Share

My Butler Actor
My Butler Actor
Penulis: Ainindah

Prolog

"Aku membenci hujan," Kata Asoka, ketika titik-titik gerimis mulai menjatuhi puncak kepalanya. Bibir Asoka menipis tak suka, sementara matanya menatap Vanila penuh permohonan. "Ayo kita pergi dari sini, Keisha."

Vanila mengerjab. Ia mendongakkan kepala agar bisa menatap wajah Asoka yang terlalu tinggi. Disipitkan matanya untuk menghalau air yang mulai menderas. "Kenapa kamu membenci hujan?"

"Karena hujan menyimpan kenangan buruk untukku," balas Asoka datar. Ia kemudian meraih tangan Vanila dan setengah menyeretnya untuk berlindung di halte terdekat.

Tetapi, Vanila menahan tangan Asoka agar tidak pergi. Ia menggeleng ketika Asoka menatapnya dengan kening berkerut samar.

"Tapi aku suka banget sama hujan. Terutama, hujan deras." Vanila tersenyum riang. Ia kemudian melepaskan tautan tangannya dari jemari Asoka dan menegadahkan telapak untuk menangkap tetes-tetes air. "Karena aku bisa berteriak dan memaki sepuasnya tanpa satu orang pun yang mendengar." Vanila kemudian memiringkan kepala dan memandang Asoka dengan senyum geli. "Kenapa kita nggak nyoba hapus kenangan burukmu tentang hujan sekarang?"

    Tanpa menunggu jawaban Asoka, Vanila menarik kedua tangan cowok itu dan mengajaknya berdansa di bawah guyuran hujan. Vanila tetawa lebar sambil terus menggenggam tangan Asoka erat-erat. Mereka berada ditepi trotoar yang sepi karena semua orang sudah berteduh. Beberapa menatap penasaran, tetapi lebih banyak yang tak peduli.

    "Rasakan saat titik-titik air menyentuh wajahmu," kata Vanila, kepalanya menengadah menanantang hujan. "Rasanya seperti diberi pijatan dari pelayan salon kelas atas. Nyaman sekali!"

Sementara itu, Asoka melihat Vanila dengan binar mata lembut, seperti seorang pria yang jatuh cinta pada wanitanya. Pelan tapi pasti, Asoka mengikuti Vanila dan menegadahkan kepala menatap langit, merasakan hujaman air menyentuh wajahnya. Dan ternyata tak terlalu buruk. Pelan, bibir yang biasa mengkerut dingin itu membentuk sebuah senyuman. "Kamu benar, Keisha."

    Mungkin karena terlalu bersemangat menari, kaki Vanila tak sengaja tersandung batu dan ia nyaris tersungkur ke depan. Beruntung Asoka sigap menangkap Vanila dengan kedua lengan besarnya sehingga mereka menjadi nyaris tak berjarak. Kepala Asoka tertunduk dan bertatapan dengan Vanila yang matanya membulat terkejut. Mereka saling berbagi pandang begitu lama, hingga leher belakang Asoka terasa kebas. Karena tak tahan lagi, akhirnya Asoka mendorong tubuh Vanila menjauh.

    Cut!

    Sutradara akhirnya ambil suara, dan pancuran gerimis buatan di sekeliling mereka dimatikan.

    "Lo lupa dialog, ya? Atau sengaja? Lo pikir enggak capek, berdiri kedinginan gini? Hah?" Asoka berujar dengan nada berbisik, namun begitu tajam dan menusuk. Ia sengaja melakukannya supaya hanya ia dan Vanila yang mendengar. Meski begitu, memang sudah menjadi rahasia umum jika Asoka adalah tipe aktor sombong dan suka seenaknya. Hanya saja, tak ada yang berani menegur karena kesombongan itu tak mempengaruhi profesionalitasnya sebagai aktor kelas atas. "Gue beneran nggak percaya aktris abal-abal kayak lo bisa jadi lawan main gue."

    "Maaf," kepala Vanila tertunduk. Tak berani menatap Asoka. Vanila benar-benar gugup luar biasa. Di scene kali ini, Keisha, tokoh yang sedang Vanila perankan, harus mencium Asoka untuk menghapus kenangan buruknya tentang hujan. Masalahnya, Vanila terlalu gugup dan takut melakukannya.

    Karena,

    Asoka adalah idola Vanila sejak Asoka memulai debut pertamanya sebagai model, sepuluh tahun lalu.

    Meski sikap Asoka begitu dingin, sombong dan seenaknya, tetapi Vanila tetap saja tak bisa benar-benar membencinya. Dia selalu berdebar setiap kali bersentuhan dengan Asoka. 

    "Oke, take satu kali lagi ya!" Bang Dodi, sang sutradara yang menggarap film terbaru yang dibintangi Vanila dan Asoka memberikan perintah. "Langsung mulai dari tatap-tatapan."

    Vanila mengangguk. Asoka langsung membawa Vanila ke dalam pelukannya. Meski Asoka membenci Vanila, bukan berarti ia melupakan profesionalitasnya sebagai aktor papan atas. Asoka hanya tak suka ketika ia harus mengulang-ngulang adegan karena ketoledoran Vanila. Bagi Asoka, setiap detik yang ia punya adalah uang.

    "Action!"

   Air hujan buatan mulai diturunkan. Vanila menghela napas panjang dan mulai mendalami perannya sebagai Keisha, si gadis pemberani, cerdas, dan sedikit liar. Ia kemudian menyeringai dan mengucapkan dialognya. "Mau kuberi tahu satu cara untuk melupakan kenangan burukmu?"

    Asoka hanya mengerjab.

