Anggara bergegas kembali melanjutkan belanjanya, ia sudah memasukkan beberapa camilan dan snack kesukaan anak-anak untuk besok dibawa Felicia kunjungan ke sekolah luar biasa. Beberapa cokelat dan susu UHT pun tak lepas dari bidikan Anggara, rasanya nanti ia perlu beli plastik untuk mengemas makanan-makanan kecil itu bukan? Ahh ... sebuah ide yang sangat mendadak sekali, semoga waktunya cukup untuk merealisasikannya.
"Pah, makan es krim yuk! Pengan sundae-nya McD," renggek Felicia sambil memasang puppy eyes andalannya.
"Boleh, bayar dulu ya tapi," Anggara tersenyum, apa sih yang tidak untuk gadis kesayangannya itu?
Ia membawa trolley-nya ke kasir, hanya ada tiga pos kasir yang buka dari belasan pos kasir yang ada di hypermart itu membuat antrian sedikit panjang. Anggara menghela nafas, rasanya ia harus sedikit bersabar hingga kemudian bisa menyelesaikan kegiatan belanjanya ini. Felicia sibuk menyusun kotak-kotak susu UHT di dalam trolley, sementara Anggara hanya celingak-celinguk guna mengusir rasa bosan.
Hingga kemudian matanya tertuju pada gadis itu, gadis yang beberapa hari ini membuat dia pusing dan merasa berdosa pada sang mendiang isteri. Tampak gadis itu membeli banyak sekali camilan. Anggara mengerutkan keningnya, dia mau bikin pesta piyama? Kenapa beli snack dan makanan ringan sebanyak itu sih?
Anggara terus memperhatikan gadis itu dari tempatnya bediri, wajah itu ... Anggara buru-buru menggelengkan kepala, mencoba kembali mengusir semua perasaan aneh yang terus menyiksanya dengan begitu luar biasa. Apakah benar semua perasaan ini adalah cinta? Bagaimana ini bisa terjadi?
"Pah, ayo maju!" guman Felicia yang sontak membuyarkan lamunan Anggara. Felicia tampak mengerutkan keningnya, apa yang membuat papanya itu melamun seperti itu? Apa yang dia lihat?
"Eh-iya, baik-baik," Anggara tersenyum kikuk ditatap penuh selidik oleh putrinya itu, ia bergegas mendorong trolley-nya sedikit lebih maju.
"Papa lihat apa sih?" selidik Felicia sambil menoleh ke arah di mana Anggara tadi memusatkan perhatiannya.
"Nggak, nggak ada apa-apa Sayang, tadi cuma lihat ada yang jatuhin kotak es krim di sana," dalih Anggara sambil melirik sekilas ke tempat di mana Selly berdiri. Kosong! Syukurlah dia sudah pergi dari sana.
"Oh begitu," kembali Felicia asyik dengan kotak-kotak susu UHT dan permen-permen yang tadi ia masukkan ke dalam trolley.
Anggara menghela nafas lega, ia kembali fokus ke antrian kasir ketika kemudian ada yang menyenggol lengannya. Ia sontak menoleh pada tubuh yang sudah menyenggolnya itu.
"Aduh ... ma-maaf ...," tampak gadis itu terkejut luar biasa, sama halnya dengan Anggara.
"Maaf Dokter, saya mau ambil minuman dingin di chiller," guman sosok itu sambil menunduk.
"It`s okay, Sel." Anggara hanya menarik sedikit ujung bibirnya, senyum tidak ikhlas khas ala Anggara.
"Eh ketemu Kakak Cantik lagi," sapa Felicia riang, ia tampak begitu sumringah melihat sosok itu kembali muncul di hadapannya.
"Iya, kan kita masih satu tempat yang sama," jawab Selly lalu meraih sebotol teh dingin dari chiller.
"Kamu beli segitu banyak camilan, mau ada pesta piyama di rumah kamu?" tanya Anggara yang begitu penasaran, untuk apa gadis itu memenuhi trolley-nya dengan beragam macam snack ringan dan P*pmie instan?
