Share

Bab 7

"Heh, lo mau sampe kapan tidur di sini?"

Seperti mendengar suara seseorang, Irin perlahan membuka matanya.

Irin terpekik saat melihat Dante sedang berjongkok di hadapannya.

Menatapnya tajam,

"Gue pikir lo bunuh diri nyebur ke laut,"

Deggg

Irin hanya menahan napasnya saat Dante mengatakan hal itu, dia pun bangkit dari duduknya.

Ya, sejak sore Irin masih berada di bawah pohon kelapa, Irin tertidur di sana.

Irin merasakan kedamaian yang menyejukkan ya sesaat.

Dante merasa geram karena tanpa terimakasih, Irin justru meninggalkannya.

Dante melihat Irin berjalan sambil memeluk tubuhnya sendiri, Irin terlihat rapuh.

"Kenapa kamu jadi kurus," gumam Dante lirih, namun terbesit pikiran yang membuatnya merasa benci dengan Irin.

Dia kembali menatap geram padanya, Dante berjalan tergesa mengejar Irin.

"Ah, Dante!" Pekik dan ringis Irin saat Dante menarik tangannya kasar.

"Lo emang orang nggak tau terimakasih, lo malah pergi aja ninggalin gue. Lo harus gue beri pelajaran,"

"Dante, sa..kit," Irin mencoba untuk memberontak namun tak bisa.

Dante menariknya dengan kuat, hingga ia pun pasrah.

Irin pun mulai menangis.

Hingga sampailah mereka di dalam kamar hotelnya.

Dante melempar tubuh Irin ke atas ranjang.

"Dante, hiks… hiks.. ,"

Irin menatap takut pada Dante, ia tak mengerti mengapa Dante sangat membencinya.

"Gara-gara lo, gue gagal seneng-seneng sama Veve. Dan lo, buat gue takut. Takut karena nanti orang tua gue hancur karena ancaman orang tua lo," Irin menggelengkan kepalanya tak mengerti, Dante mencengkram erat rahangnya.

"M-maksud kamu apa, Dante. Aku nggak ngerti,"

Dante tertawa sinis,

"Gue yakin, orang tua gue maksa gue buat nerima perjodohan ini pasti karena ancaman orang tua lo, kan?"

"Aku nggak ngerti apa yang kamu maksud, Dante…"

"Gue muak sama omong kosong lo, dan Lo jangan berharap indah di pernikahan ini, gue nggak sudi punya anak dari lo,"

Deggg

Irin merasakan sesak, ia benar-benar tak mengerti apa maksud yang di ucapkan Dante.

Dante mendorong kasar tubuh Irin dan berlalu keluar dari kamar hotel yang seharusnya untuk mereka memadu kasih.

"Demi Tuhan, aku nggak tau apa maksud kamu, Dante." Lirih Irin yang kini mulai menangis.

Irin pun mengambil sesuatu di dalam tasnya, dan dia kembali lagi seperti hari-hari biasanya.

Sudah sekian lama Irin hidup seperti ini, hidup dalam rasa penyesalan.

Ia ingin lari sejauh mungkin, tapi ia tak mungkin membuat kedua orangtuanya hancur jika ia pergi.

***

Berbeda di tempat lain, Darius dan Emy sedang di interogasi oleh Arman ayah Irin.

"Kalian tidak lupa, bukan? Kalian harus terus mengawasi putra kalian," Arman berdiri di ruang kerjanya sembari menghadap ke luar jendela kaca besar.

Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

Sedangkan sang istri, ia duduk manis di kursi kerja miliknya.

Bukan hal aneh jika Arman memperlakukan istrinya bak seorang ratu. Meskipun usia mereka sudah tak muda lagi, tapi kemesraan dan keharmonisan mereka sudah diketahui oleh publik.

"I-itu, kami sudah mengaturnya dan menyuruh seseorang untuk berangkat hari ini menyusul mereka di Bali," jawab Darius dengan gugup.

"Apa, kau mengatakan hari ini?" Arman yang sedari tadi fokus melihat pada keramaian kota di bawah sana, kini membalikkan badannya dan menatap tajam pada Arman.

