"Sayang, kamu hari ini ke mana aja?"Arin yang sedang menata meja untuk makan malam menoleh pada Bagas. "Gak ke mana-mana kok. Cuma di resto aja. Kenapa?""Beneran gak ke mana-mana?" tanya Bagas lagi."Iya Gas. Kamu kok kayak gak percaya gitu sih?" "Kamu bukannya ketemu sama Gita?"Arin tertegun sesaat. Darimana Bagas tahu kalau dia bertemu dengan Gita? Apa Gita memberitahu Bagas? Padahal, Arin berniat tidak mau memberitahu Bagas, tapi kalau Bagas sudah tahu dia tidak mungkin menyangkal."Iya, aku tadi ketemu sama Gita, tapi ketemu di resto. Dia datang ke resto terus ngobrol. Gita bilang sama kamu?"Bagas menggeleng. Lalu menunjukkan kartu nama Gita. "Aku tadi ngeliat kartu namanya di meja ruang tv.Arin lupa kalau dia tadi sempat mengeluarkan kartu nama Gita dari tasnya."Iya, dia tadi kasih ke aku. Katanya dia mau ngajak kita makan-makan. Soalnya udah lama gak ngumpul bareng kamu sama Juan.""Kamu masih gak bilang ke dia kalau kamu udah tahu siapa dia?"Arin mengangguk."Kenapa?"
"Masuk." Pintu ruangan Arin terbuka. "Permisi mbak, ada tamu. Katanya pengin ketemu sama mbak Arin.""Siapa?""Gak tahu, mbak, tapi orangnya cantik.""Oke, makasih, ya, Tin.""Sama-sama, mbak. Saya permisi."Arin berpikir sejenak. Siapa yang ingin bertemu dengannya disiang hari seperti ini? Tidak mungkin Ela, karena semua karyawannya sudah mengenal Ela. Safira juga tidak mungkin. Tidak mau berpikir lama, Arin pun keluar dari ruangannya untuk menemui orang tersebut.Arin melangkah menuju meja tempat orang tersebut menunggunya. Karena orang itu duduk membelakanginya, Arin tidak bisa langsung mengenalinya."Permisi.""Hai Arin!"Arin yang semula tersenyum langsung terdiam. Gita? Bagaimana bisa Gita tahu restaurannya?***"Keren ya kamu punya restauran sendiri.""Kebetulan ini restauran orang tua saya. Saya cuma bantu ngurus aja."Gita manggut-manggut. "Kamu kok bisa tahu restauran saya?" Arin bertanya."Dulu saya pernah ke restauran ini sama orang tua saya dan makanannya enak-enak. Keb
"Sayang. Kamu lagi ngapain?" Bagas menghampiri Arin.Arin menoleh. "Ini lagi nonton drakor.""Boleh ngomong bentar?""Boleh." Arin mematikan layar ipadnya, lalu menaruh di nakas. Kemudian menatap Bagas. "Mau ngomong apa?""Aku mikir kalau kita pindah kira-kira kamu mau gak?"Arin mengerutkan dahinya. "Pindah? Kenapa tiba-tiba kamu pengin pindah? Bukannya kamu nyaman di rumah ini?""Gak papa, cuma pengin cari suasana baru aja.""Tapi kan kita baru beberapa bulan pindah ke sini. Belum juga setahun. Masa udah mau pindah aja. Terus kalau kita pindah rumahnya gimana?""Kita jual aja.""Bentar. Kamu sebenarnya kenapa? Tiba-tiba banget, loh. Aku yakin kamu gak mungkin mau pindah rumah tiba-tiba, apalagi alasannya pengin cari suasana baru. Kayak gak masuk akal." Arin tentu bingung karena Bagas yang tiba-tiba ingin pindah, apalagi hanya karena ingin mencari suasana baru. Arin tahu memang mudah bagi Bagas untuk membeli rumah baru, tapi bukan berarti dia bisa menghambur-hamburkan uang untuk hal
