Sebelum pulang ke rumah, Richie sengaja pergi ke rumah temannya yang seorang produser musik. Richie memang bekerja menjadi seorang penulis lagu karena begitu menggilai dunia seni dan musik sejak kecil, bahkan beberapa lagu ciptaannya dinyanyikan oleh penyanyi terkenal dan sangat sukses di pasaran.
Namun, Richie memakai nama lain sebagai pencipta lagu, agar tidak ada yang tahu identitas aslinya-'Riga' singkatan dari namanya sendiri Richard Tyaga. Keluarganya pun sudah mengetahui pekerjaanya ini tapi tidak pernah berkoar-koar karena Richie meminta mereka merahasiakannya. Karena hal ini juga lah kakak kandungnya-Daniel tak pernah menuntutnya bekerja di perusahaan mendiang sang papa. Kebahagiaan Richie adalah kebahagiaan Daniel, hingga kejadian yang membuat Daniel murka beberapa hari yang lalu menjadi awal keputusan pria itu.
Meskipun Daniel sudah menikah, Richie masih saja berusaha menyatukannya dengan mantan kekasihnya. Rasa bersalah Richie yang setahun lalu membuat Daniel dan Abel berpisah, membuatnya bertindak tak masuk akal, untuk itu agar Richie bisa mengalihkan pikirannya dari rasa bersalah dan hal-hal yang tidak penting, Daniel memintanya ikut mengambil tanggung jawab di perusahaan.
_
_
_
"Bilang pada kak Nic aku memberikan kartu namanya ke seseorang!"
"Siapa?"
Kimi menatap Biru dengan gemas, lalu menjelaskan ke Mina bahwa bocah itu menendang bola sampai mengenai kaca mobil seseorang saat di parkiran apartemennya tadi.
“Apa rusak parah?”
“Tidak tahu, sepertinya dia menghardik Biru dan membuatnya sampai menangis, jadi aku memarahinya dan tidak menanyakan kondisi mobilnya.”
Kimi berjongkok agar bisa mensejajari keponakannya itu, diusapnya rambut Biru sambil menanyakan apa yang dikatakan om-om di parkiran tadi sampai membuatnya menangis.
Biru pun menggeleng, membuat Kimi seketika mengernyitkan dahi-kebingungan.
“Kenapa?”
“Om tidak ngomong apa-apa,” jawab bocah itu dengan polosnya.
“Lalu kenapa kamu menangis?” tanya Kimi yang merasa berdosa karena sudah menuduh sembarangan pria yang ditemuinya tadi
.
“Bilu pengen nangis aja.”
Kimi menghela napasnya, mendongak ke arah Mina yang memilih mengedikkan bahu, seolah ingin berkata-Ia tidak ikut-ikutan.
"Dasar bocah ini."
Setelah mengantar pulang keponakannya dan berpamitan, Kimi pun bergegas pergi ke rumah sakit untuk menemui kepala HRDnya, keputusannya sudah final. Ia tidak ingin lagi bekerja di sana.
“Ayolah dokter Kim,” bujuk manager kimi saat mereka duduk berhadapan di ruang HRD.
“Keputusan saya sudah bulat Pak, mohon maaf! saya tidak bisa terus bertahan bekerja di sini.” Kimi membungkuk sopan. Ia berharap pria itu bisa menerimanya tanpa berusaha membujuk lagi.
“Aku mohon! Aku memohon sebagai Pak Angga, bukan sebagai manager HRDmu, bertahanlah satu bulan lagi di sini!”
_
_
_
Melangkahkan kaki keluar dari rumah sakit, Kimi yang tak tegaan itu akhirnya mengiyakan keinginan managernya.
Menutup pintu mobil setelah masuk ke dalamnya, Kimi tak langsung menyalakan mesin. Ia termenung untuk beberapa saat memikirkan langkah kedepannya. Cicilan apartemen menjadi beban terbesarnya saat ini.
“Semangat Kimi!” lirihnya sambil memutar kunci mobilnya dan menurunkan rem tangan. “Siapa tahu kamu akan bertemu sultan dan membelikanmu apartemen dengan cuma-cuma.” Kimi mengatupkan bibirnya dan memasang muka sedih setelah berucap seperti itu.
“Ngimpi!”
***
Sementara itu, Richie baru pulang ke rumahnya saat bulan sudah bersinar. Ia memilih memasukkan mobilnya ke garasi dan kembali mengecek bagian kaca mobilnya yang terkena tendangan bola dari bocah yang ditemuinya di apartemen tadi.
“Dasar! Apa dia tidak bisa memberitahu anaknya kalau bermain bola diparkiran itu selain bisa merugikan orang lain juga bahaya?"
"Tapi dia cantik dan imut. Apa ini? kenapa aku malah memikirkannya?”
Richie melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah sambil terus menggerutu, kebetulan parkiran mobil di rumahnya tepat bersebelahan dengan kolam renang. Pria itu mengerucutkan bibir dan menelan saliva. Ia semakin kesal saat mendapati kakaknya Daniel dan kakak iparnya Ghea sedang bermesraan di pinggiran kolam.
