Share

BAB 8. Annoying

Pergi ke mall di hari senin siang merupakan waktu yang pas menurut Gistara. Gadis itu tiba-tiba ingin pergi ke mall sendiri setelah mengawasi anak-anak ujian semester. Alih-alih membeli barang seperti baju, tas dan sepatu, Gistara lebih memilih membeli makanan.

Kaki jenjangnya melangkah memasuki pusat perbelanjaan itu, tujuannya adalah tempat dimana dia bisa makan dengan harga yang tidak terlalu membuat dompetnya meronta-ronta, foodcourt.

Tangannya mengetuk-ngetuk meja, menunggu pesanannya datang. Setelah sampai ditempat tujuan gadis itu langsung saja memesan makanan kesukaannya, untuk saat ini dia tidak mau makan makanan berat jadi dia hanya memesan seblak, cireng, dan pem-pek khas palembang. Untuk minumannya dia memesan jeruk hangat. Nasihat ibunya selalu dia ingat kalau setelah makan tidak boleh minum es, karena tidak baik untuk tubuh terutama jantung. Benar-benar gadis yang sehat.

Gistara tersenyum cerah ketika pesanannya datang. Setelah berdo’a diapun mulai memakan makanannya dengan lahap. Matanya berbinar takjub ketika pedasnya kuah seblak menyentuh indra perasanya. Seblak adalah makanan ringan versi Gistara yang paling dia sukai, kalau pergi ketempat ini dia selalu memesan seblak dengan level dua, karena perut Gistara tidak bisa menerima makanan yang terlalu pedas.

Hari ini dia ingin menaikkan level pedasnya menjadi tiga, mari kita berdoa semoga perut gadis itu tidak apa-apa, semoga penyakit saat dia sekolah menengah pertama tidak kambuh.

Pada saat siswi menengah pertama, Gistara pernah sakit karena dia terus menerus makan makanan pedas dan kecut sehingga ususnya luka. Dia dibawa kedokter, dokter berkata kalau dia harus meninggalkan makanan pedas untuk sementara waktu. Gistara yang bandel tidak mendengarkan dokter. Gadis itu kembali memakan makanan pedas tiga bulan setelah dia sembuh. Beberapa minggu kemudian gadis itu kembali di larikan ke dokter yang sama. Dokter itu kecewa dan menakuti Gistara, jika gadis itu masih memakan makanan pedas dan asam dia akan di operasi. Setelah perkataan dokter itu, Gistara tidak pernah berani memakan makanan pedas.

Gistara mendongakkan kepalanya ketika kursi didepannya ditarik kebelakang, menandakan ada seseorang yang akan duduk. Matanya membola sempurna.

“Pak.... Uhuuk!”

Gistara terbatuk, membuat tenggorokannya sakit dan matanya berair, pria didepannya dengan khawatir berdiri disamping kursi Gistara, memberikan jeruk hangat yang tadi dia pesan seraya mengelus tengkuk gadis itu. Mata pria itu menatap Gistara khawatir ketika batuk gadis itu belum juga selesai.

Gistara menatap dengan sendu pria itu. “A..air putih,” pintanya pelan.

Pria itu pun langsung membeli air putih, tak butuh waktu lama pria itu telah kembali dengan membawa sebotol air mineral. Dia memberikan sebotol air mineral yang telah dibuka tutupnya. Gistara pun langsung menerimanya dan meneguknya dengan rakus.

“Pelan-pelan gak ada yang minta,” katanya.

Pria itu terduduk disamping Gistara, menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah gadis itu, memperhatikan Gistara yang masih berusaha menghilangkan rasa perih dan panas ditenggorokannya.

Gistara mengelap sudut bibirnya dengan tisu menoleh kesamping kiri menatap kesal kepala sekolahnya.

“Pak Sagara ngapain sih kesini?” tanyanya jutek.

Sagara tersenyum miring. “Suka-suka saya, ini kan bukan mall kamu,” jawabnya.

Gistara mendengus sebal. “Bapak tau gak, mood makan saya hancur karena liat wajah Bapak.”

Gistara melotot horor menyadari omongan yang tidak seharusnya dia keluarkan kepada kepala sekolah Baramantas’ School. Tapi detik berikutnya, dia tidak peduli. Toh kepala sekolahnya ini juga tadi sempat merajuk saat di ruang kepala sekolah.

Bukannya marah mendengar omongan Gistara, Sagara justru terkekeh, guru biologi itu terlihat menggemaskan merenggut seperti itu, ingin rasanya dia.. menciumnya.

Sagara menggelengkan kepalanya, setan difikirannya benar-benar kurang ajar memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya dia fikirkan sekarang.

Gistara mengernyit bingung ketika melihat Sagara menggeleng. “Dasar aneh,” gumamnya.

Sagara mendengus sebal. “Yasudah sana makan, saya tidak akan minta makanan Bu Gistara,” ucapnya.

Gistara memutar matanya malas. Dia tahu pria didepannya ini mana pernah makan makanan ditempat seperti ini, pasti dia makan ditempat mahal, tidak level pria kaya sepertinya makan ditempat orang-orang sederhana sepertinya.

Gistara melanjutkan makannya. “Iya tahu, Bapak mana level makan makanan murah kaya gini,” gumamnya.

