Share

6. Maaf

Author: Milabsa
last update Last Updated: 2021-09-27 21:57:51

Malam yang begitu hening dan tenang. Terlihat seorang wanita yang tengah tertidur lelap. Sesekali wanita itu tengah meracau sesuatu.

Tak lama kemudian datanglah sosok pria. Pria itu berjalan mendekatinya. Saat sampai di hadapan si wanita, pria itu tersenyum manis hingga terlihat lesung pipinya.

Wajah pria itu mendekat pada wajah wanita itu.

'cup'

Satu ciuman mendarat di kening wanita itu. Ciuman itu diberikan cukup lama. Hingga pria itu melepasnya seraya menatap dalam pada si wanita. Setelahnya pria itu beranjak meninggalkannya.

***

Pagi yang begitu cerah membangunkan sosok wanita yang tengah tertidur lelap. Setelahnya, ia bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Tak lama, hanya dua puluh menih yang ia butuhkan untuk membuat dirinya wangi. Pintu kamar mandi itu terbuka dan menampilkan sosok wanita dengan sebuah bathrobe.

"Ahh!"

Seketika wanita itu berteriak cukup kencang karena sosok yang tengah duduk di ranjangnya.

"Ri-Rizhan?! Kamu ngapain ada di situ?!" pekiknya.

"Bukankah kamu memanggilku Herra? Makanya aku datang," jawab Rizhan dengan senyuman manis.

Herra langsung memikirkan kembali apakah ia memanggilnya atau tidak. Gotcha! Ia tadi sempat menyebut nama Rizhan karena Herra merindukannya.

Tapi yang anehnya, kenapa wajah Rizhan tampak bahagia seperti tidak terjadi apapun. Apakah Rizhan sudah melupakan kejadian yang kemarin? Padahal Herra menangis cukup banyak tadi malam karena hal itu. Entahlah, setelah mengusir Rizhan pergi, hati Herra langsung mendadak sakit dan ia juga merasa menyesal.

"Ohh, iya aku ingat. Tapi, kamu enggak perlu masuk ke kamarku juga. Bagaimana kamu masuk saat aku ganti baju?" omel Herra

Kadang Herra sedikit menyesal meminta teman khayalan seorang pria. Kenapa ia tidak meminta seorang wanita saja? Sudahlah, tidak perlu disesali. Lagipula Rizhan sangat baik padanya. Cuma kejadian kemarin benar-benar membuatnya syok.

"Kamu lupa ya? Aku kan hadir di mana tempat kamu memanggilku dan kamu memanggilku saat kamu ada di kamar," jawab Rizhan

"Eh, iya juga yah. Aku yang salah," balas Herra

"Herra, maafin sikapku yang kemarin yah. Aku kelewatan emosi kemarin. Seharusnya aku bisa mengontrol emosiku," celetuk Rizhan

"Iya, aku maafin kok asal kamu jangan ulang lagi kejadian kayak gitu yah," balas Herra dengan senyuman manis.

"Makasih yah. Aku boleh minta sesuatu enggak?" tanya Rizhan

"Apa?" tanya Herra

"Aku boleh memelukmu enggak. Aku kangen denganmu," pinta Rizhan dengan pandangan memohon.

Herra sedikit terkejut dengan permintaan Rizhan yang tiba-tiba. Herra pun menggangguk mengiyakan permintaan Rizhan. Rizhan langsung menubruk Herra dengan pelukan erat.

Jantungnya langsung berpacu begitu cepat ketika Rizhan memeluknya. Apa ini? Masa sih ia suka dengan teman khayalannya sendiri? Enggak mungkin kan?

"Bagaimana kalau kita jalan-jalan di taman?" ajak Herra

"Kamu yakin ajak aku jalan-jalan? Nanti orang-orang akan memandang aneh pada dirimu," timpal Rizhan

"Enggak kok. Lagipula aku enggak peduli dengan pandangan orang lagi. Kan kita yang jalani hidup bukan mereka," balas Herra

"Kalau kamu enggak masalah sih aku setuju aja. Ayo," tutur Rizhan seraya menggenggam tangan Herra keluar.

Herra melihat tangannya yang digenggam erat oleh Rizhan. Entah kenapa rasanya sangat hangat. Ia juga melihat Rizhan yang tersenyum manis dan itu membuatnya jadi ikutan tersenyum.

Akhirnya mereka sampai di taman yang memang dekat dengan tempat kos-kosan Herra. Mereka memilih duduk di sebuah bangku taman dekat pohon yang agak jauh dari keramaian orang-orang. Hari ini taman lumayan ramai karena hari Minggu.

