Share

Part 5

“Awwssh ,,, perih Mas.”

“Tahan ya, dikit lagi kok.”

“Awwssh  ,,, sa-sakit” lirih Melissa dengan mata berkaca-kaca.

“Dikit lagi ... aku pelan-pelan, kok. Sabar, ya?” dengan telaten Rendy mengobati luka-luka di wajah Melissa. Begitu juga dengan luka di tangan. 

Melissa menahan sekuat tenaga untuk tidak menangis. Rasa perih yang menjalar di kedua pipi sangat sulit untuk di tahan. Meskipun pria itu melakukannya dengan hati-hati. 

"Tahan, ya? Dikit lagi selesai," hibur Rendy seraya mengobati luka di tangan Melissa. 

"Terima kasih, Mas Rendy," ucap Melissa tulus.

"Sama-sama, Sayang," jawab Rendy tanpa sadar.

Melissa seketika membulatkan matanya mendengar kata 'sayang' meluncur tanpa beban dari mulut Rendy. 

"Selesai," gumam Rendy.

"Pasti nanti Ayah dan Bunda heboh melihat keadaan Lissa seperti ini," gumam Melissa yang masih bisa didengar oleh Rendy.

"Nanti biar Mas aja yang bilang ke Ayah dan Bunda," sahut Rendy. 

"Tapi, Mas ..." 

Rendy menggelengkan kepalanya tanda tak mau dibantah. Membuat Melissa diam.

Ceklek  ...

Ningrum masuk membawa dua paper bag di tangannya. Ia meletakkan asal dan memilih menghampiri Melissa yang kini masih berbaring di atas tempat tidur.

"Sudah selesai diobati, Ren?" tanya Ningrum dengan kekhawatiran yang jelas terlambat di wajahnya.

"Sudah, Ma,"

Ningrum menatap lembut ke arah Melissa. "Nanti biar Rendy yang bilang ke Ayah dan Bunda ya, Sayang?" ucap Ningrum penuh kelembutan. 

"Iya, Ma," 

"Mama bawain baju sama pakaian dalam buat kamu. Lebih baik sekarang mandi dan ganti pakaiannya, gimana?" tawar Ningrum.

"Terima kasih, Ma,"  

Penampilan Melissa sudah lebih baik setelah mandi dan berganti pakaian. Saat ini, gadis itu duduk bersama Ningrum di ruang menonton. 

Sedangkan Rendy sudah mengabari keluarga Melissa, jikalau kini gadis itu berada di rumahnya. Tapi ia belum  memberitahukan insiden yang terjadi di kampus.

“Lissa, ayo Mas antar kamu pulang!”

Ningrum langsung melotot ke arah putranya. “Masih jam tiga loh, Sa. Satu jam lagi ya?” bujuk Ningrum.

Melissa tersenyum canggung. Dirinya bingung harus berkata apa.

“Besok lagi kan bisa, Ma? Rendy bakalan bawa Lissa ke sini tiap hari deh. Tapi, sekarang biarin Lissa  aku antar pulang dulu,” janji Rendy bersungguh-sungguh. 

“Beneran besok ke sini lagi?” tanya Ningrum dengan mata memicing ke arah Rendy.

“Iya Ma, Rendy janji,” jawab Rendy mantap. Jawaban Rendy membuat Ningrum melebarkan senyumannya. 

Seumur hidupnya, Rendy pernah menolak sekali keinginan orang tuanya dan penolakan itu mampu membuat Ningrum mendiamkannya dalam waktu 2  bulan. Apalagi pilihannya ternyata salah. Sejak saat itu ia berjanji kepada dirinya sendiri akan menuruti segala keinginan mereka. Termasuk perjodohannya kali ini.

*

Rendy mengemudikan mobilnya dengan kecepatan teratur menuju ke rumah Melissa. Sesekali ia melirik ke arah gadis yang nampak gelisah sejak keluar dari rumahnya.

Sampai di perempatan lampu merah, Rendy menarik tangan kanan Melissa dan menggenggamnya erat, seolah menyalurkan ketenangan kepadanya.

Melissa terkesiap mendapat perlakuan manis dari laki-laki yang menyebut dirinya sebagai calon suami. Bagaimana tidak terkesiap jika dalam beberapa saat kemudian Rendy melabuhkan kecupan di punggung tangannnya? Melissa tak habis pikir dengan perlakuan Rendy padanya. 

Rendy sendiri bersikap santai seolah itu wajar dilakukan oleh sepasang kekasih atau lebih tepatnya sepasang calon pengantin. What? Sepertinya Rendy sudah mengklaim gadis di sebelahnya ini menjadi calon istrinya. 

Bukan hanya mengklaim tepatnya, tapi juga menekankan kalau perjodohan ini serius ia terima dengan sepenuh hati.

