Hari wisuda adalah hari di mana para mahasiswa akan melepas status mahasiswa mereka menjadi seorang alumni. Hari itu tentu saja adalah hari yang paling bahagia bagi semua orang.
Namun, karena sebuah foto hari wisuda itu menjadi sebuah malapetaka bagi seorang gadis bernama Herra Laiba.
Sebuah foto yang menunjukkan tubuhnya yang setengah telanjang sedang tertidur di sebuah kasur bersama dengan seorang pria. Hal itu tentu saja menghebohkan satu universitas Prima Jaya. Apalagi foto itu dipasang di depan auditorium hingga semua orang yang hadir dapat melihat foto itu.
Herra tentu saja terkejut bukan main. Semua orang mulai memperhatikan dirinya. Banyak yang memandang penuh jijik pada dirinya.
"Bukan. Itu bukan aku. Itu fitnah!" pekik Herra pada semua orang.
Percuma! Tidak ada orang yang mendengar hal itu. Mereka lebih sibuk untuk menghina dirinya.
"Dasar j*la*g! Enggak tau malu!"
"Enggak pantes banget jadi mahasiswa di sini. Bikin malu!"
'plak'
Herra terkejut bukan main ketika pacarnya, Vian Lutfhi, datang seraya menamparnya begitu keras. Terlihat kilatan amarah di wajahnya.
"Aku benar-benar enggak nyangka Her. Bagaimana bisa kau melakukan hal itu sedangkan kau memilikiku?! Apa kurangnya aku sampai kau melakukan itu?! Apa kau butuh uang?! Padahal saat aku menanyakan padamu apakah kau membutuhkan uang, kau mengatakannya enggak perlu. Tapi ini apa?!" murka Vian
"Itu benaran bukan aku Vian. Aku difitnah," bela Herra seraya menangis.
"Bagaimana bisa kau bilang itu bukan dirimu sedangkan foto itu jelas-jelas dirimu?!" sentak Vian
"Itu beneran bukan aku," bela Herra lagi.
"Halah, maling mana ada yang mau ngaku. Udah deh Herra, ngaku aja. Buktinya udah ada di depan mata. Kau mau mengelap bagaimana lagi. Enggak nyangka yah seorang mahasiswa teladan yang katanya polos, ternyata lolos," hina Dara dengan pandangan meremehkan.
Dara Yuniar adalah sosok wanita yang sangat iri dengan apa yang dimiliki Herra. Mulai dari kecantikan, popularitas, bahkan pacar yang tampan.
"Kau jangan ikut campur ya! Ini pasti perbuatanmu kan?! Kau sangat membenciku hingga melakukan semua ini. Katakan pada semua orang kalau itu bukan aku," tukas Herra seraya menarik-naik tangan Dara.
"Apaan sih Hera?! Sakit tau! Lepasin!" pekik Dara
'plak'.
Tamparan yang kedua mengenai pipinya lagi. Herra memandang terkejut pada sahabatnya, Salsa bila Harsa, yang menamparnya.
"Kenapa kau menamparku Sal?!" tanya Herra dengan pandangan terkejut.
"Itu ganjaran untukmu karena sudah berbuat hal yang tidak senonoh. Aku kira kau itu anak baik-baik Her. Aku enggak nyangka selama ini kau berbuat seperti itu. Aku benar-benar membencimu," keluh Salsa
"Kau juga percaya dengan foto itu?! Sal, kau itu sahabatku. Harusnya kau tau siapa yang salah di sini. Itu bukan aku," timpal Herra dengan air mata yang berlinang.
"Foto itu udah menjelaskan semuanya. Mulai saat ini kita bukan sahabat lagi. Aku enggak mau punya teman seorang j*la*g. Jadi menjauh dariku," tukas Salsa seraya pergi dari sana.
"Sal, tunggu! Dengerin aku dulu!" tahan Herra. Tapi....
"Ayo, kamu pulang sekarang!"
Tangannya langsun ditarik pergi oleh papanya. Papanya, Henry John, menyuruh Herra masuk ke dalam mobil. Mamanya, Tasya Kemal, juga ikut masuk dalam mobil.
Herra memilin tangannya gugup. Bagaimana kalau orang tuanya juga percaya dengan foto itu?
Mobil itu telah sampai di depan rumah bergaya American classic itu. Henry kembali menarik tangan Herra masuk dalam rumah dan melemparnya hingga Herra terjatuh di lantai.
'plak'
Tamparan ketiga kembali mengenai pipinya. Herra mengeluarkan air matanya seraya memandang terkejut pada papanya.
"Kamu benar-benar anak yang engga tau diuntung. Kamu membuat kami malu di depan semua orang. Bagaimana bisa kamu melakukan hal itu?! Apa uang yang papa kasih enggak cukup sampai kamu harus menjadi seorang j*la*g?!" murka Henry
"PA?! Apa papa dan mama juga percaya dengan foto itu?! Aku ini anak kalian! Harusnya kalian lebih percaya padaku," protes Herra
Padahal ia sangat berharap kalau orang tuanya akan lebih mempercayainya. Nyatanya tidak.
