!" seru Tara. Tepat saat itu juga Vin mendorong tubuh mereka melompat meninggalkan helikopter yang telah berbelok dan siap mendarat.Vin memeluk tubuh kekasihnya sedangkan satu tangannya menarik parasut. "Oh God," lirih Tara tertahan. Ia tak bisa berteriak saat ketakutan itu menyer