Rendy melepaskan tangan Melissa dengan tak rela saat lampu berubah menjadi hijau dan ia harus kembali fokus pada jalanan.

“Mas, nanti biar Lissa aja yang bilang ke Ayah,” ucap Melissa gugup. Kini mereka berdua sudah berada di halaman rumah Melissa.

“Enggak!” tolak Rendy tegas. Seperti biasa, Rendy memperlakukan gadisnya begitu manis. Melissa tersentak kala Rendy masih saja menggenggam tangannya dengan erat dan lembut.

“M-Mas ,,,?” lirih Melissa. 

“Kenapa?” tanya Rendy cuek.

“I-ini ... Ehm, tangan kita ...?” Melissa sedikit mengangkat tangannya yang berada dalam genggaman Rendy.

Rendy tersenyum. Lalu mengusap kepala gadis itu perlahan. “Nanti biar Mas yang ngomong ke Ayah,” ucap Rendy lembut. Sepertinya mulai sekarang laki-laki itu akan bersikap lembut kepada Melissa. 

Dada Melissa terasa bergemuruh. Debarannya semakin tak terkendali, saat mendapat perlakuan manis dari calon suami. Bukan hanya perlakuan saja. Tapi dari tatapan lembut dan kata-kata manis yang mampu menghipnotis dirinya untuk beberapa saat. Keduanya saling menatap. Hingga Melissa yang terlalu malu menundukkan wajahnya.

Riko yang sengaja mengintip dari dalam rumah pun tersenyum geli. Ia menjadi lebih tenang, karena adik manisnya terlihat bahagia. Dari mana ia bisa tahu? Tentu saja itu terlihat jelas dari sorot mata Melissa saat menatap Rendy dan senyum malu-malu yang ditunjukkan saat dirinya menggoda Melissa. Tapi, Riko menatap aneh dengan pakaian yang dikenakan adiknya. Berbeda dari pagi tadi.

Melissa membawa Rendy masuk ke dalam rumah tanpa melepaskan tangannya. Kedatangan mereka disambut oleh Sukma yang panik setelah mendekat karena melihat luka di pipi putrinya.

"K-kamu kenapa, Nak?" tanya Sukma panik.

“Kita duduk dulu Bun, nanti Rendy jelaskan,” sahut Rendy cepat dan sopan.

Sukma menatap Rendy kemudian dan mengangguk. Ia meraih lembut tangan Melissa, membawanya duduk di sofa ruang tamu.

Riko yang baru saja dari ruang keluarga pun keluar menemui Rendy. Pria itu duduk di sebelah Melissa. Namun saat mendapati luka di tangan adik manisnya itu, ia mengalihkan tatapan tajamnya ke arah Rendy.

'Gawat!  Tatapan Kak Riko menyeramkan saja!' gumam Rendy seraya bergidik.

Mendapat tatapan tajam dari  calon Kakak Ipar, Rendy di landa kegugupan dan langsung saja menjelaskan kejadian yang sebenarnya. 

“Jadi pelaku sudah diproses?” tanya Riko menuntut ke arah Rendy.

“Sudah Kak. Tadi Mama sudah menelepon pihak kampus dan besok Ayah atau Bunda diperkenankan datang untuk proses lebih lanjut.” jawab Rendy.

“Baiklah.” sahut Riko. Pria itu mengalihkan tatapan ke Bundanya, “Biar Riko ya Bun, yang datang ke kampus Lissa, besok?” pinta Riko lembut yang mendapat anggukan dari Sukma.

Rendy merasa lega. Pun dengan Melissa yang diam-diam melirik ke arah Rendy  dengan memberikan senyuman.

Itu semua tak lepas dari pengamatan Riko yang tak mengalihkan matanya dari adik kesayangannya. 

Setelah Rendy pamit, Melissa memilih masuk kamar. Ia meletakkan sling bag di tempatnya dan merebahkan tubuhnya ke tempat tidur. Pikirannya kembali pada kejadian tadi pagi di kampus.

Melissa tidak pernah mengira bahwa kedekatannya dengan Rendy,  dapat mengakibatkan hal seperti itu.

Ini baru permulaan. Bagaimana kalau mereka tahu aku dan Rendy menikah? Belum menikah saja mereka sudah seperti ini. Aku tidak akan bisa membayangkan hal-hal ke depannya. Ya Tuhan! Semoga saja semuanya baik-baik saja. 

Memikirkan kemungkinan yang akan terjadi, membuat kepala Melissa pusing. Ia memijat kedua pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut. Hingga suara halus ketukan pintu terdengar.

Tok ... tok ... tok ...

“Dek, ini Kakak? Apa Kakak boleh masuk?” seru Riko dari luar.

