“Gila!” seru Erza saat mendengar ucapan dari Keenan.
Erza tahu betul bagaimana sikap dan sifat sahabatnya. Hampir dua belas tahun dia mengenal Keenan. Dari mereka umur 16 tahun sampai sekarang berumur 28 tahun.
Keenan Setyawardhana adalah laki-laki yang sangat tidak respect kepada kaum hawa. Dia merasa para wanita itu adalah sampah! Selain itu Keenan memiliki trauma masa kecil, yang dia sendiri tidak ingin mengingatnya.
“Sejak kapan aku tidak gila, Erza?” timpal Keenan dengan puas. “Sudahlah, kamu lebih baik istirahat. Terima kasih sudah memberikan informasi yang berharga,” imbuhnya sambil menepuk pundak sahabatnya itu.
“Terus bagaimana dengan gadis itu?” tanya Erza khawatir.
“Itu biar aku yang urus,” tandas Keenan, kemudian dia berlalu meninggalkan Erza yang masih terdiam di tempat.
***
Dingin. Gladys merasakan udara dingin mulai menembus pori-pori kulitnya, bahkan menembus sampai ke tulang. Pendingin ruangan di kamar tersebut sedari tadi menyala. Sedangkan dia tidur telentang dengan posisi terikat dan tanpa busana.
Gadis itu mencoba memutarkan pergelangan tangan kanan maupun kirinya. Berharap ikatan itu segera mengendur. Namun sudah hampir lima menit usahanya itu tidak membuahkan hasil. Akhirnya Gladys pasrah dengan keadaannya yang sangat menyedihkan. Pipinya sudah basah dengan air mata yang sedari tadi meluncur dengan bebas.
Terdengar suara gagang pintu di tekan. Gladys langsung menoleh ke arah sana dengan napas yang terengah-engah. Rasa takut kemudian muncul kembali pada dirinya. Pasti itu Keenan! Dia pasti akan kembali menyiksa Gladys.
Di balik pintu muncul sosok laki-laki berperawakan 175 cm. Dugaan Gladys benar, laki-laki itu adalah Keenan. Dia masuk dan langsung menutup pintunya lagi. Lalu matanya kini tertuju pada Gladys yang sedang telentang tak berdaya. Kemudian dia mendengus dan berjalan ke arah lemari besar miliknya.
“Pak … tolong saya. Maafkan saya,” rengek Gladys. Dia sudah merasakan sakit diseukujur tubuhnya. Posisi terikat seperti ini membuat seolah tangan dan kakinya ditarik secara paksa.
“Kamu ingin saya lepaskan?” tanya Keenan.
Gladys mengangguk cepat. “I-iya, Pak,” ucapnya antusias.
Tak merespon perkataan Gladys, Keenan malah melemparkan kemejanya ke atas tubuh polos Gladys. Gadis itu terheran-heran, dengan posisi terikat dan kepala sampai bahunya terangkat ke atas.
“Cepat pakai!” perintah Keenan sambil mengangkat dagunya, dia menuju meja dan menuangkan wishky yang kemudian diteguk secara perlahan.
Gladys menautkan alisnya bingung. Maaf, bagaimana bisa Gladys menggenakan kemeja tersebut? Sedangkan posisi Gladys saja masih terikat.
“Kenapa diam saja? Saya bilang cepat pakai!” perintah Keenan lagi.
“Pak … bagaimana saya bisa memakai kemejanya? Sedangkan saya terikat seperti ini,” sanggah Gladys kesal. Karena dia merasa Keenan ternyata laki-laki yang bodoh, tiba-tiba saja dia berani berkata demikian.
“Usaha dong! Udah untung saya kasih kamu kemeja, lihat bajumu gak beraturan gitu! Masa sekarang saya harus membantumu lagi?”
‘What? Hello, excusme Mr. Keenan. Siapa suruh kamu menggunting bajuku?’
Gladys hanya bisa menelan salivanya. Percuma jika dia harus berdebat dengan Keenan, dia akan kalah dan … entahlah Keenan akan melakukan apa lagi padanya. Diikat dan ditelanjangi seperti ini saja sudah membuat Gladys frustrasi dan merasa tercela.
Akhirnya dia mencoba menggerakan pergelangan tangan dan kakinya. Sesekali dia mencoba menarik tangannya, namun nahas jika dia menarik tangan kanannya mendekat ke tubuhnya maka tangan kirinya akan ketarik ke atas. Sungguh itu menyakitkan bagi Gladys.
“Aww!” pekik Gladys, ketika merasakan perih dan juga panas akibat gesekan antara kulit dan tali yang mengikatnya. Dia juga melihat darahnya merembes pada tali tersebut. Rasa perih dari luka itu membuat mata Gladys berkaca.
