Giovano menggeram marah. Ia menatap lurus ke depan di mana Yasmin sedang tertawa bersama Raja. Rasa cemburu menguasai dirinya hingga rasanya ingin mendatangi keduanya dan menghajar Raja habis-habisan.Cemburu? Tentu saja!Giovano masih mencintai Yasmin, meskipun ia memutuskan hubungan mereka pada saat masih sayang-sayangnya. Sebenarnya Giovano tidak ingin melakukannya, hanya saja, demi menang taruhan ia rela melakukan itu.“Sial!” maki Giovano sembari menghadiahi tinjunya di tembok sekolah. Ia akan mencari cara untuk memisahkan Yasmin dan Raja. Jika dengan cara berpura-pura babak belur tidak mempan maka ia harus melakukan cara lain.Adu domba!Ide brilian terlintas di otak Giovano. Memanfaatkan Devina mungkin berhasil.Dengan cepat, Giovano berlalu dari sana. Memutuskan mencari Devina untuk melakukan kebohongan dan adu domba. Namun, sudah mengelilingi area sekolah, ia tidak menemukan sosok Devina, justru ia menemukan Ila, cewek yang pernah ia lihat menolong Raja saat ia dan teman-tem
Yasmin menghentikan langkahnya saat menyadari siapa yang ada di ruang makan bersama Amara dan Hamdan. Yasmin menoleh ke belakang di mana Devina sedang berjalan menuju ruang makan. Namun, saat Devina hampir melewatinya, Yasmin menahan tangan Devina agar berhenti.“Ada apa?” tanya Devina menaikkan alisnya.“Lo pasti kaget kalau tahu siapa tamu yang diundang nyokap sama bokap lo.” Yasmin mengulum senyum.Ia sangat yakin kalau sahabatnya kaget jika tahu tamu yang duduk di sebelah ayahnya Devina saat ini.“Siapa, sih? Udah, ah. Gue lapar. Gua gak mau peduli siapa pun tamunya. Yang penting gue makan sampai kenyang.” Devina berucap cukup kuat hingga membuat semua mata tertuju padanya.Yasmin menyenggol lengan Devina, berharap sahabatnya itu melihat ke arah ruang tamu di mana lelaki tampan sedang duduk.“Lo kenapa nyenggol lengan gue, ha?” tanya Devina. Ia masih belum menyadari apa pun.Yasmin menepuk jidatnya. “Lihat dulu di sana, seseorang yang duduk di samping bokap lo itu sungguh memesona
Hal yang pertama Yasmin liat saat tiba di rumah, tepatnya di ruang tamu adalah jas lelaki dan juga tas ransel di atas sofa. Yasmin mengerutkan kening, berpikir sejenak siapa tamu yang datang ke rumahnya. Apa bundanya sudah pulang? Atau ada maling yang menyelinap masuk?Yasmin terus bergerak dan kini tujuannya adalah dapur. Di sana, seorang lelaki membelakanginya dan sibuk mencuci entah apa, Yasmin tidak bisa melihat dengan jelas.Siapa? Pikir Yasmin. Apa kekasih bundanya?“Yasmin.”Sentuhan di pundak Yasmin secara tiba-tiba berhasil membuat si cantik itu tersentak kaget.“Bunda!” pekiknya. “Kapan Bunda pulang?” tanya Yasmin.Viola tersenyum. “Beberapa jam yang lalu.”Yasmin mengangguk. Dia tidak begitu tertarik meskipun begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan kepada Viola.“Ah, iya. Bunda mengajak seseorang ke sini.” Senyum Viola semakin mengembang. Bahkan pipinya memerah. “Calon papa tiri kamu.”Yasmin sudah menduga. Helaan napas terdengar. “Bunda serius ingin menikah lagi?”Viola
Yasmin menatap Raja yang duduk diam di sampingnya. Seperti biasa cowok itu memasang mimik datar, dengan dinding kokoh sebagai pelindung. Namun, bagi Yasmin itu tidak mengapa, toh, Raja sudah membiarkan dirinya masuk ke sana dan mengunci pintu sehingga hanya Yasmin seorang dan tidak ada yang lain.Memang tidak terlalu percaya sebelum Raja mengatakan perasaan padanya, tapi tidak masalah untuk berbangga hati, kan?Sudah 10 menit di taman dekat kompleks rumah Raja, tapi tidak ada percakapan yang terjadi. Keduanya masih terdiam, atau tepatnya, Yasmin menunggu waktu yang tepat untuk mengeluarkan suaranya dan Raja menunggu apa yang Yasmin katakan.“Untuk lo!” Raja menyodorkan kotak kecil berwarna hitam kepada Yasmin.Kening Yasmin mengerut. “Apa ini?” tanyanya sembari mengambil kotak kecil itu.“Hadiah kecil. Anggap aja ini pengikat lo dan gue. Sehingga lo gak akan ninggalin gue apa pun yang terjadi.” Raja menoleh pada Raja. Mengambil kembali kotak itu dan membukanya.Yasmin membulatkan mata
