'kring-kring'
'kring-kring'
Herra meraih ponsel yang terletak di nakas samping ranjangnya. Menyipitkan matanya untuk melihat nama dari penelpon. Detik berikutnya ia melebarkan matanya kala melihat nama dari penelpon. Nama 'Presdir Galak' terpampang nyata di sana.
Sontak Herra bangkit dari tidurnya dan duduk di ranjangnya itu. Dengan segera menggeser ikon hijau di ponselnya itu.
"Ha-Halo Tuan. Ada apa ya?" tanya Herra dengan suara khas orang bangun tidur.
["Apa kau baru bangun tidur, hah?! Jangan bilang kau lupa kalau hari ini kita ada perjalanan bisnis ke Jogja," ucap Rizhan dengan nada protes.]
Sontak Herra menepuk dahinya kala melupakan hal yang sangat penting.
"Ma-Maaf Tuan. Saya sungguh melupakan hal itu. Tu-Tuan tenang saja. Saya akan bersiap dengan cepat," ucap Herra seraya berdiri untuk segera bersiap.
Perjalanan yang begitu melelahkan akhirnya sampai juga. Pesawat berjenis Garuda Indonesia yang mereka naiki sudah sampai di bandara Yogyakarta.Rasa lelah tentu saja ada dalam dirinya Herra. Bahkan beberapa kali ia melakukan peregangan pada tubuhnya yang lelah itu. Rizhan terkekeh pelan melihat sikap lucu Herra. Ia jadi merasa seperti membawa anak kecil pergi bertamasya saja."Hei, ayo jalan! Kita harus mengambil koper kita dulu," sentak Rizhan dengan nada ketus. Rizhan berjalan duluan meninggalkan Herra yang terkejut dengan nada sentakan itu. Ia langsung memicingkan dengan tajam matanya pada presdir galaknya itu. Melayangkan pukulan dengan angin seakan ingin menghabisi presdirnya itu. Di saat Rizhan membalikkan tubuhnya, buru-buru Herra bersikap diam saja sambil mengalihkan pandangannya dari Rizhan.Rizhan memandang aneh pada wanita itu. "Kenapa masih diam aja di sana?! Kau mau aku tinggal yah?!" tukas R
"Enghh!"Herra mengerjapkan matanya pelan. Namun, sontak mata itu melebar kala melihat sebuah dada bidang ada di depannya. Aroma ini sangat dikenal Herra. Ia mencoba mengangkat kepalanya untuk melihat.Benar saja, sang presdir ada di depannya sedang menutup matanya dengan damai. Dengkuran halus ia dengar dari presdirnya itu. Herra melihat betapa tampan wajah itu ketika sedang tidur dengan damai seperti ini. Namun, ia menggeram kesal ketika mengingat jika presdirnya ini bangun akan berubah seperti seekor macan.Herra mencoba mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah presdirnya itu. Perlahan hampir mendekat. Hingga ia berhasil menyentuh wajah itu.Herra menahan agar jantungnya tak berdetak terlalu kencang. Rasanya ia ingin menangis saja saat ini. Bagaimana tidak, tekstur wajah presdirnya dengan Rizhan, teman khayalannya itu sangat mirip.Rasa Rindu itu kembali menyelimuti dirinya. Ingin ras
"Makasih yah Tuan. Ini kalung yang bagus," ucap Herra dengan senyum lebar.Rizhan hanya mengangguk pelan. "Iyah. Tapi jangan langsung lupa diri yah. Aku memberikanmu itu hanya untuk memberikan apresiasi pada kerja kerasmu. Jangan memikirkan banyak hal," tukas Rizhan seraya berbalik menuju mobil kembali.Baru saja Herra ingin memuji kebaikan presdirnya itu. Namun, ia harus kembali lada kenyataan jika presdirnya itu bukan orang yang pantas mendapatkan predikat baik darinya.Sudahlah, yang penting ia senang bisa menerima kalung yang cantik ini."Hei! Kenapa masih diam di sana?! Apa kau mau aku tinggalin?!" teriak Rizhan dari arah mobil.Herra lansgu berbalik arah dan berlari menyusul ke mobilnya."Iya Tuan! Tunggu sebentar!" teriak Herra pula.Benar-benar orang yang tak sabaran presdirnya ini.***Se