    Kemudian, dengan jantung yang hendak melompat dari tempatnya, Vanila berjinjit dan memajukan wajahnya untuk mengecup bibir Asoka. Hanya sekilas dan pipi Vanila terasa terpanggang bara api. Ia segera menjauhkan tubuhnya dari Asoka.

    Astaga, Vanila bahkan tak pernah membayangkan akan dipeluk Asoka, apalagi...

   "Cut! Cut! Cut!" Suara Dodi terdengar kesal. "Kamu kenapa jadi kayak gadis yang malu-mau begitu?" Dodi menghampiri Vanila dengan langkah cepat. "Ada apa, Vanila? Kamu lupa sama karaktermu?"

    Vanila hanya bisa menunduk. "Maaf, Bang." ia kemudian memberanikan diri memandang Dodi, mengangkat kedua jarinya ke udara dan mengulas senyum. "Satu kali lagi, ya? Aku janji, ini yang terakhir!"

    Dodi memandang Vanila ragu, tapi kemudian mengangguk. "Oke, satu kali lagi."

Asoka menggertakkan gigi, menahan emosi. "Kesabaran gue ada batesnya." 

"Iya, aku tahu," balas Vanila lembut. 

    Vanila menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Ini sudah take ke tiga dan Vanila terus saja membuat kesalahan. Setelah sekian tahun ia hanya kebagian peran figuran, kali ini ia menjadi main lead female. Hanya saja, yang menjadi lawan mainnya sekarang adalah Asoka, si cowok angkuh yang selalu menghina Vanila di berbagai kesempatan. Vanila membenci Asoka karena pelakuannya, tetapi Vanila juga tak bisa menyembunyikan fakta bahwa ia masih mengidolakan Asoka dan tergila-gila padanya.

    Bulu kuduk Vanila bergidik ketika Asoka kembali memeluk pinggangnya. Jemari Asoka kemudian mengelus pipi Vanila lembut. Cowok itu menunduk untuk berbisik mengerikan di telinga Vanila; "Kesabaran gue udah mulai habis, Yang Mulia Kyra, jadi segera cium gue dan selesaikan scene ini! Jangan bikin gue semakin punya bahan buat menghina lo."

    Kemudian, Asoka melepaskan tautan tangannya dan menatap Vanila dengan mata hitamnya yang menyorot tajam. Vanila terbiasa melihat Asoka di televisi dengan mata teduh dan binar ramahnya. Tiap peran yang Asoka ambil, selalu saja mempunyai karakter bak malaikat yang baik dan memesona. Beberapa kali pernah menjadi karakter yang dingin tetapi gampang dicintai. Namun, semenjak mengenal Asoka lebih dekat dan beberapa kali syuting drama yang sama, Vanila akhirnya sadar bahwa warna asli Asoka berbanding terbalik dengan karakternya di televisi.

    Asoka sudah merendahkan Vanila, dan dengan bodoh Vanila masih saja mengidolakannya. Vanila kemudian memandang sekeliling. Pada Sutradara, kameramen, penata lampu hingga audio. Semuanya sudah siap di posisi masing-masing dan hendak melakukan pengambilan gambar.

    Bagaimana mungkin, Vanila merasa gugup luar biasa hanya karena melakukan adegan ciuman dengan Asoka? Kenapa Vanila bisa bersikap tidak profesional hanya karena lawan mainnya adalah Asoka?

    Mata Vanila berkilat oleh kemarahan, marah pada dirinya sendiri. Buat apa Vanila mengikuti kelas akting bertahun-tahun, kalau adegan semudah kissing saja tidak bisa?

    Sudah cukup, Asoka merendahkannya. Vanila akan buktikan bahwa ia mampu. Bahwa ia ke sini bukan karena dirinya adalah keturunan Patibrata, tetapi karena kemampuan. Ketika kata action dimulai, Vanila segera melakukan tugasnya. Ia menjinjit, mengulurkan kedua tangannya untuk melingkari leher Asoka dan mencium bibirnya yang dingin, melumatnya dengan cara paling romantis. Vanila bahkan sengaja memberikan gigitan kecil di bibir bawah Asoka saat mengakhiri ciumannya, untuk mengkonfrontasi Asoka.

    Setelah tautan bibir mereka terlepas, Vanila tersenyum tipis dan menatap Asoka lembut, serta percaya diri. "Mulai sekarang, kamu hanya akan mengingatku ketika turun hujan, Arga."

    Adegan ini tidak ada di dalam naskah, ketika Asoka kemudian tersenyum tipis dan kembali memajukan kepalanya untuk mencium bibir Vanila. Kali ini, Asoka yang mendominasi ciuman mereka. Vanila hanya bisa mematung terkejut, kemudian pasrah menerimanya. Sutradara tak menyuruh berhenti, dan dia beranggapan kalau ciuman Asoka adalah adegan tambahan, maka Vanila membalas Asoka sebisanya. Tetapi kemudian, setelah ciuman itu selesai, Asoka berbisik di telinga Vanila,

    "Kenapa nggak dorong gue menjauh? Adegan tadi nggak ada di script. Atau lo menikmatinya, ya?"

    Brengsek!

     Tetapi Asoka bahkan belum menyelesaikan ucapannya. "Yang tadi itu, bakal jadi behind the scene terbaik yang pernah ada. Lo... pasti bakal seneng digosipin dekat sama gue. Iya, kan?"

    Tidak kehabisan akal, Vanila kemudian menyeringai kejam. "Tolong, menjauh dari gue, kemudian membungkuk dan minta maaf yang tulus, Asoka Bagaskara."

    Seperti robot yang diprogram untuk mengikuti perintah, Asoka mundur dua langkah, kemudian membungkukkan punggungnya dan meminta maaf pada Kyra, tepat di hadapan semua kru yang masih menaruh perhatian pada mereka.

    Kutukan sialan. Berani-beraninya, Kyra!

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status