"Buat temen nonton drakor, Dok," jawab Selly jujur apa adanya sambil nyengir lebar.
Anggara sontak menepuk jidatnya dengan gemas, ia mengelengkan kepalanya lalu menatap lekat-lekat sosok manis yang masih memamerkan gigi putihnya itu.
"Saya pikir kamu memborong sebegini banyak snack ringan buat teman kamu belajar kek, terjemahin jurnal kek, bikin power point buat presus kek, eh ini buat nonton drakor?" kalau saja ini tidak di mall, mungkin suara Anggara sudah melengking tinggi.
"Ya buat itu juga sih," tampak Selly masih nyengir lebar sambil garuk-garuk kepala, entah sudah berapa hari dia belum keramas, Anggara tidak tahu.
"Ada ilmu apa memang yang bisa kamu petik dari nonton drakor? Yang berhubungan dengan pendidikanmu, progres mu untuk jadi dokter?" tanya Anggara sambil melipat kedua tangannya di dada, hanya nonton aktornya yang ganteng-ganteng dan bening maksimal itu, kan, paling? Dasar wanita!
"Ah banyak Dok, kan drakor sekarang banyak yang latarnya rumah sakit, dengan profesi dokter yang dijadikan cerita. Contohnya nih : Hospital Playlist, Yong Pal, Doctor Stranger, Hospital Ship, Good Doctor, Romantic Doctor, Partner of Justice dan masih banyak lagi," jawab Selly menyebutkan judul-judul drama Korea favoritnya dengan begitu lugas.
Kembali Anggara hanya geleng-geleng kepala, benarkah? Tapi ia tidak perlu menonton demi membuktikan apa yang koasnya itu bicarakan bukan? Daripada nonton drakor mending istirahat, tahu sendiri bagi Anggara waktu luang itu ibarat emas yang tidak boleh disia-siakan. Tahu sendiri kalau jadwal operasi padat bagaimana polahnya di rumah sakit?
"Terserah," begitu tanggapan singkat Anggara yang sontak membuat Selly memanyunkan bibir.
Dasar menyebalkan bukan? Tadi siapa yang tanya? Sekarang begitu dijawab malah seperti itu tanggapannya, dokter senior mah bebas ya? Selly bergegas menoleh dan menatap Felicia yang ternyata sejak tadi menyimaknya bicara itu.
"Felicia beli cokelat sebanyak itu?" tanya Selly sedikit terkejut melihat jumlah cokelat yang ada di dalam trolley.
"Bukan buat Felis sendiri, Kak. Besok dibagikan teman-teman Felis yang ada di SLB," jawabnya sambil tersenyum manis, Selly sendiri heran, anaknya semanis ini kenapa bapaknya judes setengah mati sih?
"Wah Felicia hebat, masih kecil tapi sudah suka berbagi." puji Selly tulus, tangannya terulur mengelus pipi tembam gadis manis itu.
"Iya dong, kata papa harus begitu," ujarnya lalu melirik sang papa yang tersenyum ke arahnya.
Selly hanya mengangguk dan tersenyum, mau ngomong apa lagi memangnya? Ia hendak melangkah kembali ke trolley miliknya yang kebetulan ada tepat di belakang konsulennya itu, ketika Felicia kembali buka suara.
"Kak, setelah ini mau kemana?"
"Mmm ... kalau Kakak sih mau pulang, kenapa?"
"Makan es krim sama Felis mau?"
Anggara sontak melotot, ini anak ngapain sih? Kenapa pakai ajak Selly gabung ikut makan es krim segala? Ia tidak tahu kalau bapaknya ini sedang mati-matian mencoba menghindari Selly karena perasaan aneh yang menyiksa Anggara gara-gara koas satu itu? Menimbulkan rasa bersalah yang teramat sangat di dalam hati Anggara karena ia meras gagal menjaga hati untuk mendiang Diana.
"Makan es krim?" Selly mengertukan keningnya, ia tersenyum kecut sambil melirik sekilas Anggara yang terlihat sangat terkejut itu.