"Bagaimana bisa kami tidak percaya sedangkan foto itu terlihat jelas adalah dirimu?! Kau sangat membuat kami malu. Kau lebih buruk dari adikmu," hardik Tasya
"Sekarang kamu keluar dari rumah ini. Kami enggak ingin punya anak enggak tau malu sepertimu. Kamu benar-benar sudah membuat jelek nama keluarga kita. Sekarang kamu pergi. Jangan kembali lagi," tukas Henry
'jderr'
Bagai tersambaf petir ketika mendengar hal itu. Kenapa orang tuanya sendiri tidak mempercayainya?
"Baik. Herra akan keluar. Maaf jika Herra selama ini selalu menyusahkan kalian. Herra janji enggak akan kembali lagi ke sini. Ijinkan Herra mengambil barang-barang Herra di kamar," ujar Herra
Setelah mengambil barangnya, Herra segera keluar dari rumah itu. Bahkan orang tuanya tidak sudi menyentuh tangannya saat ia ingin pamit.
Herra berjalan di tengah teriknya matahari. Ia ingin mencari tempat kos-kosan yang murah. Karena ia sekarang harus banyak berhemat untuk pengeluarannya.
Akhirnya setelah lama mencari, Herra mendapat sebuah kos-kosan yang cukup murah. Setelah membayar biaya untuk per tahun, Herra masuk dalam kamarnya dan duduk di salah satu kursi.
Herra menarik napas yang dalam dan mencoba bersabar.
To be continued.....
Sudah hampir tengah hari namun Herra belum juga mendapat sebuah pekerjaan. Nyatanya memang susah mencari pekerjaan sekarang ini. Sudah banyak ia melamar di beberapa perusahaan, tapi tetap saja tidak ada. Padahal ia adalah lulusan ternama di kampusnya. Apa karena kejadian itu ya?Herra berjalan ke arah halte bus yang kosong untuk duduk sejenak. Ia mengelap keringat yang membasahi keningnya. Ia mengibas-ibaskan rambutnya yang panas dengan surat lamarannya.Herra memperhatikan jalanan yang penuh dengan mobil yang berkeliaraan. Ia jadi ingat kejadian kemarin di mana dia ingin melakukan bunuh diri karena cukup putus asa dengan kejadian yang menimpanya. Sungguh rasanya ia ingin menghilang dari dunia.Tapi Herra kembali mengingat kalau ia tidak boleh putus asa. Ia akan mencari tahu siapa yang melakukan semua itu terhadapnya.'ting'Herra mengecek ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Ia mel
"Ihh, kenapa tuh orang yah?""Kok meluk angin sih?""Sudah stres kali yah?""Orang gila kali"Seketika Herra melepas pelukannya pada Rizhan dan memandang orang-orang yang memperhatikannya. Herra menjadi heran dengan tatapan orang-orang itu yang seperti memandang aneh dirinya.Ada yang salah yah dengan cara berpakaianku? Atau make up-ku menor kali yah? ~ batin Herra"Kenapa orang-orang itu seperti aneh padaku?" tanya Herra pada Rizhan.Rizhan tersenyum manis."Karena mereka kira kamu itu gila," jawab RizhanHerra langsung melototkan matanya dengan mulut yang terbuka. Apa?! Dia gila?!"What?! Bagaimana bisa mereka mengira aku seperti itu?! Aku ini masih waras tau. Liat aja pakaianku seperti orang normal," protes Herra dengan tangan yang dilipat."Kamu dikira gila karena berbicara pa
Seorang wanita tengah bersiap-siap untuk mencari pekerjaan lagi. Setelah memakai setelan formalnya, ia segera keluar dari kamarnya. Sudah sebulan ini ia terus mencari pekerjaan."Selamat pagi Herra""Ahh! O-oh, kamu Rizhan. Selamat pagi," balas Herra yang terkejut dengan sapaan Rizhan di pagi hari."Maaf yah udah buat kamu terkejut," ucap Rizhan dengan wajah sesal."Eh?! Enggak kok. Bukan salah kamu. Aku cuma belum terbiasa aja dengan kehadiranmu," timpal Herra yang sedikit kasihan dengan wajah itu."Kamu mau ke mana hari ini?" tanya Rizhan"Aku mau cari kerja lagi. Uang tabunganku udah mulai menipis jadi aku harus cepat-cepat cari pekerjaan," jawab Herra dengan senyuman."Tunggu sebentar," ucap Rizhan"Ada ap...."Perkataan Herra langsung terhenti ketika tangan Rizhan mendarat di bibirnya. Rizhan mengusap perlahan ujung b
