Laura sedang meminum teh di balkon hotel, dia menatap Abraham yang bersitegang dengan Devano. "Sayang sudah lah. Azura itu super model, dan tentu nya dia membutuhkan karir nya. Kita bisa bertemu dengan dia dan keluarganya lain waktu."
"Tapi tidak boleh seperti ini. Kita jauh-jauh datang dari Los Angeles ke sini ingin merencanakan pernikahan Putra kita, dan kau lihat. Semua nya seolah main-main bagi Putri Edward itu. Aku tidak terima diperlakukan seperti ini." Abraham memang merasa dipermainkan karena Devano mengatakan Azura pergi ke Paris mengurus pekerjaan dan semua rencana batal.
Keluarga Azura sendiri bahkan merasa terkejut saat tahu Azura memutuskan pergi ke Paris. Devano sebelumnya sudah menelpon Zia untuk memberitahu kalau dia akan menepati janji nya malam ini namun semua gagal karena kepergian Azura. Devan mencoba memahami Azura, meski dia sendiri sul
Lampu sorot panggung sedang di coba oleh pihak penyelenggara acara. Terlihat beberapa kru dan model juga sedang diberikan arahan. Sedang di sudut ruangan itu seorang pria sedang duduk tanpa ada seorangpun yang tahu kalau dia ada disana. Memperhatikan gerak gerik kekasih yang sudah mencampakan rasa cinta nya serta keprcayaan yang sedang berusaha dijaga Devan.Azura masih saja tetap bisa memukau dia yang sedang dalam api amarah, wajah datar Azura begitu lucu bagi Devan. Dengan berusaha menjaga kaki nya untuk tetap diam Devan menyebutkan terus nama itu lalu sebuah ide gila muncul. Begitu semua para model kembali ke belakang panggung, Devan langsung berlari menuju para kru untuk bisa bertemu langsung dengan pemilik acara tersebut.Devan berhasil, dia bisa bertemu dengan si pemilik acara dan berhasil menyogok desainer ternama itu menyetujui ide gilanya. Tentu saj
Dentuman music terdengar menggelegar di sepanjang malam yang dilewati Azura. BobBy dan Afrain__sepupu Azura terus menemani Azura yang terlihat hanya diam saja lalu menghabiskan minumannya. Azura belum mabuk dia masih sangat sadar saat melihat kalau Devano mengikutinya. "Afrain cium aku." Afrain menggelengkan kepalanya tak percaya, biasa Azura sangat geli bermanja-manja dengannya namun lihat sekarang, karena patah hati Azura berubah menjadi mengerikan bagi Afrain."Ayo lebih baik kita pulang." Afrain menarik tangan Azura namun wanita itu tak bergeming. Dengan terpaksa Afrain mencium kening Azura lalu berbisik di telinga sepupunya yang sangat bodoh itu."Kau salah jika menjadikan ku sebagai tameng mu Zura, dia pasti dengan cepat tahu kalau kita bersaudara. Bersikap lah semestinya saja, jika memang ingin kau akhiri tidak perlu ada drama lainnya yang kau karang.
Sebuah angan yang ditinggalkan terasa sangat menyakitkan, apalagi jika angan itu tentang masa depan yang kau nantikan dengan orang yang kau cintai.Itulah yang dirasakan Devano, hanya mampu terdiam menatap foto Azura. Dia terlihat tenang tapi tidak dengan hati nya. Hati itu masih terus memaksa Devano menghilangkan noda disana, mengisinya lagi dengan rona merah akan hadirnya Azura.*****Lebih sakit rasanya jika kau sengaja menyakiti orang yang sangat kau cintai. Daripada menjadi korban hati yang tersakiti. Apa kalian mengerti perbedaannya? Tidak ! Hanya Azura yang mengerti kedua perbedaan itu. Jika Banu meninggalkannya begitu saja dia memang terpuruk tapi tidak begitu merasa berdosa karena mematahkan dengan sengaja hati seseorang yang ingin kau genggam sepenuhnya.