"Iya, Felis pengen es krim, ayo kita nanti makan sama-sama."
"Ta-tapi ...."
"Ayolah, nggak apa-apa, ya, kan Pa?" guman Felicia sambil menatap sang papa dengan tatapan maut andalannya.
Anggara sekali lagi hanya bisa menghela nafas panjang sambil mengangguk lemah. Mau bagaimana lagi, apapun yang Felicia inginkan selama itu tidak berlebihan akan Anggara turuti kok. Tapi sebenarnya permintaan ini sudah sangat berlebihan! Anggara sudah dapat memastikan bahwa setelah pulang dari sini dan tentu saja setelah mereka makan es krim bersama, ia akan kembali sakit kepala. Gairah itu, perasaan aneh itu dan tentu saja persaaan berdosa pada Diana pasti akan dengan sangat kompleks menyiksa Anggara.
"Oke kalau begitu, beneran tidak apa-apa nih Kakak ikut?" tanya Selly sekali lagi, jujur ia malas sih, namun apa boleh buat? Ahh ... kesialan apa lagi sih ini? Tidak cukupkah ia bertemu sosok itu di rumah sakit? Kenapa harus bertemu juga dengannya di sini?
Anggara memejamkan matanya sejenak, menghirup oksigen dalam-dalam. Perlahan perasaan itu sudah mencengkeram kuat di dalam relung hatinya. Sebenarnya kalau mau jujur, ia bahagia bisa bersama Selly walau hanya duduk sambil memakan es krim, selama di rumah sakit ia tidak bisa melakukannya bukan? Ia tidak bisa berada sedikit lebih dekat dengan gadis itu bukan? Namun jangan lupa, di sisi lain hatinya, suara itu kembali mengingatkan Anggara tentang janji apa yang sudah ia ucapkan pada mendiang isterinya.
'Diana, aku harus bagaimana?'
Selly turun dari mobil sambil menggendong Clairine, ia sudah begitu rindu rumahnya, rindu anak-anak tentunya. Perlahan dia melangkah masuk, nampak Gilbert kemudian muncul bersama sang kakak di depan pintu dengan wajah bersinar cerah.“Mama pulang!” teriak Felicia dengan penuh semangat.“Mana adek Ibert?” tampak Gilbert juga bagitu antusias, bocah kecil itu tampak sangat begitu gembira melihat sang mama akhirnya pulang.Kalau saja jahitan Selly sudah kering sempurna, rasanya ia ingin meraih bocah gembul itu dalam pelukan dan gendongannya. Menciuminya dengan penuh cinta, tapi sayang, jahitan yang masih basah itu membuat Selly harus mengurungkan niatnya untuk merealisasikan aksi gendong ciumnya, terlebih ada Clairine dalam gendongan Selly.“Yuk masuk dulu, adek mau dibawa masuk ya,” Anggara menenteng tas besar berisi perlengkapan Selly masuk ke dalam, beberapa bulan ke depan rasanya rumah ini akan makin ramai, makin berant
“Mama!” Selly tersenyum ketika melihat sosok itu tampak begitu antusias melihat dia yang sudah dipindahkan ke kamar rawat inap. Gadis dengan kaos bergambar unicorn itu, tawanya begitu lebar ketika menghampiri Selly, menjatuhkan dirinya ke dalam dekapan Selly yang masih tampak begitu pucat itu. “Dari mana, Sayang?” tanya Selly lembut sambil mengelus kepala Felicia yang di sandarkan di dadanya. “Diajak Oma makan malam, Mama mau makan?” Selly tersenyum, ia menggeleng perlahan, “Belum boleh makan, Sayang. Nunggu dulu sampai jam dua belas.” Anggara tersenyum, melihat betapa anak gadisnya itu terlihat sangat menyayangi Selly, ia mengelus lembut kepala Felicia, lalu menarik dengan lembut anak gadis itu agar bangun dari posisinya. “Jahitan Mama masih baru, jadi hati-hati, oke?” Felicia menatap sang papa, ia tersenyum dan mengangguk pelan. Membuat Anggara kemudian menjatuhkan tubuh itu dalam dekapannya. Sungguh malam ini ia menjelma men
