Share

Bab 3 : Pertemuan Pertama Kita

Perkataan Kimi jelas membuat Mina tak habis pikir, mungkinkah pikiran Kimi sedangkal itu? Bibirnya kelu, sedangkan saudara tirinya itu hanya menatapnya dengan pandangan mata sayu.

“Jangan berpikiran bodoh Kim! Ingat mami sama papi!”

Kimi membalas larangan Mina yang mengandung kecamasan dengan sebuah candaan lagi, “Kamu akan menjadi orang pertama yang akan aku hantui setiap malam kalau sampai aku mati bunuh diri.”

“Kimi!”

“Aku hanya bercanda!” Kimi melingkarkan tangannya ke lengen Mina. “Jangan menganggap serius, aku masih ingin pergi ke tempat-tempat yang ingin aku singgahi, aku juga ingin menemukan lelaki yang baik untuk bisa kujadikan suami.” Kimi memulas senyum. Namun, tak berselang lama senyumnya seketika hilang berganti dengan sebuah hembusan napas kasar. 

“Kenapa?” Mina lagi-lagi cemas dengan perubahan mood saudaranya itu.

“Aku ingin berhenti bekerja di rumah sakit itu, aku tidak sanggup lagi. Terlalu banyak kenangan bersama Noah di sana.”

Kini Mina ikut mengembusakan napasnya kasar, tak bisa memberi nasihat ke Kimi, dia memilih menepuk-nepuk lengan saudaranya itu pelan. Mina mencoba menyemangati dengan berkata bahwa setiap ujian hidup pasti bisa dilalui setiap manusia asal tetap optimis dan mengingat Tuhannya.

-

-

-

“Biru kamu benar ga mau pulang sama Segara dan Mama?” tanya Mina yang mengajak anaknya pulang setelah semalam menginap di apartemen Kimi.

“Mau sama onikim.” Rengekan Biru membuat Mina geleng-geleng kepala, putranya itu bersembunyi dibalik badan Kimi agar tidak diajak pulang olehnya.

“Ya udah, Biru sama onikim hari ini, tapi janji harus nurut ya?” 

Kimi menolehkan kepalanya setelah bertanya, anggukan polos dari sang keponakan membuatnya gemas sampai ingin sekali mencubit pipi bocah itu.

Akhirnya Mina dan Segara pun pulang terlebih dulu, sedangkan Biru masih terus mengekori Kimi kesana-kemari di dalam apartemen itu. 

Biru memang begitu lengket ke Kimi, mungkin karena sejak bayi bocah itu lebih sering dijaga olehnya. Berbeda dengan Segara yang sehat dan jarang sakit saat masih bayi, Biru sering sakit-sakitan, untuk itu Mina meminta bantuan Kimi yang memang berprofesi sebagai dokter untuk terus memantau kesehatan sang putra. 

_

_

_

Beberapa jam berada di apartemen, Biru nampaknya sudah bosan. Ia merengek meminta untuk diantar pulang saat Kimi berkutat dengan laptopnya untuk membuat surat pengunduran diri. Ya. dia sudah memantapkan hatinya untuk berhenti bekerja di rumah sakit tempatnya bernaung saat ini.

Rengekan Biru semakin membuat Kimi resah, ia pun memercepat tulisannya. Dan setelah dirasa surat yang dia susun sudah sempurna dari segi tata bahasa dan penyampaian isinya. Ia segera mengirimkan surat itu ke E-mail HRD rumah sakit, 

“Biru sabar ya, onikim mandi bentar terus onikim antar biru pulang.”

Mendengar ucapan tantenya Biru pun mengangguk paham, bocah itu memilih duduk sambil menggulirkan bola ke lantai karena Kimi melarangnya bermain bola di dalam rumah.

Sementara itu, di sebelah Richie juga tengah bersiap-siap untuk meninggalkan apartemennya. Mamanya lagi-lagi merengek sejak subuh tadi, membuatnya tak tega untuk terlalu lama pergi dari rumah. Richie juga sadar bahwa tindakannya cukup kekanak-kanakan, apa pun masalah yang terjadi tak seharusnya ia menghindar seperti sekarang. 

