Malam yang begitu hening dan tenang. Terlihat seorang wanita yang tengah tertidur lelap. Sesekali wanita itu tengah meracau sesuatu.
Tak lama kemudian datanglah sosok pria. Pria itu berjalan mendekatinya. Saat sampai di hadapan si wanita, pria itu tersenyum manis hingga terlihat lesung pipinya.
Wajah pria itu mendekat pada wajah wanita itu.
'cup'
Satu ciuman mendarat di kening wanita itu. Ciuman itu diberikan cukup lama. Hingga pria itu melepasnya seraya menatap dalam pada si wanita. Setelahnya pria itu beranjak meninggalkannya.
***
Pagi yang begitu cerah membangunkan sosok wanita yang tengah tertidur lelap. Setelahnya, ia bangkit dan menuju ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Tak lama, hanya dua puluh menih yang ia butuhkan untuk membuat dirinya wangi. Pintu kamar mandi itu terbuka dan menampilkan sosok wanita dengan sebuah bathrobe.
"Ahh!"
Seketika wanita itu berteriak cukup kencang karena sosok yang tengah duduk di ranjangnya.
"Ri-Rizhan?! Kamu ngapain ada di situ?!" pekiknya.
"Bukankah kamu memanggilku Herra? Makanya aku datang," jawab Rizhan dengan senyuman manis.
Herra langsung memikirkan kembali apakah ia memanggilnya atau tidak. Gotcha! Ia tadi sempat menyebut nama Rizhan karena Herra merindukannya.
Tapi yang anehnya, kenapa wajah Rizhan tampak bahagia seperti tidak terjadi apapun. Apakah Rizhan sudah melupakan kejadian yang kemarin? Padahal Herra menangis cukup banyak tadi malam karena hal itu. Entahlah, setelah mengusir Rizhan pergi, hati Herra langsung mendadak sakit dan ia juga merasa menyesal.
"Ohh, iya aku ingat. Tapi, kamu enggak perlu masuk ke kamarku juga. Bagaimana kamu masuk saat aku ganti baju?" omel Herra
Kadang Herra sedikit menyesal meminta teman khayalan seorang pria. Kenapa ia tidak meminta seorang wanita saja? Sudahlah, tidak perlu disesali. Lagipula Rizhan sangat baik padanya. Cuma kejadian kemarin benar-benar membuatnya syok.
"Kamu lupa ya? Aku kan hadir di mana tempat kamu memanggilku dan kamu memanggilku saat kamu ada di kamar," jawab Rizhan
"Eh, iya juga yah. Aku yang salah," balas Herra
"Herra, maafin sikapku yang kemarin yah. Aku kelewatan emosi kemarin. Seharusnya aku bisa mengontrol emosiku," celetuk Rizhan
"Iya, aku maafin kok asal kamu jangan ulang lagi kejadian kayak gitu yah," balas Herra dengan senyuman manis.
"Makasih yah. Aku boleh minta sesuatu enggak?" tanya Rizhan
"Apa?" tanya Herra
"Aku boleh memelukmu enggak. Aku kangen denganmu," pinta Rizhan dengan pandangan memohon.
Herra sedikit terkejut dengan permintaan Rizhan yang tiba-tiba. Herra pun menggangguk mengiyakan permintaan Rizhan. Rizhan langsung menubruk Herra dengan pelukan erat.
Jantungnya langsung berpacu begitu cepat ketika Rizhan memeluknya. Apa ini? Masa sih ia suka dengan teman khayalannya sendiri? Enggak mungkin kan?
"Bagaimana kalau kita jalan-jalan di taman?" ajak Herra
"Kamu yakin ajak aku jalan-jalan? Nanti orang-orang akan memandang aneh pada dirimu," timpal Rizhan
"Enggak kok. Lagipula aku enggak peduli dengan pandangan orang lagi. Kan kita yang jalani hidup bukan mereka," balas Herra
"Kalau kamu enggak masalah sih aku setuju aja. Ayo," tutur Rizhan seraya menggenggam tangan Herra keluar.
Herra melihat tangannya yang digenggam erat oleh Rizhan. Entah kenapa rasanya sangat hangat. Ia juga melihat Rizhan yang tersenyum manis dan itu membuatnya jadi ikutan tersenyum.
Akhirnya mereka sampai di taman yang memang dekat dengan tempat kos-kosan Herra. Mereka memilih duduk di sebuah bangku taman dekat pohon yang agak jauh dari keramaian orang-orang. Hari ini taman lumayan ramai karena hari Minggu.
"Oh ya, aku mau kasih tau kabar bagus nih," celetuk Herra
"Kabar apa?" tanya Rizhan
"Aku lolos wawancara kemarin. Emang sih bukan sesuai dengan bidang yang kuinginkan. Tapi, tak apalah. Yang penting aku udah punya kerjaan sekarang. Dan lagi yah, aku diberi fasilitas apartemen pribadi nanti," papar Herra dengan senyum bahagia.
