“Papa mana ya? Kok belum datang juga?” tanya Sam lesu. Sejak tadi lehernya terus terulur kearah gerbang sekolah dan berharap mendapati mobil Gala datang untuk menjemputnya.
Bintang yang baru saja selesai rapat, terkejut melihat Sam masih berada di sekolah. Bintang langsung berlari menghampiri Sam yang terlihat pucat.
“Samudra, kamu masih disini? Ayo ibu antar pu...... astaga, panas sekali badanmu, nak.” Bintang kaget saat memegang tangan Sam, panas. Tanpa menunggu jawaban, Bintang langsung menggendong Sam kemobil dan membawa Sam ke Klinik terdekat.
“Bagaimana, Dok?” tanya Bintang setelah Sam selesai diperiksa dokter. Bintang terus memegang tangan Sam karena sangat khawatir.
“Anak ibu kelelahan dan kekurangan asupan makanan. Istirahat sebentar disini. Nanti jika keadaan sudah membaik bisa dibawa pulang. Tolong diperhatikan pola makan dan jam istirahatnya ya bu. Saya akan memberikan resep obatnya.” Sang Dokter memberi penjelasan tentang sakit Sam.
“Baik dok, terima kasih.”
Setelah dokter pergi, Bintang mencoba menghubungi papanya Sam. Tapi tidak diangkat. Bintang terus mencoba berharap bisa secepatnya memberi kabar kepada orang tua Sam. Ia berencana akan keluar sebentar untuk menebus obat dan membeli air minum. Tapi belum sempat Bintang beranjak, tiba-tiba tangannya dipegang oleh Sam. Sam mengigau.
“Mama.... mama jangan pergi tinggalin Sam. Sam tidak mau mama pergi. Mama disini saja” Sam terus memanggil-manggil mamanya dengan mata terpejam tetapi penuh dengan air mata. Bintang tidak tega meninggalkan Sam dan kembali duduk di sebelah ranjang Sam dan mengusap-usap kepala Sam.
“Sam sayang. Mama disini, Nak. Mama janji akan selalu sama Sam.” Bintang terus mendampingi Sam hingga ia merasa tenang. Terdengar suara HSamponenya berbunyi ‘papa Sam’.
“halo...” terdengar suara pria dari seberang sana.
“Ya halo...” jawab Bintang.
“Apakah ibu sedang bersama Sam? Saya datang kesekolah tetapi Sam tidak ada?”
“Sam bersama saya. Bisa bapak datang ke klinik Kurnia Medika?”
“Baik, saya akan kesana menjemput Sam.”
Tak lama kemudian, Gala sampai di Klinik Kurnia Medika.
Tuk tuk tuk...
Suara sepatu Gala menggema di ruangan itu. Orang-orang disana terpana melihat wajah Gala yang super tampan itu. namun pria itu cuek saja dan tetap fokus pada tujuan utamanya, mencari Sam. Gala kaget melihat Sam yang terbaring lemah diranjang pasien.
Sadar ada seseorang yang masuk keruangan itu, Bintang sontak menoleh.
Deg...
Galaxy...
“Kenapa Sam? Kenapa dia terbaring disini? Apa dia sakit? Atau dia berkelahi dengan temannya?” tanya Gala bertubi-tubi lalu menghampiri ranjang Sam tanpa melihat Bintang.
“Sam demam. Tadi sudah mendapatkan penanganan dari dokter. Kalau segera membaik, Sam bisa dibawa pulang. Ini resep yang diberikan dokter. Tadi mau saya tebus tetapi Sam terus mengigau dan memegang tangan saya. Jadi saya nggak bisa kemana-mana.” Bintang menjelaskan kemudian memberikan catatan yang diberikan dokter kepada Gala.
“Saya akan menebus obat ini. Bisa ibu menjaga Sam lagi sampai saya kembali?” tanya Gala datar dan dingin. Karena ia belum tahu dengan siapa dirinya berbicara.
“Iya, saya akan menjaga Sam sampai Sama kembali.”
Setelah mendapat jawaban dari Bintang, Gala pun pergi menebus obat di Apotek. Saat Gala kembali, Sam sudah sadar.
“Papa...” panggil Sam sambil merentangkan tangan kirinya. Tangan kanannya tetap memegang tangan Bintang.
“Ya, Sam, are you oke?” tanya Gala, ia pun memeluk putra semata wayangnya. Gala memegang dahi anaknya, panasnya sudah mulai reda.
“Aku baik-baik saja. Cuma ngantuk, pengen tidur.” Sam menguap meski dirinya baru saja bangun tidur. “Apa Sam sudah bisa pulang, Pa?”
“Maybe. Kita coba tanya dokter ya?”
Kemudian Gala berdiskusi dengan dokter, dan Sam bisa pulang karena kondisinya sudah membaik.
“Papa, ibu guru boleh ikut Kita pulang?” tanya Sam dengan wajah memelas. Tangan kanannya terus menggenggam tangan Bintang, tak mau melepasnya barang sedetikpun.