“Sial! hari ini aku benar-benar terkena azab anak yang durhakim kepada ibundanya,” gerutu Richie sambil bergegas masuk ke dalam rumah untuk mencari keberadaan sang mama-Nova.
“Uhuk.” Richie berpura-pura batuk. Setelah mengambil minuman di dalam lemari pendingin, pria itu mendekati Ghea-kakak iparnya yang sedang sibuk membuat teh di pantry.“Kenapa? ada apa? sudah ngambeknya.”Sindiran Ghea membuat Richie salah tingkah, cukup sudah. Ia berjanji, ini kali terakhir dia minggat karena kesal. Menggaruk rambut kepalanya yang gatal karena belum keramas, Richie memberanikan diri menanyakan sesuatu ke sang kakak ipar.“Apa kamu mungkin mengenal CEO ABI TV?”“Kenapa?”“Apa istrinya galak?”Ghea melipat kening mendapati pertanyaan sang adik ipar yang dirasanya sangat aneh. Namun, belum juga mendapatkan jawaban dari kakak iparnya itu, kini pikiran Richie sudah berubah. “Sudahlah, tidak usah dijawab! aku hanya iseng bertanya,” ucapnya sambil berlalu.“Kenapa aku merasa wajah gadis itu tidak asing,” gumam Richie sepanjang perjalanannya menuju ruang keluarga untuk menemani sang mama.---Menyandarkan punggung di sofa dan memeluk bantal dengan nyaman, Kimi menatap lay
Lama Kimi terdiam di parkiran rumah sakit tempatnya bekerja. Ia masih ragu untuk turun dan menginjakkan kaki keluar, apa lagi masuk ke dalam sana. Meskipun setuju untuk bertahan satu bulan lagi, setelah diberikan libur selama satu minggu, tapi Kimi takut akan goyah dan memilih terus bertahan bekerja, jika banyak rekan atau seniornya yang mempengaruhi keputusannya nanti.“Ayo Kim semangat! bulatkan tekatmu, jangan goyah!” gumamnya sambil menyambar tas lalu mematikan mesin mobil. Gadis itu turun dan meraih jas snellinya di kursi penumpang sebelum benar-benar mengunci mobilnya.Kimi berjalan masuk dengan langkah tak bersemangat, gadis itu tak sadar gerak-geriknya sedari tadi diamati oleh seseorang dari dalam mobil. Ya, siapa lagi kalau bukan putra kesayangan Nova dedengkot perkumpulan MAPAN.Seminggu yang lalu Daniel mengalami sebuah insiden kecelakaan, untuk itu Richie berada di rumah sakit dan mengurus kakaknya itu.“Jika dia dokter dan bekerja di rumah sakit ini, kenapa aku tidak meli
Sara syok, ia benar-benar terkejut saat putri kesayangannya bercerita bahwa sudah mengundurkan diri dari rumah sakit tempatnya bekerja. "Kim, kenapa? Lalu kamu mau ngapain? nganggur?" Sara begitu kecewa. Kimi memilih diam dan tidak memberitahu alasan sebenarnya ke sang mami. Sejujurnya Kimi bingung dan juga merasa bersalah. Pertama, gadis itu bingung karena harus merogoh tabungannya beberapa bulan ke depan untuk membayar cicilan apartemen. Kimi sadar ini tidak mungkin dilakukannya setiap bulan, jadi dia harus segera mencari pekerjaan demi cicilan. Kedua, Kimi merasa bersalah ke orangtuanya, terutama ke sang mami-Sara, tapi sebagai orang yang berkecimpung di dunia medis, Ia sadar harus menjaga kewarasannya. Menurut Kimi, dirinya sudah berada diambang batas kemampuannya untuk menjaga kesehatan mentalnya jika terus bertahan di sana. "Nanti Kimi cari kerjaan deh Mi, untuk sementara aku mau nganggur dulu," Jawab Kimi, ia menggigit bibir bawahnya takut jika kena sembur Sara. Faraj ya
Richie masih menatap Kimi dengan seringai nakalnya, Ia masih tak menyangka gadis seimut Kimi sudah memiliki anak. Cincin yang melingkar di jari manis gadis itu, Richie yakini sebagai cincin pernikahan. Ia sengaja mencuri kesempatan, membiarkan Kimi masih memegang erat kedua lengannya di balik kemeja biru yang dia kenakan.Masa bodoh kali ini, jika harus menjadi pebinor pun aku rela. Richie masih menatap wajah Kimi, hingga dia tersadar dan bertanya, “apa kamu mengingatku?”Kimi menggelengkan kepalanya berpura-pura. Sejujurnya dia takut karena pernah memarahi Richie secara membabi buta saat Biru menendangkan bola dan mengenai kaca jendela mobil pria itu. “Apa kamu sudah meminta ganti rugi ke orang yang kartu namanya aku berikan kepadamu?”Richie menggeleng.“Kenapa?” tanya Kimi lagi.“Bisakah kamu melepaskan cengkeramanmu dari lenganku?”Kimi seketika melepaskan pegangannya ke Richie, ia sempat oleng lagi karena ternyata heel sebelah sepatunya patah. Beruntung dia tidak terjerembab kem