"Hai Gas!"Bagas tahu kalau yang menyapanya adalah Gita. Lagi-lagi dia datang ke kantor Bagas, namun Bagas berpura-pura tidak melihatnya. "Gas, kamu mau ke mana? Mau meeting sama klien, ya?" Gita menghampiri Bagas yang hendak masuk ke dalam mobil."Mbak, mohon maaf, tapi saat ini pak Bagas sedang tidak bisa diganggu," ucap Diana."Gak bisa diganggu gimana? Biasanya juga gak papa kok kalau saya samperin. Iya kan, Gas? Kamu mau meeting di mana?"Bagas sama sekali tidak mau menatap Gita. Bagas hendak membuka pintu mobilnya, namun segera ditahan oleh Gita. "Kamu kenapa gak jawab aku? Kamu masih marah?""Minggir," ucap Bagas dingin.Gita menggeleng. "Enggak! Aku gak bakal minggir sebelum kamu mau ngomong sama aku. Banyak hal yang pengin aku omongin sama kamu.""Tapi saya gak mau ngomong sama kamu. Jadi lebih baik kamu minggir."Gita tetap menolak untuk menyingkir. Bagas yang tidak ingin membuang-buang waktu langsung memanggil satpam agar menjauhkan Gita dari sana. Setelahnya, Bagas langsu
Bagas berjalan mendekati Arin yang tertidur di sofa. Kenapa Arin tidak tidur di kamar? Apa jangan-jangan semalam Arin menunggunya pulang sampai ketiduran di sofa? "Rin." Bagas mengusap pipi Arin pelan mencoba membangunkannya.Arin menggeliat, lalu perlahan membuka mata. "Kamu baru pulang?""Iya, Kok kamu tidur di sofa? Kenapa gak tidur di kamar?" tanya Bagas."Semalam aku nungguin kamu, eh malah ketiduran.""Kan aku udah bilang kamu gak usah nungguin aku karena aku bakal nginap di kantor.""Aku tahu kok, tapi aku mikirnya kamu pasti bakal pulang walaupun tengah malam. Makanya aku tetap nungguin. Ngomong-ngomong, sekarang udah jam berapa, ya?""Jam setengah tujuh.""Hah? Setengah tujuh? Telat dong. Bentar, aku buatin sarapan buat kamu dulu, ya." Arin bangkit berdiri, hendak bergegas ke dapur."Udah, gak usah, sayang. Aku udah beli sarapan buat kita kok. Tinggal makan aja."Arin tersenyum. "Makasih sayang."***"Hm, bubur ayamnya enak," ucap Arin disela-sela kegiatan makannya."Oh ya?
"Bagas!"Bagas terdiam sesaat. Kenapa perempuan yang sangat ingin dia hindari tiba-tiba muncul di hadapannya? Bagas tidak menyangka kalau Gita akan datang ke kantornya."Akhirnya aku bisa ketemu juga. Aku udah cari kamu beberapa hari ini, tapi susah banget buat ketemu. Kayaknya hari ini aku beruntung banget."Bagas mengembuskan napasnya sejenak. Mencoba menenangkan diri. "Kamu ngapain di sini?""Ya mau ketemu kamu, lah. Aku udah nunggu daritadi. Kirain kamu udah pulang. Hari ini kamu lembur, ya?""Ada perlu apa ketemu saya?" tanya Bagas dingin."Aku kangen sama kamu. Kok kamu ngomongnya formal gitu, sih? Aku kan bukan orang asing."Bagas menatapnya tidak percaya. Setelah meninggalkannya tanpa alasan untuk waktu yang cukup lama, tiba-tiba dia muncul lalu dengan mudah mengatakan kangen? Seolah tidak terjadi apa-apa. Apa dia pura-pura lupa?"Bagi saya kamu orang asing.""Gas, kamu mau ke mana?" Gita menahan lengan Bagas agar tidak pergi. Namun Bagas langsung menepisnya."Saya gak mau dig