"Selamat yah Herra. Kamu pantes mendapatkannya. Emang bidang apa yang kamu inginkan?" tanya Rizhan
"Aku ini kan lulusan sarjana akuntansi. Jadi, seharusnya aku bekerja sebagai seorang akuntan. Tapi, di perusahaan itu memintaku menjadi sekretaris pribadinya presdir," jawab Herra
"Ohh gitu. Udahlah, enggak apa-apa. Mungkin dengan ini, kamu bisa menemukan pengalaman yang baru kan," timpal Rizhan
"Iyah, kamu benar. Lagipula gajinya sangat besar," balas Herra
"Segitu terpuruknya yah dirimu, sampai-sampai berbicara sendiri"
Herra langsung mengalihkan pandangannya pada sosok wanita di hadapannya.
"Salsa?!"
"Iyah, ini aku. Kau sepertinya agak stres yah karena kejadian itu. Mau aku temenin ke rumah sakit jiwa," hina Salsa
Herra langsung memandang terkejut pada Salsa.
"Apa maksudmu?! Aku enggak gila kok. Kau enggak tau apa-apa. Jadi lebih baik kau diam saja," gertak Herra dengan pandangan tajam.
"Hei, aku hanya ingin bersikap baik padamu. Kalau enggak mau ya udah. Bye," tukas Salsa seraya pergi dari hadapan Herra.
Setelah melihat Salsa yang sudah menjauh dari hadapannya, ia berbalik menuju bangkunya kembali. Alangkah terkejutnya Herra saat melihat Rizhan.
Sangat terlihat wajah yang penuh amarah padanya. Buru-buru Herra langsung memeluk Rizhan.
"Rizhan jangan marah yah. Aku enggak apa-apa kok. Jangan balas dendam lagi," pinta Herra
Rizhan pun membalas pelukan itu dengan tetap menampilkan wajah marahnya.
To be continued....
Pagi yang sangat cerah mewakili perasaan wanita yang tengah mengoleskan make up pada wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia pun segera keluar dari kamarnya untuk segera berangkat bekerja."Selamat pagi Herra," sapa Rizhan dengan senyum yang cerah.Jujur senyum cerah Rizhan membuat Herra jadi ikutan tersenyum."Pagi juga Rizhan," sapa Herra balik."Kamu udah mau berangkat?" tanya Rizhan"Iyah""Tapi kamu belum sarapan. Seenggaknya sarapan yang dikit dulu," tutur Rizhan"Iyah, nanti aku sarapan di jalan aja. Aku takutnya telat di hari pertama aku masuk kerja. Aku harus Buru-buru. Kalau begitu aku pamit dulu," ucap Herra seraya keluar dari dalam kosnya.Herra lebih memilih memanggil taksi hari ini. Ia takut kalau menunggu bus terlalu lama nanti. Sungguh ia harus menampilkan image yang baik di hari pertamanya bekerja. Ia pun berharap agar
Herra membuka pintu kamar kosnya dan mencari keberadaan Rizhan. Ia mencari ke sekeliling kamarnya itu. Ia langsung baru ingat kalau Rizhan akan muncul kalau ia memanggilnya."Rizhan! Kamu di mana?" Herra sedikit teriak memanggil Rizhan."Aku di sini. Kenapa?"Rizhan muncul di belakang Herra hingga membuatnya sedikit terkejut. Herra mengelus dadanya yang betgemuruh karena terkejut. Ia langsung menatap serius pada wajah Rizhan."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Rizhan dengan wajah bingungnya."Rizhan, aku mau kamu jujur sama aku. Apa kamu ada di tempat kerjaku hari ini?" selidik Herra dengan pandangan serius."Bagaimana bisa aku ada di tempat kerjamu jika kamu tidak ada memanggilku?" tanya Rizhan
"Kamu mau ke mana?""Eh? Rizhan. Aku mau berangkat kerjalah," jawab Herra dengan senyuman."Bukannya perutmu masih sakit? Enggak usah berangkat kerja aja hari ini. Mending istirahat di rumah," timpal Rizhan seraya mendekati Herra."Aku enggak bisa lah Rizhan. Belum seminggu juga aku bekerja. Masa udah minta izin," tolak Herra seraya menyampitkan tas di tangannya."Kamu yakin? Aku khawatir kamu sakit lagi," balas Rizhan dengan raut wajah khawatir."Enggak kok. Kamu tenang aja. Lagipula udah enggak terlalu sakit lagi kayak kemarin. Kan udah disembuhin sama kamu," timpal Herra memberikan senyuman meyakinkan pada Rizhan.Rizhan menghela napas pasrah."Baiklah. Kamu hati-hati yah. Ingat, panggil
"Ahh, aku kenyang banget karena nasi goreng itu. Sumpah, Rizhan pintar banget yah masaknya. Aku aja enggak sehebat itu masaknya. Walaupun bayarannya dia harus menciumku secara tiba-tiba. Aneh, dulu aku enggak terlalu suka dia kayak gitu. Tapi sekarang, aku suka juga dengan ciuman itu," gumam Herra sambil senyam-senyum sendiri.'tok-tok'Perhatian Herra seketika teralih dengan suara ketukan pintu. Herra melihat seorang wanita berdiri di depan pintu ruangannya."Iya, Nona. Masuk saja," celetuk HerraWanita itu langsung masuk dan berdiri di depan meja Herra. Herra sedikit terheran. Ia yakin wanita itu bukan karyawan dari perusahaan ini. Karena itu terlihat jelas pada pakaian yang ia kenakan."Permisi Nona. Boleh saya berbicara sebentar dengan anda?" tanyanya.