Sedangkan Keenan, dia masih melihat aksi Gladys yang sedang berusaha melepaskan dirinya. Hatinya menggeletik senang, melihat perempuan tak berdaya seperti Gladys cukup membuat dirinya terhibur. Apalagi akhir-akhir ini dia sedang merasa pusing dengan pekerjaannya. Selain itu dia juga sudah lama tidak pernah bersenang-senang dengan perempuan seperti ini.
Ya, beginilah cara Keenan untuk memuaskan hasratnya. Tak hanya mencicipi wanita, tapi dia juga menyiksa mereka. Biasanya dia harus membayar mahal jika harus melakukan itu pada para wanita itu. Tapi malam ini dia bisa melakukannya dan menonton pertujukan ini secara gratis.
“Pak … aku mohon aku udah nggak kuat. Sakit banget,” rintih Gladys yang sudah menyerah dengan keadaanya. Dia hanya ingin dilepaskan dari ikatan ini dan pulang dengan tenang. Wajahnya sudah menunjukkan ekspresi putus asa.
Keenan tersenyum sambil mendengus. Kemudian dia langsung menghampiri Gladys dan mata mereka saling bertemu. Tatapan memelas itu membuat Keenan ingin merasakan sensasi yang lebih dari gadis itu. Ah, jika saja tadi Erza tak memanggilnya, sepertinya dia akan menyantap dan menikmati tubuh Gladys yang sangat putih dan mulus ini.
Namun sayang, saat ini Keenan sudah kehilangan mood untuk melakukan itu. Mungkin lain kali saat tak ada pengganggu seperti Erza dia bisa menikmati tubuh gadis ini. Sedetik kemudian Keenan langsung melepaskan ikatan yang mengikat tangan dan kaki Gladys. Gladys merasa takut namun sedikit senang. Akhirnya laki-laki ini melepaskan ikatannya.
Setelaah ikatan itu terlepas, Keenan membuka laci pada nakasnya. Sedangkan ketika ikatan itu terlepas, Gladys langsung duduk dan menarik selimut yang ada di atas kasur itu. Kemudian dia meringkuk sambil bergetar dan menutupi seluruh tubuhnya.
“Berikan tanganmu,” ucap Keenan dengan tiba-tiba.
Sontak Gladys menoleh ke arah Keenan dengan tatapan takut. Dia menggeleng cepat, tak ingin menuruti perintah dari laki-laki biadab seperti Keenan.
‘Oh Tuhan. Aku hanya ingin pulang.’
BERSAMBUNG ….
***Halo, kak. Jangan lupa klik tanda plus dalam lingkaran di pojok kiri aplikasi, ya. Supaya kakak langsung berlangganan ceritaku. Terima kasih banyak <3 sehat selalu untuk kita semua :*Delapan belas tahun kemudian.... “Raynald. Selamat atas kelulusanmu, ya,” ucap Gladys pada anak pertamanya itu. Raynald Setyawardhana, anak pertama Gladys dan Keenan itu baru saja melangsungkan kelulusannya di bangku SMA. Walau sebenarnya Raynald berstatus anak angkat, tapi Keenan tak keberatan untuk memberikan nama keluarganya pada Raynald. “Terima kasih, Ma,” balas Raynald. Kemudian dia melihat ke arah ayahnya yang sedang berdiri di samping ibunya. “Hebat. Terima kasih sudah terus berusaha untuk menjadi yang terbaik,” puji Keenan pada Raynald. Gladys dan Keenan benar-benar menyanyangi Raynald seperti anak mereka sendiri. Karena bagaimanapun juga, mereka bisa merasakan perasaan terbuang seperti apa. Jadi, sebisa mungkin mereka selalu memberikan kasih sayang pada Raynald. Mereka pun sengaja tidak memberitahukan siapa Raynald sebenarnya. Karena mereka tidak ingin kehilangan anak laki-lakinya itu. “Rayna ke mana?” tanya Raynald.
