Pagi yang sangat cerah mewakili perasaan wanita yang tengah mengoleskan make up pada wajahnya. Setelah dirasa cukup, ia pun segera keluar dari kamarnya untuk segera berangkat bekerja.
"Selamat pagi Herra," sapa Rizhan dengan senyum yang cerah.
Jujur senyum cerah Rizhan membuat Herra jadi ikutan tersenyum.
"Pagi juga Rizhan," sapa Herra balik.
"Kamu udah mau berangkat?" tanya Rizhan
"Iyah"
"Tapi kamu belum sarapan. Seenggaknya sarapan yang dikit dulu," tutur Rizhan
"Iyah, nanti aku sarapan di jalan aja. Aku takutnya telat di hari pertama aku masuk kerja. Aku harus Buru-buru. Kalau begitu aku pamit dulu," ucap Herra seraya keluar dari dalam kosnya.
Herra lebih memilih memanggil taksi hari ini. Ia takut kalau menunggu bus terlalu lama nanti. Sungguh ia harus menampilkan image yang baik di hari pertamanya bekerja. Ia pun berharap agar presdir nanti adalah orang yang baik. Memikirkan semua itu membuat Herra tidak sadar sudah sampai di depan perusahaan Volker Corp.
Herra segera masuk dalam perusahaan itu dan menuju ke bagian resepsionis.
"Permisi Mba. Nama saya Herra Laiba, saya sekretaris pribadi yang baru direkrut," ucap Herra dengan sopan.
Resepsionis itu melihat dari atas sampai bawah pada Herra. Herra pun jadi bingung. Apa yang ia kenakan salah?
"Tunggu di sini saya akan bertanya pada HRD dulu"
Entah kenapa Herra merasa kalau resepsionis itu memandang sedikit sinis padanya. Tapi Herra tidak mau ambil pusing hal itu.
Resepsionis itu segera menghubungi bagian HRD. Setelah ia menutup telpon itu, ia kembali memandang Herra. Kali ini tatapannya langsung berubah agak ramah.
"Baiklah Nona Herra. Silakan ikut saya ke ruangan anda"
Herra pun mengikuti langkah resepsionis itu menuju ruangannya. Ruangan itu terletak di lantai paling atas dari perusahaan itu. Setelah sampai di lantai paling atas, resepsionis itu kembali menuntun Herra.
"Ini ruangannya Nona. Nanti ada kepala manajer yang akan menjelaskan sesuatu. Saya pamit"
Herra hanya menggangguk. Selepas perginya resepsionis itu, Herra melihat sekeliling ruangannya. Bagus dan cukup elegan. Ruangan ini membuat Herra merasa nyaman. Di ruangannya ada pembatas kaca antara ruangannya dan ruangan presdir yang tidak terlalu transparan.
'cklek'
"Nona Herra?"
Herra langsung membalikkan tubuhnya begitu mendengar suara yang memanggilnya.
"Iya, saya?"
"Perkenalkan saya Rudy Glenn, saya adalah kepala manajer di sini. Saya hanya ingin memberikan beberapa poin penting pada anda. Pertama, saat ini presdir tidak akan ada di perusahaan selama seminggu ini. Tapi, anda tetap harus melaksanakan tugas anda sebagai sekretaris. Seperti memperhatikan jadwal presdir saat ia pulang nanti. Kedua, anda jangan terkejut ketika melihat presdir menggunakan topeng. Anda tidak mempertanyakan hal itu karena presdir tidak akan suka. Ketiga, jangan sekali-sekali membantah satu katapun dari ucapannya," jelas Rudy
"Baiklah saya sudah mencatat semua poin penting itu," balas Herra
"Kalau begitu saya pamit. Anda sudah bisa memulai pekerjaan anda. Nanti ada beberapa jadwal yang harus anda atur," timpal Rudy
"Baik. Terima kasih pak atas informasinya," bala Herra
Rudy mengangguk seraya berlalu dari hadapan Herra.