Kimi berusaha menutupi rasa groginya. Ia merasa habis, berakhir, tak ada harapan. Gadis itu menangis di dalam hatinya. Mendapati pria yang dia maki, pria yang ia curhati asal-asalan di rooftop beberapa hari yang lalu ternyata pemilik perusahaan tempatnya melamar pekerjaan. Richie terlihat bersikap biasa di depan para karyawan dan pelamarnya. Ia beberapa kali melempar pertanyaan ke dua pelamar lain, dan saat giliran Kimi, Richie mengerutkan kening dan berhasil membuat gadis cantik itu menelan saliva. Kimi Zia Azzahra, Kimi-jadi namanya Kimi. Mata Richie fokus pada CV dan membaca catatan tim HRD yang mewawancarai Kimi kemarin, di sana tertulis 'tidak menjawab dengan baik alasan keluar dari rumah sakit tempatnya bekerja sebelumnya'. Namun, Richie memutuskan untuk tidak menanyakan hal itu kepada Kimi.“Jika kamu diterima bekerja di klinik rumah sakit ini, apa yang bisa kamu janjikan ke perusahaan kami?” tanya Richie sambil menekan pulpen miliknya lantas menyandarkan punggungnya ke kurs
“Ada apa?”"Pa-pak Ri-Ri-Richard."Jim tergagap-gagap melihat adik atasannya bersikap biasa saja saat Kimi sampai ke ruangannya. Gadis itu pun bingung, menatap secara bergantian Richie dan Jim yang terlihat megap-megap. “Bukankah anda tadi berkata akan berpura-pura sesak napas dan meminta saya memanggilkan dokter dari klinik?” Jim menyatukan giginya, alis matanya bergerak-gerak mencoba berkomunikasi dengan Richie yang benar-benar membuatnya malu.“Maaf jim, tapi aku merasa seperti orang bodoh saat memandangi wajahku sendiri yang berpura-pura sesak napas tadi, mukaku seperti ikan terkena kail. Tidak mungkin aku membiarkan dia melihat wajah jelekku.”“Jadi, apa anda sudah baik-baik saja?” tanya Kimi dengan wajah kebingungan.“Ya-ya aku baik-baik saja!” jawab Richie yang sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya ke Jim.Kini tatapan Kimi beralih ke pria bernama lengkap Jimmy Lin itu. Sorot matanya jelas menuntut sebuah jawaban. Jim benar-benar tak berkutik, hingga Richie mengalihka
“Mi!”“Apa? udah nggak usah!”Kimi yang malam itu kembali menginap di rumah maminya terheran dengan ke-gede rasaan Sara kepadanya. “Mami tahu kamu mau kasih gaji pertama kamu di T Factory buat Mami kan? udah ga usah,” ucap Sara dengan santainya. Wanita itu memeluk bantal sofa dan asyik menonton acara gosip sore di televisi. Bukan tanpa alasan Sara mengatakan hal itu, Kimi terkadang memang suka berjanji akan melaksanakan sesuatu jika tujuan yang diinginkannya tercapai, semacam nazar. “Mami GR, bukan itu!” Kimi mencebik, ia lantas bangkit dan pergi meninggalkan Sara sebentar menuju dapur.“Apa? kamu mau martabak manis?” teriak Sara setengah peduli ke putrinya itu. "Pesen aja via go back."Sara masih menatap layar televisi saat Kimi kembali dengan membawa dua cangkir teh di tangannya. Menyuguhkan teh itu ke maminya, Kimi pun bertanya,” Mi, kalau ada pria yang tanya apa kamu sudah punya pacar, Mami tahu nggak itu artinya apa?”“Suka sama kamu lah apa lagi? jangan sok polos deh Kimoci,”
“Onikim, kasih obat Eyang biar cepat sembuh!” Segara menarik-narik tangan Kimi, yang baru saja akan melepas sepatunya. Karena sang mami sakit, Kimi memutuskan untuk menginap lagi di rumah orangtuanya hari itu. Apa lagi ada dua keponakannya yang lucu di sana. Belum juga menghalau Segara, kini giliran Biru yang menarik tangannya, alhasil empat kotak makan kosong yang dia bawa jatuh ke lantai.“Biru! Segara! Kasihan onty Kiminya baru pulang.” Mina mendekat lalu membungkuk memungut kotak-kotak itu. “Banyak banget kotak makanmu, emang Mami masak apa tadi?” Mina berjalan masuk dan meletakkan kotak itu di meja makan di mana Sara dan Faraj sedang duduk mengobrol di sana.“Itu bukan koperwere Mami.” Sara menatap wadah makan yang diletakkan Mina, menyebutkan merek sebuah produk wadah makanan dan minuman yang dulunya sangat digilai Sara sampai mengoleksinya beberapa.“Hem … tadi pagi Pak Richard memberikan makanan untukku. Aku memberikannya bekal nasi uduk dari Mami dan dia menggantinya denga