“Ibu guru akan pulang kerumahnya, Sam. Sam pulang dengan papa saja.” Gala mencoba untuk memberikan pengertian pada Sam.
“Tapi Sam ingin bersama Ibu guru” rengek Sam mulai menangis.
Bintang yang tak tega melihat Sam menangis, mengusulkan untuk menyetujui permintaan Sam. “Kalau boleh, saya mau ikut mengantar Sam pulang. Kebetulan saya sudah nggak ada kegiatan setelah ini.” Bintang mencoba memberi solusi.
Gala hanya meberi anggukan tanda setuju.
Mereka pun pergi dari Klinik tersebut, Gala menggendong Sam dan Bintang berada disampingnya membawa plastik berisi obat, tentu saja tangan Sam menggandeng tangan Bintang. Mereka layaknya keluarga kecil yang sempurna.
Gala mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang, sedangkan Bintang dan Sam duduk di bangku penumpang. Mobil Bintang sudah dibawa oleh Johan, supir Gala.
Bintang memeluk Sam yang masih lemas. Selama perjalanan tidak ada pembicaraan. Terutama Bintang, ia masih sedikit kaget bisa bertemu dengan Gala, lagi. Gala tetap fokus melihat jalan dengan sesekali melirik kearah Sam dan Bintang. Ia sangat khawatir dengan kondisi Sam yang masih terlihat lemas dan pucat.
Dan satu hal lagi. Meski tidak terlihat, tapi Gala syok melihat wanita yang sedang memeluk Sam. Bintang Ayudia Hapsari, Wanita yang selama ini dicarinya sedang duduk disamping putra semata wayangnya.
“Sam, ada apa? Apa kita harus kerumah sakit sekarang?” tanya Gala ketika melihat wajah Sam yang masih pucat dan gelisah dipelukan Bintang.
“Nggak, Pa. Kita pulang saja. Sam ingin istirahat dirumah. Tapi Sam ingin tetap ditemani sama ibu guru. Ibu mau kan temani Sam sampai sembuh?” wajah sam mendongak, menatap wajah Bintang yang juga sedang menatapnya.
Bintang tersenyum dan mengecup dahi Sam. “Iya, ibu akan temani Sam sampai Sam sembuh,” jawab Bintang sambil melirik kearah Gala.
Gala hanya diam. Tak menanggapi ucapan Bintang.
Tak lama mereka sampai. Ketiganya memasuki rumah dengan posisi sama seperti mereka keluar dari klinik tadi. Para pelayan tersenyum melihat pemandangan itu. Tak pernah ada yang bisa sedekat itu dengan Gala ataupun Sam kecuali Renata. Gala seperti menjaga jarak dengan wanita-wanita yang mendekatinya. Ia selalu bersikap dingin dan tidak perduli. Kontras dengan kehidupannya dimasa lalu.
TO BE CONTINUE...
Mereka berjalan kelantai dua, langsung menuju kamar Sam. Baru saja membaringkan Sam diatas tempat tidur, ponsel Gala berdering.“Halo Kiran.. Tidak bisakah kau rubah jadwal pertemuan sore ini? Sepertinya aku tidak bisa pergi.” Gala mencoba untuk mengatur ulang jadwalnya dan tetap dirumah untuk menjaga Sam.“Tapi klien sudah menunggu anda, pak,” jawab Kiran dari sebrang sana.Gala menghela napas pelan. Pada akhirnya ia harus pergi meninggalkan Sam yang masih sangat membutuhkannya. “Baiklah. Aku akan segera kesana.”“Papa akan meninggalkan aku lagi?” tanya Sam sedih setelah mendengar percakapan Gala dan Kiran. Matanya mulai berkaca-kaca karena merasa akan ditinggal oleh Gala.
Jam sudah menunjukkan pukul 02.00, tapi Gala masih belum bisa tidur. Ia berdiri didepan jendela kamar Sam, memandang dengan tatapan kosong keluar jendela. Ada banyak hal yang mengganggu pikirannya, terutama tentang Bintang.Terdengar suara gerakan dari tempat tidur, membuat Gala membalikkan badan dan melihat Bintang sedang berdiri dibelakangnya.“A...anda su..sudah pulang?” tanya Bintang terbata. Ia terkejut karena terbangun masih berada dikamar Sam dan ada laki-laki asing disana. “Maaf saya ketiduran tadi waktu membacakan buku cerita. Karena Sam sudah membaik dan andapun sudah disini, saya permisi,” sambungnya.“Tidak baik seorang gadis pulang sendirian. Tidurlah disini sampai pagi,” pinta Gala tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Binta
Bintang menunduk dan mulai meremas-remas tangannya. “Tasku ketinggalan dikamar Sam!”“WHAT??”“Kunci rumah, mobil, dan ponsel semuanya ada ditas itu. Kunci serepnya dibawa Mondy. Semalam dia menghubungiku kalau malam ini akan menginap dirumah saudaranya,” Bintang mencoba menjelaskan. Dan berusaha untuk tidak panik.“Kalau begitu kita kembali saja. Nanti aku antar lagi,” ucap Gala menenangkan. Ia masih berdiri dengan tangan diselipkan kedalam saku celana. “Hmm, atau aku hubungi Johan untuk membawa tas dan sepatumu. Lagi pula mobilmu masih disana.”“Mungkin ide yang ke dua lebih baik dari pada harus mondar mandir,” jawab Bintang.