"Oh ya, aku mau kasih tau kabar bagus nih," celetuk Herra

"Kabar apa?" tanya Rizhan

"Aku lolos wawancara kemarin. Emang sih bukan sesuai dengan bidang yang kuinginkan. Tapi, tak apalah. Yang penting aku udah punya kerjaan sekarang. Dan lagi yah, aku diberi fasilitas apartemen pribadi nanti," papar Herra dengan senyum bahagia.

"Selamat yah Herra. Kamu pantes mendapatkannya. Emang bidang apa yang kamu inginkan?" tanya Rizhan

"Aku ini kan lulusan sarjana akuntansi. Jadi, seharusnya aku bekerja sebagai seorang akuntan. Tapi, di perusahaan itu memintaku menjadi sekretaris pribadinya presdir," jawab Herra

"Ohh gitu. Udahlah, enggak apa-apa. Mungkin dengan ini, kamu bisa menemukan pengalaman yang baru kan," timpal Rizhan

"Iyah, kamu benar. Lagipula gajinya sangat besar," balas Herra

"Segitu terpuruknya yah dirimu, sampai-sampai berbicara sendiri"

Herra langsung mengalihkan pandangannya pada sosok wanita di hadapannya.

"Salsa?!"

"Iyah, ini aku. Kau sepertinya agak stres yah karena kejadian itu. Mau aku temenin ke rumah sakit jiwa," hina Salsa

Herra langsung memandang terkejut pada Salsa.

"Apa maksudmu?! Aku enggak gila kok. Kau enggak tau apa-apa. Jadi lebih baik kau diam saja," gertak Herra dengan pandangan tajam.

"Hei, aku hanya ingin bersikap baik padamu. Kalau enggak mau ya udah. Bye," tukas Salsa seraya pergi dari hadapan Herra.

Setelah melihat Salsa yang sudah menjauh dari hadapannya, ia berbalik menuju bangkunya kembali. Alangkah terkejutnya Herra saat melihat Rizhan.

Sangat terlihat wajah yang penuh amarah padanya. Buru-buru Herra langsung memeluk Rizhan.

"Rizhan jangan marah yah. Aku enggak apa-apa kok. Jangan balas dendam lagi," pinta Herra

Rizhan pun membalas pelukan itu dengan tetap menampilkan wajah marahnya.

To be continued....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • My Imagine    45. Kemarahan Winna

    "Makasih yah Tuan. Ini kalung yang bagus," ucap Herra dengan senyum lebar.Rizhan hanya mengangguk pelan. "Iyah. Tapi jangan langsung lupa diri yah. Aku memberikanmu itu hanya untuk memberikan apresiasi pada kerja kerasmu. Jangan memikirkan banyak hal," tukas Rizhan seraya berbalik menuju mobil kembali.Baru saja Herra ingin memuji kebaikan presdirnya itu. Namun, ia harus kembali lada kenyataan jika presdirnya itu bukan orang yang pantas mendapatkan predikat baik darinya.Sudahlah, yang penting ia senang bisa menerima kalung yang cantik ini."Hei! Kenapa masih diam di sana?! Apa kau mau aku tinggalin?!" teriak Rizhan dari arah mobil.Herra lansgu berbalik arah dan berlari menyusul ke mobilnya."Iya Tuan! Tunggu sebentar!" teriak Herra pula.Benar-benar orang yang tak sabaran presdirnya ini.***Se

  • My Imagine    44. Kalung Yang Cantik

    "Enghh!"Herra mengerjapkan matanya pelan. Namun, sontak mata itu melebar kala melihat sebuah dada bidang ada di depannya. Aroma ini sangat dikenal Herra. Ia mencoba mengangkat kepalanya untuk melihat.Benar saja, sang presdir ada di depannya sedang menutup matanya dengan damai. Dengkuran halus ia dengar dari presdirnya itu. Herra melihat betapa tampan wajah itu ketika sedang tidur dengan damai seperti ini. Namun, ia menggeram kesal ketika mengingat jika presdirnya ini bangun akan berubah seperti seekor macan.Herra mencoba mengangkat tangannya untuk menyentuh wajah presdirnya itu. Perlahan hampir mendekat. Hingga ia berhasil menyentuh wajah itu.Herra menahan agar jantungnya tak berdetak terlalu kencang. Rasanya ia ingin menangis saja saat ini. Bagaimana tidak, tekstur wajah presdirnya dengan Rizhan, teman khayalannya itu sangat mirip.Rasa Rindu itu kembali menyelimuti dirinya. Ingin ras