Devan masih setia di kantornya mengamati bagaimana perkembangan pencarian Azura yang dia lakukan. Namun saat sebuah pesan yang dia terima membuat dia tidak lagi bisa tahan.Andai sekali saja Azura katakan apa salahnya, mungkin Devan bisa mencoba memperbaiki kesalahan itu. Tapi Azura seolah hanya bermain-main dengan perasaannya.Hancur dan perih di hati Devan tidak dapat orang lain lihat. Karena hanya dia yang tahu bagaimana cara nya selama ini mencintai Azura dengan semua keunikan wanita itu.Devan bergegas menuju landasan helipad diatas gedung kantornya. Dia akan pergi ke suatu tempat untuk memastikan keberadaan Azura. Dia akan menemui salah satu teman Azura yang mungkin tahu dimana Azura. Teman yang sempat disebutkan Azura. Wanita jenius yang memiliki sisi tidak ter' ekspose sama sekali.P
Perjalanan Devan yang diperkirakan hanya akan memakan waktu empat hari menjadi satu minggu. Dikarenakan susah nya ijin masuk di Pakistan.Devano heran kenapa Azura memilih ke tempat penuh dengan tegangan seperti ini. Kekasihnya itu memilih ke tempat Line Control Pakistan di Provinsi Sindh. Perbatasan Pakistan dan India.Dapat dilihat Devan tempat ini lebih banyak di huni oleh para tentara dibandingkan penduduk sipil. Azura benar-benar tidak terduga. Apa yang dilakukan wanita itu disini? Merawat para tentara itu? Devano lalu kesal sendiri memikirkannya. Enak saja Azura merawat Pria lain selain dirinya."Sir anda sudah bisa masuk ke kota Karachi. Tapi harus ada pengawal yang ikut dengan anda. Ini demi keselamatan anda." Devano mengangguk kepada Samir Tour Guide yang dia sewa. Dari Samir juga Devan bisa tahu kalau memang pernah ada masuk ke daerah ini beberapa bulan yang lalu regu relawan yang dikirim dari Kera
Langkah kaki Azura terhenti saat melihat Aryan serta Alfa berdiri di depan gerbang pagar besi sekolah. Alfa melipat kedua tangannya di depan dada, membuat Azura memutar bola mata nya."Kak Aryan memberitahukan kak Alfa." tanya nya yang diangguki Azura. "Sebenarnya aku memaksanya mengaku." Seringai Alfa membuat Azura menarik tangan kakak nya itu. Mereka menepi di sudut sekolah berbicara serius, namun Azura terkejut saat Aryan mengintrupsi apa yang ingin dia katakan."Akira mengatakan kalau Devan kecelakaan lalu dia kehilangan penglihatannya." Alfa menyunggingkan senyum lalu menggelengkan kepalanya. Pusing melanda Azura, dia mundur satu langkah karena merasa sangat terkejut. "Bodoh!" Ungkap Alfa. Dia mendekati Azura dan berdecak. "Akira hanya memancing mu keluar dari persembunyian. Devano sebentar lagi akan sampai di tempat ini. Dia menyelidiki dimana kamu, dan bahkan memata-matai semua keluarga kita termasuk Afrain." "What?"
Alfa membawa Azura kembali ke London bersamanya. Saat masuk kedalam mobil Azura sempat melihat Devan dengan wajah terkejut juga terpukul itu."Kak berhenti. Ada yang harus aku katakan kepada Devan.""Azura apalagi____,""Please stop." Azura menghapus airmatanya juga menatap tajam Alfa. Mobil berhenti, Azura turun dari mobil. Dia menyentuh pundak Devan."Dev," ucapnya pelan menyembunyikan airmata yang akan keluar lagi. "Jangan salahkan ibu mu. Dia hanya ingin kamu bahagia juga dengan ku. Dia tidak ingin aku merasa bersalah jika tidak bisa memberikanmu keturunan." Devan menggenggam tangan Azura namun Azura melepaskannya. "Apa kau masih ingat janji mu?" Azura mencoba tersenyum sebaik mungkin."I don't want to propose to you baby. I just want to say, I will promise I will always make you happy." Azura mengucapkan janji yang pernah Devan ucapkan untuknya
Langkah kaki nya sangat jelas menuju tempat yang dia inginkan. Setelah mabuk semalam Devan berniat keluar dari Mansion nya, menghindari Mama__nya itu lebih baik dari pada dia harus berkata kasar akibat amarah yang tidak bisa dia gambarkan sebesar apa."Devan," suara itu menahan langkah kakinya yang sudah diambang pintu. Melanjutkan langkahnya Devan pergi begitu saja tidak memperdulikan Laura yang berdiri mematung dengan aura dingin Putra nya. "Devan berhenti !" Teriak Laura namun Devano tidak mengindahkannya. Mobil sport yang dia naiki melaju dari halaman rumah itu tanpa ragu.Laura yang ingin masuk kedalam terhenti karena saat mobil Devan keluar masuk sebuah mobil merah membuat kening Laura berkerut. Dia mulai gelisah saat seorang wanita turun dengan anggun dan sangat berkelas dari dalam mobil itu.Dengan membuka kacamata yang digunakan wanita itu berjalan menemui Laura yang masih berdiri.Tanpa basa-basi wanita itu menga