"Ternyata presdir itu banyak hal yang harus diperhatikan. Kayaknya presdir ini galak deh. Haduh, semoga aja aku bisa bertahan di sini," gumam Herra
***
Herra memperhatikan jam tangannya yang menunjukkan waktu makan siang. Herra pun segera menghentikan sejenak pekerjaannya dan keluar untuk membeli makanan.
Herra berjalan menyusui lorong perusahaan. Entah kenapa sedari tadi ia merasa kalau para karyawan itu memperhatikannya. Herra pun berusaha untuk tidak memperdulikannya.
"Halo, kamu karyawan baru itu ya?"
Herra memandang seorang pria yang bertanya padanya.
"Iya, halo"
"Perkenalkan nama saya Hendry Zynn. Panggil aja Hendry. Saya bertugas sebagai kepala keuangan di sini," sapa Hendry dengan senyuman.
Wah, itu posisi yang sangat aku inginkan ~ batin Herra
"Oh ya, salam kenal saya Herra Laiba. Sekretaris pribadi yang baru," timpal Herra
"Kamu mau ke kantin bareng enggak?" tawar Hendry
"Boleh"
Hendry pun mengajak Herra pergi ke kantin bersama. Tanpa mereka sadari ada yang memberikan tatapan tajam pada mereka berdua.
***
"Terima kasih yah Hendry, udah ngajak sekaligus ditraktir," ucap Herra yang sedang berjalan kembali ke ruangannya.
"Iyah, sama-sama. Anggap saja traktiran untuk teman baru," balas Hendry
"Kalau gitu aku balik dulu yah," pamit Herra
"Iyah"
Hendry pun juga kembali ke ruangannya. Herra mendudukkan dirinya di kursi kerjanya. Baru akan melanjutkan kerjanya, ia dikejutkan dengan orang-orang yang seperti berlarian di depan ruangannya. Karena penasaran, Herra segara keluar dari ruangannya.
"Ini ada apa?" tanya Herra menghentikan langkah salah satu karyawan.
"Itu pak Hendry jatuh dari tangga," jawabnya
"Ha?! Kok bisa?!" pekik Herra
"Saya juga tidak tau makanya saya ingin liat ke sana. Ayo kalau anda mau ikut," balas karyawan itu.
Herra akhirnya mengikuti langkah karyawan itu. Dan benar saja begitu Herra sampai, ia melihat tubuh Hendry yang diangkat dengan tiga orang karyawan pria. Di dahinya mengeluarkan darah yang cukup banyak.
Entah kenapa Herra langsung kepikiran dengan Rizhan. Rizhan kah yang melakukannya?
To be continued....
Herra membuka pintu kamar kosnya dan mencari keberadaan Rizhan. Ia mencari ke sekeliling kamarnya itu. Ia langsung baru ingat kalau Rizhan akan muncul kalau ia memanggilnya."Rizhan! Kamu di mana?" Herra sedikit teriak memanggil Rizhan."Aku di sini. Kenapa?"Rizhan muncul di belakang Herra hingga membuatnya sedikit terkejut. Herra mengelus dadanya yang betgemuruh karena terkejut. Ia langsung menatap serius pada wajah Rizhan."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Rizhan dengan wajah bingungnya."Rizhan, aku mau kamu jujur sama aku. Apa kamu ada di tempat kerjaku hari ini?" selidik Herra dengan pandangan serius."Bagaimana bisa aku ada di tempat kerjamu jika kamu tidak ada memanggilku?" tanya Rizhan