  • My Imagine    43. Satu Kamar

    Perjalanan yang begitu melelahkan akhirnya sampai juga. Pesawat berjenis Garuda Indonesia yang mereka naiki sudah sampai di bandara Yogyakarta.Rasa lelah tentu saja ada dalam dirinya Herra. Bahkan beberapa kali ia melakukan peregangan pada tubuhnya yang lelah itu. Rizhan terkekeh pelan melihat sikap lucu Herra. Ia jadi merasa seperti membawa anak kecil pergi bertamasya saja."Hei, ayo jalan! Kita harus mengambil koper kita dulu," sentak Rizhan dengan nada ketus. Rizhan berjalan duluan meninggalkan Herra yang terkejut dengan nada sentakan itu. Ia langsung memicingkan dengan tajam matanya pada presdir galaknya itu. Melayangkan pukulan dengan angin seakan ingin menghabisi presdirnya itu. Di saat Rizhan membalikkan tubuhnya, buru-buru Herra bersikap diam saja sambil mengalihkan pandangannya dari Rizhan.Rizhan memandang aneh pada wanita itu. "Kenapa masih diam aja di sana?! Kau mau aku tinggal yah?!" tukas R

  • My Imagine    42. Perjalanan Bisnis

    'kring-kring''kring-kring'Herra meraih ponsel yang terletak di nakas samping ranjangnya. Menyipitkan matanya untuk melihat nama dari penelpon. Detik berikutnya ia melebarkan matanya kala melihat nama dari penelpon. Nama 'Presdir Galak' terpampang nyata di sana.Sontak Herra bangkit dari tidurnya dan duduk di ranjangnya itu. Dengan segera menggeser ikon hijau di ponselnya itu."Ha-Halo Tuan. Ada apa ya?" tanya Herra dengan suara khas orang bangun tidur.["Apa kau baru bangun tidur, hah?! Jangan bilang kau lupa kalau hari ini kita ada perjalanan bisnis ke Jogja," ucap Rizhan dengan nada protes.]Sontak Herra menepuk dahinya kala melupakan hal yang sangat penting."Ma-Maaf Tuan. Saya sungguh melupakan hal itu. Tu-Tuan tenang saja. Saya akan bersiap dengan cepat," ucap Herra seraya berdiri untuk segera bersiap.

  • My Imagine    41. Perhatian Yang Menghangatkan

    41. Perhatian Yang Menghangatkan"Mau kubantu bawakan enggak?" tawar Daniar saat melihat berkas yang begitu banyak itu. Herra menggeleng pelan."Enggak perlu Daniar. Aku bisa bawa kok. Lagian enggak terlalu berat kok ini," tolak Herra seraya mengangkat kardus kecil yang berisi berkas yang sudah ia fotokopi itu. "Hmm, ya udah. Tapi, kau hati-hati yah. Jangan sampai nasibmu bakal kayak karyawan lainnya," timpal Daniar sedikit berbisik. Herra sedikit terkekeh melihat ekspresi lucu Daniar yang memberikan nasihat padanya. "Iya, kau tenang aja. Aku bakal hati-hati dengan presdir kita itu. Aku duluan ya," balas Herra dengan senyum tipis. "Iya, bye," ujar DaniarHerra segera keluar dari ruang fotokopi. Menaiki lift untuk ke ruangan presdirnya itu. "Huh, berat banget sih. Enggak enak tadi minta tolong sama Daniar. Disaat dia

  • My Imagine    40. Padahal Tidak Telat

    Herra tengah bersiap dengan tergesa-gesa pagi ini. Pasalnya ia bangun sedikit telat karena banyak cerita dengan Salsa tadi malam. Dengan cepat ia memakai setelan kantornya dan mengoleskan sedikit make up saja ke wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia segera mengambil tas jinjingnya dan segera keluar dari kamar. Saat keluar kamar ia melihat Salsa yang tengah mengoleskan selai pada roti. "Sal, aku berangkat dulu yah," pamit Herra dengan buru-buru. "Eh, tunggu dulu. Makan ini sebentar," tahan Salsa seraya memberikan roti yang sudah ia oleskan. "Makasih yah Sal. Aku berangkat dulu yah," timpal Herra seraya berlari ke arah pintu apartemennya. Salsa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Herra. Di lain tempat, Herra tengah berlari menuju halte bus. Untung saja bus itu mau berhenti saat ia meneriakinya. Dengan cepat Herra masuk ke dalam bus itu dengan napas yang tersenggal.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status