Ada alasan kenapa kemudian Felicia begitu mengkhawatirkan Selly, wanita yang menyandang gelar sebagai mama tirinya, saat ini. Saat dimana ia kembali mendapatkan seorang adik. Ya... adik perempuan seperti yang dia inginkan. Felicia begitu takut kehilangan sosok itu! Sosok yang menjadi figur ibu dalam hidup Felicia.Felicia tumbuh tanpa mengenal sosok yang ia kenal sebagai mama. Dalam hidup Felicia hanya ada sang papa, BI Ijah dan jangan lupa kakek-neneknya. Tidak ada mama seperti teman-temannya yang setiap hari diantar sang mama ke sekolah. Tidak! Felicia tidak punya mama atau lebih tepatnya sang mama meninggal di hari yang sama ketika ia lahir ke dunia.Terkadang ia berpikir bahwa mamanya, yang kata sang papa bernama Diana, sampai meninggal karena dirinya. Karena melahirkan Felicia sang mama bisa sampai meninggal. Jadi itu semua salah Felicia, bukan?Namun, Anggara, papanya yang berprofesi sebagai dokter bedah itu selalu mengatakan bahwa :
"Namanya Clairine Escolastica Tanjaya."Dokter Anton yang tengah 'membereskan' pekerjaannya itu sontak menoleh, menatap Anggara dengan seksama."Susah amat, artinya apa?""Gadis yang bersinar dan berwawasan luas dari keturunan Tanjaya."Selly tersenyum, sebuah doa yang begitu indah, yang Selly dan Anggara sematkan lewat nama cantik itu. Tentu harapan Selly dan Anggara ingin kelak gadis mungil yang lahir hari ini bisa menjadi gadis yang luar biasa dengan segala macam wawasannya, berguna tidak hanya untuk keluarga mereka tetapi juga nusa dan bangsa.Anggara kembali fokus pada sang isteri, menantikan dokter Anton selesai menjahit lapis demi lapis rahim dan kulit Selly yang disayat sebagai akses Clairine dari tempat yang selama ini menjadi rumahnya."Jangan tidur, jangan pingsan, tolong...," desis Anggara lirih, manik matanya menatap manik Selly yang nampak berkaca-kaca itu."Mau lihat Clairine," desis Selly
Selly menghela nafas panjang, ia sudah di dorong keluar dari kamar inapnya, hendak menuju OK. Anggara masih nampak mengenakan setelan scrub-nya, sangat terlihat kalau dia baru saja pulang dan langsung menuju klinik tanpa pergi kemana pun.Hati Selly jauh lebih tenang ketika ia melihar raut wajah sang suami muncul. Mencium aroma tubuh Anggara yang berpadu dengan aroma povidone iodine yang samar-samar tercium dari sosok itu.“Kenapa senyam-senyum?” tanya Anggara yang sadar sang isteri tengah menatapnya sambil tersenyum penuh arti.“Heran aja, ada dokter bedah yang bisa sepucat ini hanya karena hendak masuk ke OK.” Ledeknya sambil tertawa kecil.Tampak Anggara mencebik, kan sudah berkali-kali dia bilang, kalau yang jadi obyek bedahnya sosok wanita yang begitu ia cintai ini tentulah ia akan begitu takut dan khawatir seperti saat ini. Kenapa sang isteri itu tidak mengerti?Selly nampak masih tersenyum ke arahnya, membuat Anggara
"Tidur aja dulu, mama nggak bakalan kemana-mana, Sayang."Selly mengangguk dan tersenyum, ia menatap langit-langit kamar, pikirannya melayang membayangkan apa yang sedang anak-anaknya lakukan sekarang. Felicia pasti sangat khawatir kepadanya. Tahu sendiri anak itu tidak bisa jauh dari Selly barang sebentar."Mikir apa, Sel?"Selly tersentak, ia menoleh dan menatap sang mama dengan seksama. Mamanya juga punya tiga anak, bukan? Rasanya gimana?"Ma, punya tiga anak itu rasanya bagaimana?" tanya Selly yang begitu penasaran dengan bagaimana polah mamanya dulu ketika mereka masing bayi.Ya walaupun selisih mereka jauh, tapi tidak ada salahnya Selly meminta testimoni dan wejangan dari sang mama perihal apa yang harus dia lakukan ketika nanti buah hatinya ini lahir."Mau tahu enaknya apa nggak enaknya nih?" Indah hampir terbahak mendengar pertanyaan Selly, memang kenapa kalau punya tiga orang anak?"Yang nggak en