Melissa beranjak bangun, dan membuka kunci pintu untuk Kakaknya. “Masuk Kak.” Ia pun kembali merebahkan tubuhnya ke tempat tidur.

“Ada yang mau Kakak tanyakan! Tapi kamu harus jawab yang jujur!” titah Riko tegas.

Melissa mengangguk. “Iya Kak. Lissa akan jawab dengan jujur.”

Riko duduk di samping adiknya itu. Kedua matanya melembut dan intonasi bicaranya pun pelan.

“Kenapa kamu bisa di bully di kampus? Kamu berdebat dengan mereka? Atau  mereka memang biasa mengusili kamu?” tanya Riko beruntun.

Melissa menggeleng dan itu membuat Riko menyimpulkan sesuatu.

“Karena Rendy?” tebak Riko. Mendapati respon adiknya yang menegang, ia tahu jawabannya.  Ia menghela napas dalam-dalam  guna menghalau sekelebat emosi yang datang.

“Tebakan Kakak benar? Ini gara-gara Rendy?” desak Riko.

“Iya Kak,” jawab Melissa tanpa berani menatap Kakaknya. 

“Kamu cinta sama Rendy?”

“Ehm ,,, ehm ,,,” Melissa bingung mau menjawab apa. Apakah ini cinta? Kalau pun iya, apa tidak terlalu dini menyimpulkan itu semua?

“Ckckck, Kakak udah tau jawabannya,” decak Riko sambil tersenyum geli.

Wajah Melissa merona. Kakaknya ini paling ahli menggodanya.

“Rendy sudah pernah bilang cinta ke kamu?” tanya Riko, kepo.

Melissa menggeleng. Karena memang hubungannya dan Rendy tidak baik-baik saja selama di kampus. Tapi perlakuan manis laki-laki iu cukup membuat dirinya nyaman berada di sekitar Rendy.

“Kamu tau sesuatu gak?”

“A-apa Kak?” 

“Sebenarnya Kakak kurang setuju saat Ayah berniat menjodohkan kamu. Karena Kakak pikir kamu masih perlu menyesuaikan diri. Dan umur kamu juga masih terlalu muda.” Riko menjeda perkataannya. “Tapi, setelah Kakak bertemu dengan Rendy.  Kakak menjadi yakin bahwa dia bisa melindungi kamu. Bagaimana dia memperlakukanmu beberapa hari ini, itu sudah cukup membuat Kakak menyimpulkan dia adalah pilihan terbaik dari Ayah,” ucap Riko bersungguh-sungguh. “Tapi ...”

“Tapi apa Kak?” potong Melissa, cepat. 

Riko tersenyum geli, melihat ada sorot ketakutan di wajah Melissa.

“Tapi, kamu harus bisa menjaga diri dari Rendy. Bukan malah pasrah saja. Ingat! Kalian belum menikah!” Riko menatap adiknya dengan serius.

“M-Maksud Kakak a-apa ya?” tanya Melissa, gugup.

Tangan Riko menyentuh dahi adiknya. “Kamu pikir Kakak tidak tahu apa yang Rendy lakukan kemaren di teras?” ucap Riko menaikkan satu alisnya.

Wajah Melissa seketika pias. Ingatannya kembali pada kejadian kemarin. Ia tidak menyangka Kakaknya mengetahui jika Rendy menciumnya.

"Sudah ingat?" desak Riko yang belum ingim menyerah menggoda Melissa. Padahal dari raut wajah gadis itu, sudah bisa ditebak ke mana pikirannya. 

"L-Lissa ingat," jawabnya singkat.

"Ya sudah, kamu istirahat saja! Besok biar Kakak yang anter kamu ke kampus,” ucap Riko tegas dan keluar dari kamar Melissa kemudian. 

Tring  ...

Satu notifikasi masuk ke ponsel Melissa. Gadis itu buru-buru mengambil ponsel dari dalam tasnya.

>>Mas Rendy

Sayang,

Lagi ngapain?

Melissa tersenyum malu-malu dan mulai mengetikkan beberapa pesan balasan.

//Me

Belum Mas,

Tadi bicara sama Kak Riko,

Tak menunggu lama pesan tersebut mendapat balasan.

>>Mas Rendy

Oh, gitu ya?

Besok Mas jemput, ya?

Jari-jari Melissa kembali menari di atas keyboard ponselnya.

>>Me

Enggak usah, Mas.

Kata Kak Riko, besok aku bareng Kakak ke kampus,

Sekalian mau menghadap ke dosen,

Tring ...

Mas Rendy

Oh ,,, Ok!

Mas tunggu kamu di kampus,

Setelah membaca  balasan dari Rendy,  Melissa memeluk ponsel dan berguling-guling di atas kasur dengan wajah memerah.

Bersambung  ....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status