Orang-orang berkumpul mengelilingi tubuh Dara yang tertabrak. Herra mencoba mendekatinya. Saat mendekat ke sana untuk melihat keadaan Dara. Seketika Herra melebarkan matanya. Bagaimana tidak, darah mengalir cukup deras dari kepalanya Dara. Walaupun sejahat apapun Dara padanya, tetap saja rasa kemanusiaannya tetap ada.Herra begitu terkejut melihat Vian yang menangis histeris melihat Dara yang tertabrak. Ia memangku kepala Dara di pahanya. Herra merasakan hatinya berdenyut sakit. Padahal selama mereka berpacaran, Vian tidak pernah menangis untuknya. Apakah Vian dulu benar-benar mencintainya? Apakah Vian secepat itu melupakannya? Padahal rasa untuk Vian masih tersisa di hati Herra walau tidak sebesar dulu.Tak terasa air matanya mengalir karena rasa sakit di dadanya. Namun, tiba-tiba Herra merasa terkejut karena ada tangan yang menyentuh bahunya. Ia melihat sosok Rizhan. Herra jadi mengingat kalau Rizhan yang tadi mendorong Dara ke tengah ja
Malam yang begitu hening dan tenang. Terlihat seorang wanita yang tengah tertidur lelap. Sesekali wanita itu tengah meracau sesuatu.Tak lama kemudian datanglah sosok pria. Pria itu berjalan mendekatinya. Saat sampai di hadapan si wanita, pria itu tersenyum manis hingga terlihat lesung pipinya.Wajah pria itu mendekat pada wajah wanita itu.'cup' Satu ciuman mendarat di kening wanita itu. Ciuman itu diberikan cukup lama. Hingga pria itu melepasnya seraya menatap dalam pada si wanita. Setelahnya pria itu beranjak meninggalkannya.***Pagi yang begitu cerah membangunkan sosok wanita yang tengah tertidur lelap. Setelahnya, ia bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.Tak lama, hanya dua puluh menih yang ia butuhkan untuk membuat dirinya wangi. Pintu kamar mandi itu terbuka dan menampilkan sosok wanita dengan sebuah bathrobe.
Pagi yang sangat cerah mewakili perasaan wanita yang tengah mengoleskan make up pada wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia pun segera keluar dari kamarnya untuk segera berangkat bekerja."Selamat pagi Herra," sapa Rizhan dengan senyum yang cerah.Jujur senyum cerah Rizhan membuat Herra jadi ikutan tersenyum."Pagi juga Rizhan," sapa Herra balik."Kamu udah mau berangkat?" tanya Rizhan"Iyah""Tapi kamu belum sarapan. Seenggaknya sarapan yang dikit dulu," tutur Rizhan"Iyah, nanti aku sarapan di jalan aja. Aku takutnya telat di hari pertama aku masuk kerja. Aku harus Buru-buru. Kalau begitu aku pamit dulu," ucap Herra seraya keluar dari dalam kosnya.Herra lebih memilih memanggil taksi hari ini. Ia takut kalau menunggu bus terlalu lama nanti. Sungguh ia harus menampilkan image yang baik di hari pertamanya bekerja. Ia pun berharap agar
Herra membuka pintu kamar kosnya dan mencari keberadaan Rizhan. Ia mencari ke sekeliling kamarnya itu. Ia langsung baru ingat kalau Rizhan akan muncul kalau ia memanggilnya."Rizhan! Kamu di mana?" Herra sedikit teriak memanggil Rizhan."Aku di sini. Kenapa?"Rizhan muncul di belakang Herra hingga membuatnya sedikit terkejut. Herra mengelus dadanya yang betgemuruh karena terkejut. Ia langsung menatap serius pada wajah Rizhan."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Rizhan dengan wajah bingungnya."Rizhan, aku mau kamu jujur sama aku. Apa kamu ada di tempat kerjaku hari ini?" selidik Herra dengan pandangan serius."Bagaimana bisa aku ada di tempat kerjamu jika kamu tidak ada memanggilku?" tanya Rizhan
"Kamu mau ke mana?""Eh? Rizhan. Aku mau berangkat kerjalah," jawab Herra dengan senyuman."Bukannya perutmu masih sakit? Enggak usah berangkat kerja aja hari ini. Mending istirahat di rumah," timpal Rizhan seraya mendekati Herra."Aku enggak bisa lah Rizhan. Belum seminggu juga aku bekerja. Masa udah minta izin," tolak Herra seraya menyampitkan tas di tangannya."Kamu yakin? Aku khawatir kamu sakit lagi," balas Rizhan dengan raut wajah khawatir."Enggak kok. Kamu tenang aja. Lagipula udah enggak terlalu sakit lagi kayak kemarin. Kan udah disembuhin sama kamu," timpal Herra memberikan senyuman meyakinkan pada Rizhan.Rizhan menghela napas pasrah."Baiklah. Kamu hati-hati yah. Ingat, panggil