“Aku tinggal dulu, nanti aku langsung balik, kalau ada apa-apa kabari aku ya?” Selly tersenyum, bibir itu mengecup keningnya dengan begitu lembut. Ia sudah berada di klinik bersalin milik dokter Anton, sesuai jadwal, pukul tujuh malam nanti Selly akan kembali menjalani operasi caesarea yang kedua. “Ma, titip isteri Anggara ya,” pamit Anggara pada Indah yang sudah stand by untuk menemani putri kesayangannya melahirkan. “Jangan khawatir, fokus kerja dulu saja, Ang. Selly aman. Nanti ada mama dan papamu juga datang kemari.” Indah tersenyum, ia begitu antusias dengan kelahiran anak ke dua Selly. Bukan apa-apa, sampai hari H tidak ada yang diberi tahu apa jenis kelamin anak kedua Selly dan Anggara ini. Jadilah Indah begitu penasaran dan ingin tahu cucunya kali ini perempuan atau laki-laki. “Kalau gitu Anggara pamit dulu, Ma.” Anggara menoleh, menatap sang isteri dan tersenyum begitu manis. Ia melambaikan tangan dan melangkah menuju pintu. Tampak Se
Selly tengah mengoleskan petrolium jelly ke perutnya, sebuah ritual yang mulai rajin ia lakukan ketika menyadari bahwa dia kembali hamil. Dia tidak mau perutnya muncul banyak streechmark seperti ketika hamil Gilbert dulu, oleh karena itu sejak dini Selly meminimalkan munculnya gurat di kulit karena peregangan kulit yang terjadi.Meskipun tidak terlihat oleh orang-orang, namun bekas streechmark itu sangat menganggu dan membuat Selly minder setengah mati di hadapan sang suami. Oleh karena itu, ia jaga betul kulitnya, ia tidak mau hal itu kembali terjadi. Kalau perlu ia akan berkonsultasi dengan sejawat di bagian kulit kelamin guna memperbaiki kulit yang sudah terlanjur bergurat itu.Selly menutup jar petrolium jelly miliknya ketika kemudian pintu kamar itu terbuka, nampak Anggara tersenyum menatap betapa sexy sang isteri dengan perut membukitnya itu.“Kenapa?” tanya Selly yang sedikit curiga melihat senyum ganjil itu.“Nggak, memang nggak
“Kok belum masuk panggul ya, Sel?” tampak dokter Anton menatap seksama layar monitor di hadapannya itu, sementara tangan dokter kandungan yang wajahnya mirip salah satu idol Korea itu sibuk menekan-nekan probe di atas perut Selly.Tampak wajah Anggara menegang, ia ikut mengamati dengan seksama layar monitor itu. Posisi bayinya sih sudah siap lahir, hanya saja benar kata dokter kandungan yang menangani isterinya sejak dulu hamil Gilbert, kepalanya belum mau masuk panggul.“Fix besok saya jadwalkan SC lebih cepat, riwayat jarak kelahiran yang dekat, adanya lilitan di kaki yang menyebabkan kepalanya belum mau masuk. Sangat riskan untuk dicoba pervaginam.”Selly menghela nafas panjang. Apa boleh buat? Ia sendiri takut dan tidak pernah terbesit sedikitpun dalam pikiran Selly untuk mencoba melahirkan secara pervaginam! Koas sepuluh minggu di bagian obsgyn membuat Selly paham dan tahu betul apa yang akan terjadi jika dia memaksakan diri mencoba