"M-maaf, itu karena ___ "

"Aku tidak akan memaafkan siapapun yang melukai putriku lebih jauh lagi, terlebih jika itu putramu. Manusia bodoh yang telah berani meracuni bahkan menghancurkan hidup putriku, tidakkah kalian sadar, sedang berhadapan dengan siapa?" Jelas Arman dan memperjelas seperti apa kekuasaannya di negara ini.

Darius dan Emy hanya terdiam dan menunduk,

"Aku bersumpah putramu akan menyesal seumur hidupnya, aku tak akan membiarkannya hidup tenang jika dia bertindak lebih jauh,"

"Dan aku tau, jika kemarin putriku sudah mendapatkan perlakuan kasar dari putramu, maka dari itu, aku akan mengubah waktu, memberi kesempatan pada kalian hanya dua bulan,"

"D-dua bulan, mas?" Pekik Emy mengulang ucapan Arman.

"Yah, karena aku tak ingin putriku sakit lebih jauh lagi jika putramu masih saja belum sadar apa kesalahannya,"

"Tapi, apa itu tidak terlalu cepat?"

"Bahkan itu terlalu lama untuk putriku, kalian bodoh atau bagaimana? Baru sehari menikah saja putriku sudah di perlakukan kasar, bagaimana jika sampai tiga bulan, enam bulan, setahun? Mungkin putriku sudah menjadi mayat karena putramu, beruntunglah kalian karena aku masih memberikan kesempatan, karena aku tahu jika putriku masih menyimpan rasa pada putramu,"

"B-baiklah, kami akan mencoba untuk membujuk Dante agar dia mengerti, agar dia sadar." Jawab Darius meyakinkan pada Arman.

"Ya, dan harus kalian tau, aku pun mengutus seseorang yang penting untuk selalu mengawasi putriku,"

"Dan sangat menjijikan, putramu membawa j*lang murahan di sana, aku ingin sekali membunuh putra kalian, namun masih ku tahan," ucap Arman panjang dengan mengepalkan kedua tangannya.

"Secara tidak langsung aku membuat putriku jauh semakin terluka jika putra kalian masih tidak mengerti situasinya,"

Mereka pun terdiam, Arman memandang Rosmi dengan raut kesedihan.

"Irin adalah putri kita yang kuat, bunda yakin, dia bisa bertahan."

Arman pun mengangguk tipis pada sang istri,

"Kalian harus tetap rahasiakan hal ini, aku tak ingin putriku menggagalkan misiku untuk memberi hukuman pada putra kalian,"

***

Pukul dua pagi, Dante baru saja masuk ke dalam kamar hotelnya dengan Irin.

Ia dalam keadaan sedikit mabuk, namun ia masih sadar dengan keadaan.

"Apa ini?"

Dante berjongkok saat melihat setetes darah disana,

"Darah apa?" Gumam Dante lirih, lalu kamar mandi terbuka, terlihat Irin keluar dan dengan wajah yang sedikit pucat.

Entah itu perasaan Dante saja atau memang seperti itu adanya?

"Belum tidur, huh?"

Irin diam tak menjawab, ia hanya berlalu menuju ranjang.

Dibawah pengaruh obat-obatan miliknya, Irin pun langsung memejamkan matanya.

Dante mengernyit bingung, seingatnya dulu, Irin adalah gadis yang susah untuk tidur jika ada orang lain di kamarnya.

Lalu, mengapa sekarang? Ah, bukankah itu tidak penting.

Dante mendekati ranjang dan menatap Irin yang kini bernapas dengan teratur.

"Secepat itu?" Gumam Dante, lalu ia mengusap lembut pipi Irin.

"Andai aja lo nggak begitu, gue nggak mungkin sebenci ini sama lo,"

"Karena sikap lo, gue bener-bener kecewa, ini adalah takdir sialan yang buat gue nikah sama lo, gue benci situasi ini,"

"Dan gue, nggak akan nyentuh lo ataupun nges*x sama lo, gue nggak sudi punya anak dari lo, karena lo udah berlaku kejam, lo udah kecewain gue."

"Lo wanita terkejam, murahan dan menjijikan. Lo bakal hidup di neraka sejak lo menikah sama gue,"

Tbc

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status