“Jika aku tidak diizinkan memilikimu selamanya, semalam pun rasanya sudah sangat cukup.”
***
Nadya sudah bersiap dengan setelan scrubnya, ia sudah duduk di meja makan apartemen dengan setangkup roti gandum berisi selai cokelat. Segelas susu hangat juga sudah terhidang di sana, sebuah kebiasa efek Nadya yang sejak kecil tinggal di benua biru, tidak terbiasa makan nasi di pagi hari.
Ia menatap nanar hidangan di hadapannya itu, pikirannya malah tertuju pada obrolan yang kemarin ia dan Natasya, sang adik lakukan. Obrolan yang berakhir dengan pemutusan sepihak sambungan yang Natasya lakukan.
Nadya tahu, Natasya tidak suka dengan sikapnya yang keras kepala, tidak mau sekalipun mendengarkan nasehat sang adik perihal perasaan yang selama ini Nadya simpan untuk Anggara. Apakah Nadya salah jika jatuh cinta pada sosok itu? Anggara punya banyak nilai plus yang membuat lawan jenisnya tegila-gila pada sosok itu!
“Salah
“Sekali-kali pikirkan dirimu sendiri, jangan terlalu memikirkan orang lain!”***“Sory, Nad. Gue nggak bisa,” tolak Anggara tegas, ia menatap lurus ke dalam manik itu, sebagai penekanan bahwa ia serius dengan apa yang dia ucapkan.Tampak perempuan di hadapannya itu menghela nafas panjang, menggeleng perlahan sambil tersenyum masam.“Perlu gue temuin isteri lu? Minta izin sama dia, Ang?” tantang Nadya serius.Anggara mendengus kesal, ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam jalan pikiran Nadya ini.“Jangan gila, Nad! Tolong pikirkan perasaan isteri gue!”“Kalau begitu jangan sampai dia tahu, lagipula elu nggak ada rugi-ruginya sama sekali nurutin apa yang gue mau ini, Ang!” suara Nadya bergetar hebat, ia masih menatap manik mata Anggara yang menatapnya begitu tajam itu.“Lu bilang gue nggak rugi? Please Nad, gue bakal ru
"Untuk apa berharap pada akar yang lapuk? Tak ada rotan, akar pun jadi. Tak ada akar? Masih ada rotan, bukan?"***Nadya menatap nanar lalu lalang orang-orang yang ada di sekitarnya, ia sudah mendaftar ke poli saraf, bukan untuk melanjutkan pemeriksaan seperti yang sudah dokter Ridwan sarankan, melainkan untuk meminta segala macam data rekam medisnya untuk di bawa ke Jerman.Sudah saatnya Nadya memikirkan dirinya sendiri, setidaknya Natasya benar, siapa yang akan memikirkan dirinya kalau bukan Nadya sendiri.Sekali lagi ia mengalami penolakan. Anggara dengan tegas menolaknya, bahkan ajakan untuk semalam tidur bersamanya pun dia tolak mentah-mentah. Padahal apa susahnya sih menuruti apa yang Nadya mau? Bukankah beberapa pria sangat menyukai aktivitas itu, sampai terkadang kucing-kucingan dengan pasangan mereka, membohongi pasangan mereka, dan lain sebagainya.Dan Anggara, Nadya menawarkan tubuhnya,
Nadya menitikkan air mata, dokter Budiyanto menghela nafas panjang, ia sudah selesai meneliti satu persatu dokumen hasil pencitraan yang Nadya sodorkan pada mejanya. Kebetulan di radiolog, jadi ia paham betul dengan apa arti dari hasil yang terhantar di mejanya itu."Saya ikut prihatin dengan apa yang terjadi pada Anda, dokter Nadya. Sayang sekali dokter harus mundur dari jajaran dokter yang rumah sakit ini miliki.""Saya mohon maaf, Dok. Semua diluar kendali saya, saya jujur syok dengan hasil pemeriksaan saya sendiri." Nadya menyeka air matanya, matanya memerah dan basah."Saya mengerti, Dokter. Belum jadi biopsi ya berarti?" Dokter Budi tidak menemukan lembar laboratorium yang menerangkan hasil biopsi sejawatnya itu."Belum, karena keluarga meminta saya pergi besok itu juga, Dokter."Kembali dokter Budi hanya mengangguk, kemudian memasukkan kembali print out hitam putih itu ke dalam tempatnya. Menyusunnya dengan rapi di atas meja."Saya do
"Eh-eh ... Kenapa sih Sayang?" Anggara terkejut luar biasa ketika malam itu Selly menariknya paksa dan membuatnya jatuh ke atas ranjang, ia langsung memeluk Anggara erat-erat."Capek nggak malam ini?" Tanya Selly yang kemudian merangkak naik ke atas tubuh Anggara yang sontak terbengong melihat tingkah isterinya malam ini."Kalau capek kenapa, kalau enggak kenapa?" Ujar Anggara balik bertanya yang sontak membuat Selly mencebik kesal."Jawab dulu apa susahnya sih?" Ia sontak mencubit hidung Anggara, mendadak kesal dengan suaminya itu."Ya kamu jawab dulu, nanti baru aku jawab." Anggara tersenyum menggoda, melipat dua tangannya dibawah kepala sambil menatap sang isteri lekat-lekat."Kan aku duluan yang bertanya!" Selly menggebuk lengan Anggara, wajahnya berubah manyun."Ya aku baru mau jawab kalau kamu jawab duluan!"Selly memutar bola matanya dengan gemas, ia sontak turun, menarik celana Anggara dengan paksa."Eh apaan? Nggak!" A
