Share

6. Maaf

Malam yang begitu hening dan tenang. Terlihat seorang wanita yang tengah tertidur lelap. Sesekali wanita itu tengah meracau sesuatu.

Tak lama kemudian datanglah sosok pria. Pria itu berjalan mendekatinya. Saat sampai di hadapan si wanita, pria itu tersenyum manis hingga terlihat lesung pipinya.

Wajah pria itu mendekat pada wajah wanita itu.

'cup'

Satu ciuman mendarat di kening wanita itu. Ciuman itu diberikan cukup lama. Hingga pria itu melepasnya seraya menatap dalam pada si wanita. Setelahnya pria itu beranjak meninggalkannya.

***

Pagi yang begitu cerah membangunkan sosok wanita yang tengah tertidur lelap. Setelahnya, ia bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Tak lama, hanya dua puluh menih yang ia butuhkan untuk membuat dirinya wangi. Pintu kamar mandi itu terbuka dan menampilkan sosok wanita dengan sebuah bathrobe.

"Ahh!"

Seketika wanita itu berteriak cukup kencang karena sosok yang tengah duduk di ranjangnya.

"Ri-Rizhan?! Kamu ngapain ada di situ?!" pekiknya.

"Bukankah kamu memanggilku Herra? Makanya aku datang," jawab Rizhan dengan senyuman manis.

Herra langsung memikirkan kembali apakah ia memanggilnya atau tidak. Gotcha! Ia tadi sempat menyebut nama Rizhan karena Herra merindukannya.

Tapi yang anehnya, kenapa wajah Rizhan tampak bahagia seperti tidak terjadi apapun. Apakah Rizhan sudah melupakan kejadian yang kemarin? Padahal Herra menangis cukup banyak tadi malam karena hal itu. Entahlah, setelah mengusir Rizhan pergi, hati Herra langsung mendadak sakit dan ia juga merasa menyesal.

"Ohh, iya aku ingat. Tapi, kamu enggak perlu masuk ke kamarku juga. Bagaimana kamu masuk saat aku ganti baju?" omel Herra

Kadang Herra sedikit menyesal meminta teman khayalan seorang pria. Kenapa ia tidak meminta seorang wanita saja? Sudahlah, tidak perlu disesali. Lagipula Rizhan sangat baik padanya. Cuma kejadian kemarin benar-benar membuatnya syok.

"Kamu lupa ya? Aku kan hadir di mana tempat kamu memanggilku dan kamu memanggilku saat kamu ada di kamar," jawab Rizhan

"Eh, iya juga yah. Aku yang salah," balas Herra

"Herra, maafin sikapku yang kemarin yah. Aku kelewatan emosi kemarin. Seharusnya aku bisa mengontrol emosiku," celetuk Rizhan

"Iya, aku maafin kok asal kamu jangan ulang lagi kejadian kayak gitu yah," balas Herra dengan senyuman manis.

"Makasih yah. Aku boleh minta sesuatu enggak?" tanya Rizhan

"Apa?" tanya Herra

"Aku boleh memelukmu enggak. Aku kangen denganmu," pinta Rizhan dengan pandangan memohon.

Herra sedikit terkejut dengan permintaan Rizhan yang tiba-tiba. Herra pun menggangguk mengiyakan permintaan Rizhan. Rizhan langsung menubruk Herra dengan pelukan erat.

Jantungnya langsung berpacu begitu cepat ketika Rizhan memeluknya. Apa ini? Masa sih ia suka dengan teman khayalannya sendiri? Enggak mungkin kan?

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan di taman?" ajak Herra

"Kamu yakin ajak aku jalan-jalan? Nanti orang-orang akan memandang aneh pada dirimu," timpal Rizhan

"Enggak kok. Lagipula aku enggak peduli dengan pandangan orang lagi. Kan kita yang jalani hidup bukan mereka," balas Herra

"Kalau kamu enggak masalah sih aku setuju aja. Ayo," tutur Rizhan seraya menggenggam tangan Herra keluar.

Herra melihat tangannya yang digenggam erat oleh Rizhan. Entah kenapa rasanya sangat hangat. Ia juga melihat Rizhan yang tersenyum manis dan itu membuatnya jadi ikutan tersenyum.

Akhirnya mereka sampai di taman yang memang dekat dengan tempat kos-kosan Herra. Mereka memilih duduk di sebuah bangku taman dekat pohon yang agak jauh dari keramaian orang-orang. Hari ini taman lumayan ramai karena hari Minggu.

"Oh ya, aku mau kasih tau kabar bagus nih," celetuk Herra

"Kabar apa?" tanya Rizhan

"Aku lolos wawancara kemarin. Emang sih bukan sesuai dengan bidang yang kuinginkan. Tapi, tak apalah. Yang penting aku udah punya kerjaan sekarang. Dan lagi yah, aku diberi fasilitas apartemen pribadi nanti," papar Herra dengan senyum bahagia.

"Selamat yah Herra. Kamu pantes mendapatkannya. Emang bidang apa yang kamu inginkan?" tanya Rizhan

"Aku ini kan lulusan sarjana akuntansi. Jadi, seharusnya aku bekerja sebagai seorang akuntan. Tapi, di perusahaan itu memintaku menjadi sekretaris pribadinya presdir," jawab Herra

"Ohh gitu. Udahlah, enggak apa-apa. Mungkin dengan ini, kamu bisa menemukan pengalaman yang baru kan," timpal Rizhan

"Iyah, kamu benar. Lagipula gajinya sangat besar," balas Herra

"Segitu terpuruknya yah dirimu, sampai-sampai berbicara sendiri"

Herra langsung mengalihkan pandangannya pada sosok wanita di hadapannya.

"Salsa?!"

"Iyah, ini aku. Kau sepertinya agak stres yah karena kejadian itu. Mau aku temenin ke rumah sakit jiwa," hina Salsa

Herra langsung memandang terkejut pada Salsa.

"Apa maksudmu?! Aku enggak gila kok. Kau enggak tau apa-apa. Jadi lebih baik kau diam saja," gertak Herra dengan pandangan tajam.

"Hei, aku hanya ingin bersikap baik padamu. Kalau enggak mau ya udah. Bye," tukas Salsa seraya pergi dari hadapan Herra.

Setelah melihat Salsa yang sudah menjauh dari hadapannya, ia berbalik menuju bangkunya kembali. Alangkah terkejutnya Herra saat melihat Rizhan.

Sangat terlihat wajah yang penuh amarah padanya. Buru-buru Herra langsung memeluk Rizhan.

"Rizhan jangan marah yah. Aku enggak apa-apa kok. Jangan balas dendam lagi," pinta Herra

Rizhan pun membalas pelukan itu dengan tetap menampilkan wajah marahnya.

To be continued....

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status