11. PindahSesuai perkataannya, hari ini Herra akan pindah ke apartemennya. Bukan apartemen miliknya sih, melainkan milik perusahaan yang diberikan padanya sebagai seorang asisten pribadi. Sebenarnya kunci apartemen itu sudah diberikan padanya saat hari pertama masuk kerja. Hanya saja baru hari ini Herra memiliki kesempatan untuk pindah.Herra sudah menyewa jasa pemindahan barang untuk mengangkat barang-barang di kamar kosnya. Tidak mungkin kan dia minta bantuan Rizhan untuk hal ini. Bisa-bisa ada orang yang pingsan nanti melihat barang-barang itu melayang di udara.Setelah dirasa semua barang di kamarnya sudah dibereskan, ia segera masuk ke dalam mobil pengangkut barang itu. Jarak antara kos-kosannya dengan apartemen memakan waktu sekitar dua puluh menit. Ternyata jarak antara perusahaannya dengan apartemen itu lebih dekat. Ternyata ini alasan perusahaan memberikan Herra fas
Seorang wanita tampak sibuk memakai polesan make up di wajahnya. Ia mengambil sebuah lipstik berwarna sweet pink dan mengoleskan di bibir tipisnya. Sempurna. Wanita itu segera mengambil tasnya dan menyampirkan di lengannya. Setelahnya ia keluar dari dalam kamarnya.Wanita itu mendekati dapur dan terlihat tubuh tetap seorang pria yang tengah sibuk memasak. "Rajin banget sih Rizhan. Sini aku bantu," ucapnya seraya mengambil alih sutil di tangan si pria. "Herra, kok kamu berangkat kerja sih," protes Rizhan seraya mengambil alih kembali sutil di tangan Herra. "Emang kenapa? Hari ini kan aku harus kerja," jawab Herra"Tapi kan kamu baru aja selesai pindah. Masa mereka enggak mau kasih kamu cuti sehari aja gitu," komentar Rizhan "Rizhan, aku enggak apa kok. Lagipula kemarin aku enggak terlalu capek karena kamu udah bantu. Tenang aja," balas Herra"Tapi aku t
Hari mulai berlalu sejak kejadian pertengkaran antara Herra dan Rizhan. Sungguh pertengkaran itu sangat merusak mood. Dia hanya kesal dengan sikap Rizhan yang terlalu mengekang dirinya. Dia tidak suka jika Rizhan bersikap mengatur dirinya. Terhitung sudah tiga hari sejak pertengkaran itu terjadi.Tak ada niatan dalam diri Herra untuk memanggil Rizhan. Ia masih dalam mode marah saat ini. Mungkin dalam beberapa hari amarahnya akan mereda dan dia akan mengajak bicara Rizhan pelan-pelan.Selama tiga hari itu, Herra menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Bangun pagi langsung berangkat kerja. Bedanya selama tiga hari ini, Herra tidak sarapan. Biasanya setiap pagi ada saja aroma lezat dari masakan Rizhan. Sekarang tidak ada lagi. Palingan ia hanya sarapan roti dibalut dengan isian selain. Karena Herra adalah seorang wanita yang minim akan pengetahuan memasak. Ia pernah sekali memasak
"Maafin aku yah," celetuk Rizhan menatap dalam wajah Herra.Herra juga ikut menatap mata coklat gelap itu untuk mencari kebohongan. Nihil, mata itu memancarkan ketulusan."Kamu yakin? Aku akan menerima permintaan maafmu jika kamu bersungguh-sungguh enggak akan melakukan hal itu lagi," ucap Herra"Iya deh, aku akan janji untukmu. Tapi, bisakah kamu menerima permintaanku?" tanya Rizhan"Apa?" tanya Herra balik."Kamu harus hati-hati dengan orang asing yang mendekatimu. Aku hanya enggak mau terjadi apa pun padamu," pintar Rizhan seraya mengelus dengan pelan pipi Herra."Iya, aku akan hati-hati kok. Kamu tenang aja," balas Herra dengan senyuman."Jadi, aku dimaafin nih?" tanya Rizhan