Ting Tong Ting Tong.......Bintang membalikkan badan, menatap pintu depan. Bintang merasa sedikit takut. Pasalnya, tidak pernah ada orang yang bertamu kerumahnya tengah malam seperti ini. Bintang meraih sebuah teplon dan digenggamnya dengan erat layaknya memegang pemukul bola baseball. Berjalan mengendap-endap mendekati pintu depan. Ia memutar pelan kunci pintu, dan ketika pintu terbuka Bintang mengayunkan teplonnya dengan mata tertutup. Dan .....Praaaaaankk“Aaaaaawwwwww”Teplon yang Bintang ayunkan tepat mengenai kepala orang dibalik pintu. Bintang akan mengayunkan lagi teplon dalam gengamannya, namun segera ditahan....“Bintang, stop please!” u
Hooooooaaaaammssss......Sudah beberapa kali Bintang menguap. Semalam ia hanya tidur jam. Dan sekarang, rasa kantuk benar-benar menghantuinya. Padahal masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.“Ibu Bintang lagi nggak enak badan ya? Dari pagi tadi terlihat lesu,” anya Ica ketika melihat Bintang yang sedang menyandarkan kepalanya diatas tangannya yang terlipat dimeja.“Sepertinya saya masuk angin, Bu. Sudah 2 malam ini nggak bisa tidur,” jawab Bintang mengangkat wajahnya. Terlihat lebih pucat dari biasanya.“Ibu Bintang butuh istirahat. Jangan dipaksakan. Saya bantu urus proposal ke donatur kita gimana?”“Waah, beneran Bu Ica
Bintang pun memacu mobilnya kembali menuju sebuah alamat dimana sebelumnya Bintang sempat membuat janji. Ia sudah melakukan janji temu dengan donatur selanjutnya dan setuju untuk menemui Bintang. Bintang masuk ke sebuah cafe dan ternyata donatur itu sudah menunggunya.Ditatapnya punggung yang sepertinya cukup dikenalinya itu. Seperti pernah bertemu sebelumnya.“Oh jadi ini Mr. Perdana?” Bintang menghempaskan tubuhnya dan duduk dihadapan Dion yang kini hanya meringis menatapnya. Sebelum itu dia juga sempat memesan kopi yang sudah menjadi minuman favoritnya.“Sebenarnya aku mau kasih kejutan sama kamu. Tapi aku nggak bisa nunggu lama lagi..”“Dan aku cukup terkejut Bapak Mr. Perdana.” Bintan
Akhirnya weekandpun tiba. Mondy tengah bersiap untuk pindahan. Dari semalam ia sudah mengepak barang yang akan dibawa.Tok tok tok...Terdengar suara ketukan pintu. Bintang menyembul di sebaliknya. “Ada yang bisa aku bantu?”“Udah selesai kok, tinggal berangkat aja. Lagian barangku enggak banyak,” ucap Mondy.Bintang mendekati Mondy dan memeluknya. “Aku seneng kamu disini. Rasanya sepi nggak ada kamu!” Mata Bintang mulai berkaca-kaca. Ia sudah merasa kesepian bahkan saat Mondy masih berada dihadapannya.“Aku janji aku akan sering main kesini. Aku juga sedih, tapi mau gimana lagi. Mungkin ini keputusan terbaik.”Bintang menganguk. “Kamu baik-baik disana. Jangan telat makannya. Jangan suka begadang nonton drakor lagi. Nanti tambah terlambat kekantor.”
Bintang, Bara, Mondy dan Dion masuk diarea Foodcourt disebuah mall. Mereka memutuskan untuk makan siang terlebih dahulu sebelum tiba dikontrakan Mondy. Mereka memesan beberapa menu makanan berat dan jus.“Ini salah satu mall milik temanku. Sangat reccommend karena makanannya bersih dan enak,” ucap Dion memecah keheningan, lebih tepatnya berbicara pada Bara.“Betul. Selain itu Viewnya juga bagus. Pemilihan tempat dan tata ruangnya juga keren. Pasti orangnya sangat hebat bisa membuat tempat seperti ini,” sahut Bara.“Ya, dia memang orang yang hebat.” Dion menyetujui ucapan Bara. “Oya setelah ini kemana?”“Aku pergi belanja dulu, ada beberapa peralatan yang harus ku beli,” jawab Mondy.“Kalau aku mau beli lipstik. Lipstikku habis,” lanjut Bintang tak mau kalah. Namanya juga