Berjalan ke arah lift setelah keluar dari apartemennya, Richie terdiam sesaat di depan pintu tanpa memencet tombol. Sejujurnya, sampai detik ini Ia masih saja memikirkan Abel. Richie mengembuskan napasnya kasar, ia sudah berniat menjauhi Abel dan mengabaikan gadis itu jika bertemu kembali.

_

_

_

Kimi menggandeng Biru untuk mengantar bocah itu pulang. Namun, setelah sampai di parkiran ponselnya tiba-tiba saja berbunyi. Sebuah nama yang muncul di layarnya membuat Kimi tidak bisa mengabaikannya begitu saja. 

Memberi perintah ke sang keponakan untuk tetap berdiri di dekatnya, Kimi pun menerima panggilan dari manager HRD rumah sakit tempatnya bekerja.

“Dokter Kim apa ada masalah lain?”

Suaara di seberang sana membuat Kimi merasa sedikit tak enak hati, gadis itu pun menjelaskan alasannya kembali, meskipun di surat yang sudah dia kirimkan tertulis jelas alasannya memilih keluar.

Saat Kimi masih sibuk dengan panggilan itu, Richie yang sudah sampai di parkiran menekan kunci sambil berjalan menuju mobilnya. Wajah pria itu tiba-tiba saja berubah, Ia berlari karena seorang anak kecil berumur sekitar empat tahun baru saja menendang bola dan mengenai kaca mobilnya. Untuk anak sekecil itu, tendangannya begitu keras hingga membuatnya lari untuk mengecek kondisi kendaraannya.

“Kamu tahu kan ini parkiran bukan lapangan kenapa kamu bermain bola di sini?” 

Richie bertanya dengan sedikit emosi.

Bocah laki-laki itu hanya menatap Richie dengan tatapan polos, sampai Kimi mendekat dan langsung menangkup pipi bocah yang merupakan keponakannya-Biru.

“Onikim udah bilang kan tadi, kalau Biru ga mau pulang sama mama harus nurut sama onikim, tadi onikim minta Biru nunggu kenapa malah pergi? Kalau ada mobil yang ga lihat biru gimana? Biru kan masih kecil.” 

Kimi menoleh ke arah Richie dan menundukkan kepalanya-menyapa. Namun, tak disangka. Biru malah menangis sambil menunjuk-nunjuk ke arah Richie. Kimi pun merasa bahwa putra Nova itu baru saja memarahi atau melakukan sesuatu yang tidak baik ke sang keponakan.

“Kenapa? ada apa?” tanya Kimi cemas, sementara Richie hanya melongo mendapati bocah itu menunjuk ke arahnya.

“Kamu dipukul sama orang ini?”

Biru malah menganggukkan kepala, membuat Kimi tiba-tiba saja murka dan memaki Richie.

“Eh … loe apain anak sekecil ini?”

Richie masih saja melongo, untuk membentengi diri dia pun berkata tidak melakukan apa-apa dan malah menyalahkan Biru karena menendang bola sampai mengenai kaca mobilnya.

“Mobil rusak bisa diperbaiki, tapi mental anak kalau udah jatuh sampai kapanpun bikin trauma tau! pernah belajar psikologi ga sih?” Kimi merogoh sesuatu di dalam tasnya, untuk beberapa saat ia terlihat bingung sendiri. 

“Nih … hubungin ke sini buat ganti rugi perbaikan mobil kamu!” ketusnya lalu mengambil bola dan menggandeng Biru pergi dari sana.

Richie masih terdiam diposisinya, wanita itu ternyata memberinya sebuah kartu nama.

 “Nicholas Sebastian Adam-CEO ABI TV, apa wanita galak itu istrinya?” gerutu Richie yang lebih memilih membuang kartu nama itu dan bergegas masuk ke mobilnya.

"Wah ... kenapa wanita yang membuat aku terpesona selalu sudah dimiliki pria lain?" gerutu Richie. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
salah faham deh Richie sama kimi .........
goodnovel comment avatar
Nellaevi
Maju terus Richies... maju terus pantang kendorrr
goodnovel comment avatar
ima erka
sabar ya rich
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status