“Jika kamu mencintai sesuatu, maka biarkan lah dia pergi. Jika dia kembali, maka dia milikmu, jika tidak, maka memang tidak akan pernah.” *** Nadya menatap nanar koper besar yang berisi baju-bajunya itu. Baru sebentar di tiba di sini, Nadya harus rela kembali pergi dan sekarang pergi lebih jauh lagi. Bukan hanya beda kota, tetapi juga beda negara dan benua. Padahal ia dulu dengan begitu susah payah dan sabar menantikan posisi dokter anestesi RSUD itu kosong, sehingga ia bisa mendaftar dan bertemu kembali dengan Hermes-nya. Tapi apa boleh buat? Tuhan seolah tidak mengizinkan Nadya dekat dengan sosok itu, bahkan kini Dia hendak mengirim Nadya begitu jauh, sangat jauh malah kalau kemudian semua usaha Nadya berobat sia-sia. Nadya menutup kopernya, menyeret benda besar itu ke sudut ruangan. Ia hanya akan membawa baju dan beberapa berkas dokumennya, karena apartemen ini dia sewa sekaligus dengan furniture di dalamnya, jadi ia tidak
“Bahagia itu tentang aku dan kamu, bukan tentang hal yang lain lagi.”***Anggara tersenyum ketika sang isteri mendekapnya erat-erat setelah berhasil ia buat memekik keras beberapa saat yang lalu. Keringat mereka banjir, sedikit membuat gerah dan lengket namun itu tidak membuat Selly lantas melepaskan diri dari Anggara.“Kenapa sih? Nempel mulu?”Anggara menyentil hidung sang isteri, ia benar-benar gemas kalau dia bertingkah seperti ini.“Tidak ada undang-undang atau perpu yang melarang seorang isteri memeluk dan menempel terus pada sang suami, mengerti?”Anggara sontak tertawa terbahak-bahak.“Jadi sekarang pakai perpu dan undang-undang?” tanyanya sambil mengelus dahi Selly yang penuh keringat.Selly tidak menjawab, menikmati aroma tubuh Anggara yang baginya seperti aromatherapy yang menenangkan. Ia sangat suka aroma alami tubuh Anggara, entah mengapa, y
“Jika kau tahu, memisahkan kadang bukan semata-mata karena ingin menyiksa, namun karena ingin melihat kamu bahagia tanpa bayang-bayang dia!”***Natasya tersenyum, ia meletakkan lembar status pasien itu di meja. Hari ini sang kakak akan pergi ke Jerman sesuai apa yang sudah Natasya rencanakan dan persiapkan. Sebenarnya bukan hanya dia seorang yang merencanakan semua ini, karena kedua orang tuanya pun ikut serta dalam upaya penyembuhan sang kakak, Nadya.Bukan hanya penyembuhan penyakitnya, tetapi juga penyembuhan hatinya. Yang mana dia sudah cukup lama membelenggu diri hanya demi mencintai laki-laki yang sama sekali tidak pernah mencintai dirinya.Laki-laki yang selama ini hanya menganggap dia sebatas sahabat. Tidak pernah memiliki perasaan yang sama, seperti yang Nadya miliki untuk dia.Tidak ... Natasya tidak bisa menyalahkan Anggara juga dalam hal ini. Karena tidak ada yang berhak memaksa dia membalaskan cin
Nadya sudah berdiri di loby apartemen dengan koper besar miliknya. Ia tengah menantikan taksi online yang dia pesan untk mengantarkan dirinya ke bandara. Ia membalikkan badan, menatap nanar apartemen yang merangkap hotel bintang lima di kota ini.Baru sebentar dia tinggal di sini dan dia harus segera pergi, sungguh rasanya masih begitu berat untuk Nadya pergi. Tapi mau bagaimana lagi? Masa depan dan kelangsungna hidupnya dipertaruhkan.Tak perlu waktu lama, mobil minibus putih itu berhenti di depannya, menurunkan kaca mobil dan sosok laki-laki muda itu tersenyum ke arahnya.“Dengan Mbak Nadya Anggranesia?”“Ya itu saya, Pak.”Sosok itu segera turun dari mobilnya, membuka bagasi belakang dan membawa koper yang Nadya masuk ke dalam bagasi.Sekali lagi Nadya menoleh, menatap gedung itu untuk terakhir kalinya. Apakah kelak ia masih bisa kesini? Apakah Tuhan masih akan memberinya kesempatan untuk hidup lebih lama lagi? Har