"HAH? HAMIL?" Dirly yang kini sudah beres urusan kuliahnya dan kembali pulang ke Indonesia itu sontak berteriak sambil melotot begitu mendengar kabar yang sang om sampaikan. "SIAPA YANG HAMIL, OM?"
Gunawan menepuk gemas punggung sang keponakan. Hampir saja ia terlonjak kaget mendengar teriakan Dirly.
"Ya Sisca-lah, Ly! Masa iya tantemu hamil lagi, sih?" jawab Gunawan yang masih menatap gemas ke arah sang keponakan kesayangan.
"Bukan main!" desis Dirly sambil geleng-geleng kepala.
"Jangan dicontoh! Main aman kau kalau kuda-kudaan sama cewekmu itu!" sebuah nasehat tak baik keluar dari mulut Gunawan, membuat Dirly sontak terbahak.
"Tenang Om, tiap main pakai dobel kok! Dijamin anti bocor!" gumam Dirly santai yang berujung dengan melayangnya tangan Gunawan menjewer telinga sang keponakan.
Dirly berteriak kesakitan, tepat di saat Linda melangkah mendekati mereka berdua.
"Astaga! Ini kenapa sih?" ia melepaskan tangan Gunawan yan
Hari ini!Hari ini adalah saatnya! Sisca sudah duduk di depan cermin rias besar dengan banyak sekali lampu. MUA yang dipilih mami mertuanya pun bukan sembarang MUA. Selain jam terbangnya yang sudah begitu tinggi, jangan lupa bahwa MUA satu ini adalah andalan dari beberapa artis ternama.Sudah sejak subuh tadi wajah Sisca dia sapu dengan berbagai macam produk makeup kenamaan. Produk yang seumur-umur belum pernah menempel di wajah Sisca.Tampak sejak tadi suasana kamarnya begitu sibuk dan ramai. Beberapa menyiapkan gaunnya, aksesoris dan masih banyak lagi yang harus dilakukan para kru untuk membuat hari bahagia Sisca ini terwujud dengan sempurna."Ngantuk?" tanya sosok itu sambil tersenyum ketika Sisca beberapa kali menguap."Dikit, Kak. Kemarin nggak bisa tidur." jawab Sisca apa adanya.Dia memang tidak bisa tidur semalam. Selain karena harus kembali briefing dan gladi bersih, dia harus pasrah dan rela diceramahi panjang lebar oleh sang
Arnold membiarkan dia orang asisten dari Taylor yang mengurusi semua keperluan tuxedo-nya untuk hari besarnya. Arnold tersenyum menatap bayangan dirinya, dia sama sekali tidak menyangka bahwa kemudian dia akan mengenakan tuxedo untuk mengucap janji sehidup semati dengan wanita yang menjadi pilihannya."Congrats, Ko! Kawin juga kau akhirnya! Mana langsung jadi bapak lagi!" Gumam Dirly yang tiba-tiba muncul sambil menepuk bahu Arnold dengan sedikit keras. Arnold tertawa, menepuk punggung Dirly dengan lebih keras. Membuat lelaki itu sontak mengusap punggungnya dengan bibir mengerucut. "Jangan ditiru, nggak baik!" Arnold tersenyum kecut, kembali menatap bayangan dirinya di cermin. Ini acara spesial seumur hidup sekali dalam hidup Arnold, tentu dia tidak ingin ada yang terlewat. Dia ingin semuanya sempurna dan sangat berkesan. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, semuanya sudah oke! Membuat senyum puas itu tersungging di wajah Arnold. "Lu
Terlihat jelas tangan Arnold tremor luar biasa ketika menyematkan cincin itu di jari manis Sisca, hal yang membuat Sisca lantas mengulum senyum dan mati-matian menahan tawa. Setelah cincin dengan batu berlian itu melingkar dengan begitu cantik di jari manisnya, Sisca meraih cincin yang lain, menyematkan benda itu di jari Arnold dengan begitu hati-hati.Sisca mendongakkan wajah, mata mereka bertemu membuat senyum lantas merekah di wajah keduanya. Bisa Sisca lihat wajah itu mendekat, membuat Sisca memejamkan mata ketika kemudian kecupan itu mendarat di dahi Sisca dengan begitu lembut.Sebuah ciuman tanpa nafsu, ciuman yang begitu lembut dan seolah menggambarkan bagaimana Arnold begitu mencintai Sisca. Arnold perlahan-lahan menarik wajahnya menjauh, menatap Sisca dengan sorot mata yang begitu lembut."Hai istriku, selamat datang di perjalanan baru kita. Are you ready, Hon?" bisik Arnold dengan begitu lirih, dia tahu puluhan pasang mata itu tengah menatap mere