“Neng Gladys!” panggil Bi Iyah. Gladys yang sedang membaca buku itu pun menoleh ka arah belakang. “Kenapa, Bi?” tanya Gladys. Bi Iyah menghampiri Gladys. Wajahnya itu terlihat sedang kebingungan. “Neng, ikut dulu sama Bibi, yuk!” pintanya. Tak ingin banyak bertanya, Gladys menutup buku dan menyimpannya di atas meja. Kemudian dia beranjak dan mengikuti Bi Iyah. Mereka keluar rumah dan menuju pos penjaga. “Ada apa?” tanya Gladys lagi. Bi Iyah memberikan kode pada dua orang penjaga. Para penjaga itu juga nampak kebingungan. “Ja-jadi gini, Bu,” ucap seorang penjaga yang bernama Beni. “Tadi saya menemukan ini di depan gerbang.” Beni memperlihatkan sebuah keranjang yang sedari tadi dia sembunyikan di belakang badannya. Gladys mengerutkan alisnya. Kemudian dia melangkah dan mendekat untuk melihat isi dari keranjang itu. Terlihat ada kain yang membungkus sesuatu. Saat Gladys mencoba menyingkap sebagian kain itu, matanya seketik
“ Gladys,” panggil Keenan.Gladys yang sedang melakukan perawatan malam pada wajahnya itu langsung menoleh ke arah Keenan. Suaminya itu sedang menyandarkan punggungnya pada sandaran kasur sembari memegang tablet miliknya.“Kenapa?” tanya Gladys.“Kalau udah selesai ke sini. Ada yang ingin aku bicarakan,” ucapnya dengan nada serius.Gladys mengangukkan kepalanya, lalu dia segera menyelesaikan pekerjaannya. Setelah selesai, Gladys langsung menghampiri Keenan, dan duduk bersandar di samping sang suami.“Ada apa?” tanya Gladys. Dia melihat keseriusan dari wajah laki-laki itu.Keenan langsung mendekatkan dirinya pada Gladys. Kemudian melingkarkan tangannya pada perut sang istri. Memeluk Gladys dengan penuh kehangatan.“Kalau aku minta kamu berhenti kerja, gimana?” tanya Keenan pada istrinya itu.Gladys langsung menoleh ke arah Keenan dengan eskpresi terkejut. “Loh, ke
WARNING CONTENT!Harap bijak dalam membaca~Happy reading~***Melihat Gladys benar-benar ketakutan, Keenan tiba-tiba tertawa. “Hahaha. Kamu masih takut?” tanya Keenan. Dia memundurkan sedikit tubuhnya.Gladys hanya diam, dia merasa bingung. Tidak boleh lega dulu, karena Keenan sering sekali berubah suasana hati.Keenan melirik ke arah Gladys yang masih terlihat tegang. Dia kemudian tertawa lagi, sungguh lucu sekali wajah ketakutan istrinya itu. Kemudian dia langsung mengelus puncak kepala Gladys.“Nggak, Sayang. Aku cuman bercanda. Aku sekarang udah nggak mau melakukan hal itu sama kamu,” ucap Keenan.“Bercanda?” tanya Gladys. Dia masih mencoba meyakinkan dirinya terlebih dahulu.Anggukkan kecil menjadi jawaban dari Keenan untuk pertanyaan Gladys. “Iya, bercanda. Aku nggak akan pecat Reza atau menghukum kamu. Aku cuman bercanda,” terangnya.“Bene
“Kenapa kamu repot-repot bawa aku ke sini, sih?” tanya Gladys. Kini Gladys dan Keenan sedang duduk di teras hotel yang mereka tempati. Sembari menikmati sunrise di Maladewa.“Kenapa memangnya?” tanya Keenan. Dia sedang mengalungkan tangannya di pundak Gladys. Duduk di belakang istrinya sembari memeluknya lembut.“Maksudnya Bali juga sudah cukup. Kita nggak usah jauh-jauh ke sini,” ucap Gladys.Keenan menggeleng. “Aku bosen sama Bali, Sayang. Sekali-kali kita main-main di luar negeri tidak masalah, kan?” Keenan meletakkan dagunya di pundak Gladys.Gadis itu menarik sudut bibirnya. “Aku jadi nggak enak. Padahal kerjaanmu lagi banyak banget.”“Ssst! Jangan bilang begitu. Sudah jadi kewajibanku buat membahagiakanmu. Apa pun pasti aku lakukan, Gladys. Dan aku juga ingin menebus semua kesalahanku padamu.”“Ssst!” Gladys menempelkan telunjuknya pada bibir Keenan. &l
“Keenan, kalau kamu sibuk, nggak usah repot-repot harus ke luar negeri gini,” ucap Gladys. Dia sedang sibuk mengemas barang-barang pribadi miliknya dan Keenan ke dalam koper.Laki-laki itu mendekat pada istrinya. Kemudian dia melingkarkan kedua tangannya pada pinggang Gladys, memeluk sang istri dari belakang.“Aku nggak sibuk, Sayang. Lagi pula kita kan belum berbulan madu,” timpal Keenan. Laki-laki itu kini mengecup tengkuk Gladys.Seketika Gladys merasa geli dan menghentikkan aktivitasnya. Dia mencoba melepaskan pelukan Keenan dan kemudian berbalik menatap sang suami.“Kemarin, kan, di Bali udah. Lagian kita udah hampir setengah tahun menikah. Masa masih bahas bulan madu segala.”“Itu bukan bulan madu. Kemarin kita ke Bali sambil kerja. Sekarang aku cuman pengin berdua sama kamu. Nggak ada tuh mikirin yang namanya kerjaan.” Keenan mengusap pipi Gladys lembut.Satu bulan setelah mereka menikah