Devina melemparkan tas sekolah di sofa, mendaratkan bokongnya di samping sang mama. Helaan napas terdengar bersamaan kaki yang dientakkan ke lantai.Amara yang melihat itu kaget. Mengalihkan fokusnya pada Devina. “Ada apa, Sayang?” tanyanya penuh kelembutan.Devina menggeleng. Tidak ingin menceritakan permasalahan antara dirinya dan Yasmin. Jika mamanya mendengar, yang ada ia akan dinasihati dan mungkin ... disalahkan, karena memang benar semua karena kesalahannya. Hanya saja Devina ingin menyelesaikan semuanya sendiri.“Sayang, ada apa? Coba katakan ke mama, dong.” Amara menutup majalah yang ia baca. Meletakkan di atas meja lalu menatap fokus wajah putri satu-satunya itu. Ada gurat kesedihan dan kekecewaan di sana. “Mama tahu kalau kamu ada masalah serius. Coba katakan?” Lagi, Amara mencoba membujuk Devina.Devina memeluk sang mama sembari berkata, “Tidak ada, Ma. Perasaan Mama aja kali.” Mencoba menutupi dengan senyum manisnya.Amara mengelus wajah Devina. “Mama tahu kalau kamu boho
Viola membantingkan majalah di depan Yasmin yang sedang duduk melentangkan kaki di atas meja kaca. Sempat kaget bahkan sempat memuncratkan cemilan yang sempat masuk ke mulut lantaran Viola melakukannya secara tiba-tiba.“Ada apa, Bun?” tanya Yasmin heran. Ia merasa Viola terlalu kejam padanya belakangan ini.Viola berkacak pinggang. “Bunda sudah bilang ke kamu untuk memutuskan hubunganmu dengan Raja. Kenapa kamu tidak melakukannya?” Viola berucap dengan nada tidak menyenangkan sama sekali.Yasmin menggelengkan kepalanya. “Bun, Yasmin tidak bisa melakukan itu. Yasmin mencintai Raja,” ucap Yasmin memberi pengertian.Viola menatap Yasmin tajam. “Cinta? Anak SMA mana yang mencintai secara tulus dan bertahan lama? Perasaan kalian itu hanya sekedar cinta monyet tidak akan lebih.”Yasmin kembali menggeleng. “Yasmin mencintai Raja bukan hanya sekedar cinta monyet, Bun.” Yasmin juga mencoba memberi penjelasan. “Kenapa bukan Bunda saja yang mengalah demi putri sendiri. Lagian, papa belum lama m
Raja membuka laci nakas untuk mengambil obat yang selalu ia konsumsi saat depresinya kambuh. Namun, di dalam laci itu hanya menyisakan botol tanpa isi. Tidak ada satu pil pun tersisa. Raja menghela napas kasar dan kembali meraung bersamaan dengan tangannya yang terus memukul lantai.Terduduk di keramik dingin, bersandar pada ranjang. Tangan kanan menarik rambut sedang tangan kiri terus saja bermain di lantai, memukul dan terus memukul.Sekarang bukan hanya dinding yang penuh noda darah, tapi juga lantai. Raja seolah tidak peduli akan itu, bahkan tangannya saja sudah terluka tidak terasa sakit sama sekali, karena luka sebenarnya ada di hati dan perasaannya.“Tuhan, kenapa Engkau hukum aku seperti ini?” Raja terisak.Tidak ada niat menyalahkan Tuhan, hanya saja Raja terlalu lelah menghadapi setip tekanan yang menyerangnya dari dalam.Raja mengambil ponselnya di atas nakas, menekan nomor Yasmin dan saat tersambung, ia langsung memanggil nama Yasmin lirih.“Yasmin ....”Yasmin di ujung te
Yasmin menelan salivanya susah payah saat kakinya menginjak lantai pekarangan rumah milik kekasih dari bundanya itu. Dalam hati bercampur aduk, antara khawatir, takut, sedih dan juga kecewa berat pada banyak hal. Salah satunya pada bundanya.Pemikiran Yasmin sedari tadi tertuju pada Raja yang entah bagaimana responsnya saat tahu dirinya akan menjadi adik tiri Yasmin. Jujur, Yasmin tidak bisa melepas hatinya pada Raja, ia sudah terlaku mencintai juniornya itu walau kebanyakan orang bilang termasuk sang bunda jika cinta yang dimiliki Yasmin hanya cinta monyet.Persetan dengan pendapat orang lain. Yang harus ia percaya adalah hatinya dan tentu saja Raja yang sudah mengikatnya dengan janji yang penuh ketulusan.Yasmin ingin Raja dalam hidupnya.“Yasmin, buruan!” Viola memanggil Yasmin yang masih melamun di depan pintu.Tidak ada sahutan yang keluar dari mulut Yasmin. Hanya kakinya yang terus berjalan menghampiri sang bunda yang menunggunya.“Jangan berulah apalagi membuat masalah. Ingat b