Hari wisuda adalah hari di mana para mahasiswa akan melepas status mahasiswa mereka menjadi seorang alumni. Hari itu tentu saja adalah hari yang paling bahagia bagi semua orang.Namun, karena sebuah foto hari wisuda itu menjadi sebuah malapetaka bagi seorang gadis bernama Herra Laiba.Sebuah foto yang menunjukkan tubuhnya yang setengah telanjang sedang tertidur di sebuah kasur bersama dengan seorang pria. Hal itu tentu saja menghebohkan satu universitas Prima Jaya. Apalagi foto itu dipasang di depan auditorium hingga semua orang yang hadir dapat melihat foto itu.Herra tentu saja terkejut bukan main. Semua orang mulai memperhatikan dirinya. Banyak yang memandang penuh jijik pada dirinya."Bukan. Itu bukan aku. Itu fitnah!" pekik Herra pada semua orang.Percuma! Tidak ada orang yang mendengar hal itu. Mereka lebih sibuk untuk menghina dirinya."Dasar j*la*g! Enggak tau malu
Sudah hampir tengah hari namun Herra belum juga mendapat sebuah pekerjaan. Nyatanya memang susah mencari pekerjaan sekarang ini. Sudah banyak ia melamar di beberapa perusahaan, tapi tetap saja tidak ada. Padahal ia adalah lulusan ternama di kampusnya. Apa karena kejadian itu ya?Herra berjalan ke arah halte bus yang kosong untuk duduk sejenak. Ia mengelap keringat yang membasahi keningnya. Ia mengibas-ibaskan rambutnya yang panas dengan surat lamarannya.Herra memperhatikan jalanan yang penuh dengan mobil yang berkeliaraan. Ia jadi ingat kejadian kemarin di mana dia ingin melakukan bunuh diri karena cukup putus asa dengan kejadian yang menimpanya. Sungguh rasanya ia ingin menghilang dari dunia.Tapi Herra kembali mengingat kalau ia tidak boleh putus asa. Ia akan mencari tahu siapa yang melakukan semua itu terhadapnya.'ting'Herra mengecek ponselnya yang tiba-tiba berbunyi. Ia mel
"Ihh, kenapa tuh orang yah?""Kok meluk angin sih?""Sudah stres kali yah?""Orang gila kali"Seketika Herra melepas pelukannya pada Rizhan dan memandang orang-orang yang memperhatikannya. Herra menjadi heran dengan tatapan orang-orang itu yang seperti memandang aneh dirinya.Ada yang salah yah dengan cara berpakaianku? Atau make up-ku menor kali yah? ~ batin Herra"Kenapa orang-orang itu seperti aneh padaku?" tanya Herra pada Rizhan.Rizhan tersenyum manis."Karena mereka kira kamu itu gila," jawab RizhanHerra langsung melototkan matanya dengan mulut yang terbuka. Apa?! Dia gila?!"What?! Bagaimana bisa mereka mengira aku seperti itu?! Aku ini masih waras tau. Liat aja pakaianku seperti orang normal," protes Herra dengan tangan yang dilipat."Kamu dikira gila karena berbicara pa
Seorang wanita tengah bersiap-siap untuk mencari pekerjaan lagi. Setelah memakai setelan formalnya, ia segera keluar dari kamarnya. Sudah sebulan ini ia terus mencari pekerjaan."Selamat pagi Herra""Ahh! O-oh, kamu Rizhan. Selamat pagi," balas Herra yang terkejut dengan sapaan Rizhan di pagi hari."Maaf yah udah buat kamu terkejut," ucap Rizhan dengan wajah sesal."Eh?! Enggak kok. Bukan salah kamu. Aku cuma belum terbiasa aja dengan kehadiranmu," timpal Herra yang sedikit kasihan dengan wajah itu."Kamu mau ke mana hari ini?" tanya Rizhan"Aku mau cari kerja lagi. Uang tabunganku udah mulai menipis jadi aku harus cepat-cepat cari pekerjaan," jawab Herra dengan senyuman."Tunggu sebentar," ucap Rizhan"Ada ap...."Perkataan Herra langsung terhenti ketika tangan Rizhan mendarat di bibirnya. Rizhan mengusap perlahan ujung b
Orang-orang berkumpul mengelilingi tubuh Dara yang tertabrak. Herra mencoba mendekatinya. Saat mendekat ke sana untuk melihat keadaan Dara. Seketika Herra melebarkan matanya. Bagaimana tidak, darah mengalir cukup deras dari kepalanya Dara. Walaupun sejahat apapun Dara padanya, tetap saja rasa kemanusiaannya tetap ada.Herra begitu terkejut melihat Vian yang menangis histeris melihat Dara yang tertabrak. Ia memangku kepala Dara di pahanya. Herra merasakan hatinya berdenyut sakit. Padahal selama mereka berpacaran, Vian tidak pernah menangis untuknya. Apakah Vian dulu benar-benar mencintainya? Apakah Vian secepat itu melupakannya? Padahal rasa untuk Vian masih tersisa di hati Herra walau tidak sebesar dulu.Tak terasa air matanya mengalir karena rasa sakit di dadanya. Namun, tiba-tiba Herra merasa terkejut karena ada tangan yang menyentuh bahunya. Ia melihat sosok Rizhan. Herra jadi mengingat kalau Rizhan yang tadi mendorong Dara ke tengah ja