Gistara kembali merutuki perkataannya. Kenapa sekarang dia bisa berbicara kurang ajar kepada kepala sekolahnya fikirnya.

Gumaman Gistara terdengar oleh Sagara, membuat pria itu melotot tidak suka dengan omongan gadis itu. Dia bukannya tidak berselera makan di tempat ini tapi dia ingin Gistara nyaman dan melanjutkan makannya tapi ternyata omongannya itu disalah artikan oleh gadis itu.

Tapi tanpa Sagara sadari keberadaannya sejak tadi adalah hal yang membuat Gistara tidak nyaman.

Sagara mengambil cireng yang belum disentuh oleh Gistara, memakannya dengan lahap. Gistara meneguk air liurnya dengan kuat memperhatikan tingkah Kevlar, ternyata pria didepannya itu tidak seperti pria-pria kaya yang sering dia baca di cerita-cerita di salah satu aplikasi novel, makan makanan dengan harus dibuat oleh chef handal.

“Bapak laper?” tanyanya polos.

“Iyaa, saya ingin makan kamu,” sahutnya cepat.

Haa??

Gistara mengerjapkan matanya bingung. Apa tadi yang dibilang pria didepannya, memakan dirinya, dia tidak salah dengarkan? Gistara melotot. Melihat ekspresi gadis itu Sagara segera merutuki kebodohannya.

“I mean, saya ingin makanan Bu Gistara,” ucapnya cepat.

Gistara mengangguk kemudian melanjutkan makannya. “Yaudah Bapak pesen aja sendiri,” katanya acuh.

Sagara melotot mendengar perkataan gadis itu, dengan malas dia memanggil pelayan kemudian menyebutkan menu apa saja yang dia mau.

Gistara mengernyitkan dahinya. “Bapak yakin beli sebanyak itu?” tanyanya bingung.

“Yakin, saya laper,” jawabnya cepat.

Selang beberapa menit pesanan Sagara datang, Gistara syok melihat betapa banyaknya pesanan pria itu, bagaimana tidak syok kalau pria itu membeli semua menu yang ada di tempat itu, ada soto ayam, bakso mercon, mie ayam, seblak, sate obong, cireng, ketoprak, pecel, dan masih banyak lagi.

“Tutup, nanti ada lalat.” Gistara mencebikkan bibirnya.

Gistara cekikikan melihat Sagara yang tidak sanggup lagi menghabiskan makanan-makanan yang dia pesan. Entah apa yang difikirkan pria itu ketika memesan makanan sebanyak itu, Gistara yakin pria sepertinya tidak mungkin menghabiskan makanan sebanyak itu, bahkan pria itu hanya memakan soto dan cireng, yang lain belum disentuh olehnya.

“Makanya jangan pesen banyak-banyak Pak, sayang kalo dibuang.” Gistara menatap makanan yang masih utuh.

“Yasudah Bu Gistara yang habisin,” sahutnya cepat.

Gistara memutar matanya malas. “Bapak kira saya kudanil apa makan sebanyak itu,” ucapnya kesal.

“Mungkin Bu Gis—“

“Loh Sagara kamu di sini ternyata?”

Gistara menatap Nesa dengan bingung. Guru itu tidak sopan memanggil kepala sekolah dengan nama saja tanpa embel-embel ‘Pak’. Sagara mendengus tidak suka saat mendengar suara Nesa.

“Mama nyariin kamu. Katanya kamu meeting, tapi kamu kok bisa sama dia?” Nesa menunjuk Gistara. Gistara menggelengkan kepalanya. Dia ingin membuka suara tapi segera di sela oleh Sagara.

“Iya nanti meetingnya kalau saya mau,” sahut Sagara mengambil ponselnya di saku celananya. Ada satu panggilan masuk dari mamanya.

Gistara menatap keduanya bingung. Ada hubungan apa sebenarnya keduanya. Kenapa keduanya terlihat dekat. Apa mereka sepasang kekasih. Banyak pertanyaan yang berputar-putar di kepala gadis itu tentang Sagara dan Nesa.

“Iya nanti Gara pulang.”

“...”

“Iya.”

Sagara menutup panggilan dari Kirana — mamanya. Pria itu beranjak pergi begitu saja tanpa mengucapkan sepatah katapun. Wajah pria itu telihat datar, membuat Gistara membatalkan niatnya yang ingin bertanya kepada pria itu.

Nesa, gadis itu menatap Gistara dengan tidak suka. Setelah itu dia berlari mengejar Sagara yang berjalan dengan langkah lebar. Gistara mengernyitkan keningnya melihat ekspresi Nesa, gadis itu kenapa terlihat berbeda saat terakhir dia bertemu di sekolah. Nesa terlihat baik saat di sekolah, kenapa sekarang gadis itu terlihat seperti seorang antagonis di sebuah sinetron.

Gistara menatap makanannya dengan sedih. Siapa yang akan menghabiskannya. Gadis itu menatap sedih dompetnya. Besok jika dia bertemu lagi dengan Sagara dia tidak akan mau makan bersama pria itu.

Lihat, pria itu memesan sangat banyak tapi dia tidak menghabisi dan membayar makanannya.

“Dasar menyebalkan, baru di maafkan berulah lagi, huaa bundaaa!!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status