Sisca berdercak kagum melihat betapa indah rumah yang papi-mami mertua hadiahkan untuk mereka. Rumah dua lantai itu begitu mewah. Bangunan hampir mirip dengan bangunan rumah keluarga Argadana di Jakarta. Kental dengan arsitektur Eropa. Arnold tersenyum penuh arti, merangkul pundak sang istri yang begitu cantik dengan dress motif bunga berwarna cerah.Semenjak mereka menikah dan Sisca hamil, dia tidak diperbolehkan Arnold memakai celana jeans dan mengganti celana-celana itu dengan dress casual yang tidak hanya aman dan nyaman untuk ibu hamil macam Sisca, tetapi juga membuat penampilan Sisca jadi lebih manis dan cantik."Suka?" tanya Arnold yang tahu betul, istrinya nampak begitu terkejut dengan hadiah apa yang orang tuanya berikan ini."Banget!" jawab Sisca apa adanya. "Tapi ini serius nggak kebesaran?" Sisca menoleh, menatap ragu ke arah sang suami.Arnold sontak membelalakkan mata, tawanya pecah melihat betapa Sisca begitu polos dan masih sangat
"Sayang! Ayolah!" Sisca terus merengek dan bergelayut manja di bahu Arnold yang baru saja pulang kerja. Ada sesuatu yang begitu dia ingin sampai merengek-rengek macam anak kecil pada Arnold yang baru saja tiba di rumah."Astaga! Harus banget sekarang? Besok aja, ya?" Arnold mengendurkan dasinya, berusaha membujuk Sisca yang perutnya sudah lebih besar."Capek ya? Nanti aku pijitin deh." rayu Sisca sambil mengedipkan sebelah mata dengan manja.Arnold tersenyum, mengelus lembut pipi sang istri sambil menatap matanya dengan begitu serius."Bukan soal capek, Sayang. Masalahnya jam segini cari rujak buah di mana?" itu yang jadi masalah, bukan karena dia lelah sehabis kerja atau apa. Kalau pun lelah, demi Sisca dan calon anak mereka, apapun akan Arnold lakukan."Coba deh ke Hypermart, kali aja ada!" Sisca tidak menyerah, membuat Arnold lantas menghela napas panjang dan mengangguk pelan."Oke! Pergi sekarang kalau gitu!"
Sisca dan Arnold melangkah memasuki gedung rumah sakit. Hari ini jadwal Sisca periksa kandungan, dan khusus untuk mereka obsgyn rumah sakit swasta mahal di kota mereka sudah ready menanti tanpa harus repot-repot mengantri giliran."Selamat pagi Bapak-Ibu, mari sudah ditunggu dokter!"Bahkan mereka tidak perlu menjelaskan tujuan mereka dan bertanya apapun, para perawat dan petugas medis sudah kenal dan tahu betul tujuan Arnold dan Sisca kemari."Dokter Adjie nggak ada jadwal operasi, kan, Sus?" tanya Arnold mengikuti langkah perawat itu. Tangannya menggenggam tangan Sisca dan membantu Sisca agar tetap aman di sisinya."Siang nanti, Bapak. Beliau masih harus standby di poli sampai jam sebelas." jelas perawat itu sambil tersenyum.Arnold lantas mengangguk, yang penting tidak ada operasi gawat yang mendadak saja sampai Sisca dan calon anaknya selesai diperiksa. Mereka terus melangkah hingga kemudian sampai pada ruangan yang Arnold sudah hafal betul ruangan milik
Malam ini entah mengapa rasanya Sisca begitu gerah. Sudah pukul satu pagi dan dia sama sekali tidak bisa memejamkan matanya. Berkali-kali dia pindah posisi, tapi sama saja, tidak memberi efek apa-apa. AC yang menyala pun seolah tidak lagi terasa apa-apa. Sisca menyibak selimutnya, duduk sambil menatap sang suami yang tertidur begitu pulas. Senyum Sisca tersungging, jujur ia rindu bisa tidur senyaman itu. Ia rindu bisa tidur dalam dan dengan posisi apapun seperti saat belum hamil dulu. Sisca refleks mengelus perutnya yang sudah begitu besar. Sudah mendekati HPL, selain rasa tidak sabar, rasa cemas dan sedikit takut itu menghantui Sisca dengan begitu luar biasa. Apakah dia mampu nantinya? Mampu melahirkan anaknya dengan lancar dan mampu mengurusinya dengan baik?Tapi siapa yang bilang kalau Sisca akan mengurus mereka sendiri? Arnold bahkan sudah mempersiapkan dua baby sitter untuk anak mereka kelak.Sisca kembali tersenyum. Satu hal yang membuat dia benar-b
Burhan tengah mengajar ketika ponselnya berdering cukup nyaring. Ia menatap mahasiswanya satu persatu lalu melangkah menuju meja guna meraih benda itu. Matanya membelalak ketika Arnold yang ternyata meneleponnya sepagi ini. Pikiran Burhan sontak buyar, bayangan Sisca dengan perut membesarnya langsung otomatis tergambar dengan begitu jelas di dalam otak Burhan."Saya izin angkat telepon dulu, ya? Kalian bisa lanjut untuk baca materinya dulu.""Baik, Pak!" jawab mereka kompak.Burhan dengan tergesa melangkah keluar ruangan dan langsung menjawab panggilan itu dengan jantung yang berdegub dua kali lebih cepat."Ha--.""Pa ... maaf menganggu, Arnold cuma mau kasih kabar kalau Sisca sudah di rumah sakit. Udah bukaan tiga, Pa!"Jantung Burhan rasanya seperti hendak mau lepas. Jadi benar dugaannya? Bahwa Arnold menelepon hendak mengabarkan perihal kondisi Sisca dan calon cucunya?"Di-di rumah sakit mana, Ar?" wajah Burhan sontak