"Kamu mau ke mana?""Eh? Rizhan. Aku mau berangkat kerjalah," jawab Herra dengan senyuman."Bukannya perutmu masih sakit? Enggak usah berangkat kerja aja hari ini. Mending istirahat di rumah," timpal Rizhan seraya mendekati Herra."Aku enggak bisa lah Rizhan. Belum seminggu juga aku bekerja. Masa udah minta izin," tolak Herra seraya menyampitkan tas di tangannya."Kamu yakin? Aku khawatir kamu sakit lagi," balas Rizhan dengan raut wajah khawatir."Enggak kok. Kamu tenang aja. Lagipula udah enggak terlalu sakit lagi kayak kemarin. Kan udah disembuhin sama kamu," timpal Herra memberikan senyuman meyakinkan pada Rizhan.Rizhan menghela napas pasrah."Baiklah. Kamu hati-hati yah. Ingat, panggil
"Ahh, aku kenyang banget karena nasi goreng itu. Sumpah, Rizhan pintar banget yah masaknya. Aku aja enggak sehebat itu masaknya. Walaupun bayarannya dia harus menciumku secara tiba-tiba. Aneh, dulu aku enggak terlalu suka dia kayak gitu. Tapi sekarang, aku suka juga dengan ciuman itu," gumam Herra sambil senyam-senyum sendiri.'tok-tok'Perhatian Herra seketika teralih dengan suara ketukan pintu. Herra melihat seorang wanita berdiri di depan pintu ruangannya."Iya, Nona. Masuk saja," celetuk HerraWanita itu langsung masuk dan berdiri di depan meja Herra. Herra sedikit terheran. Ia yakin wanita itu bukan karyawan dari perusahaan ini. Karena itu terlihat jelas pada pakaian yang ia kenakan."Permisi Nona. Boleh saya berbicara sebentar dengan anda?" tanyanya.
11. PindahSesuai perkataannya, hari ini Herra akan pindah ke apartemennya. Bukan apartemen miliknya sih, melainkan milik perusahaan yang diberikan padanya sebagai seorang asisten pribadi. Sebenarnya kunci apartemen itu sudah diberikan padanya saat hari pertama masuk kerja. Hanya saja baru hari ini Herra memiliki kesempatan untuk pindah.Herra sudah menyewa jasa pemindahan barang untuk mengangkat barang-barang di kamar kosnya. Tidak mungkin kan dia minta bantuan Rizhan untuk hal ini. Bisa-bisa ada orang yang pingsan nanti melihat barang-barang itu melayang di udara.Setelah dirasa semua barang di kamarnya sudah dibereskan, ia segera masuk ke dalam mobil pengangkut barang itu. Jarak antara kos-kosannya dengan apartemen memakan waktu sekitar dua puluh menit. Ternyata jarak antara perusahaannya dengan apartemen itu lebih dekat. Ternyata ini alasan perusahaan memberikan Herra fas
Seorang wanita tampak sibuk memakai polesan make up di wajahnya. Ia mengambil sebuah lipstik berwarna sweet pink dan mengoleskan di bibir tipisnya. Sempurna. Wanita itu segera mengambil tasnya dan menyampirkan di lengannya. Setelahnya ia keluar dari dalam kamarnya.Wanita itu mendekati dapur dan terlihat tubuh tetap seorang pria yang tengah sibuk memasak. "Rajin banget sih Rizhan. Sini aku bantu," ucapnya seraya mengambil alih sutil di tangan si pria. "Herra, kok kamu berangkat kerja sih," protes Rizhan seraya mengambil alih kembali sutil di tangan Herra. "Emang kenapa? Hari ini kan aku harus kerja," jawab Herra"Tapi kan kamu baru aja selesai pindah. Masa mereka enggak mau kasih kamu cuti sehari aja gitu," komentar Rizhan "Rizhan, aku enggak apa kok. Lagipula kemarin aku enggak terlalu capek karena kamu udah bantu. Tenang aja," balas Herra"Tapi aku t
Hari mulai berlalu sejak kejadian pertengkaran antara Herra dan Rizhan. Sungguh pertengkaran itu sangat merusak mood. Dia hanya kesal dengan sikap Rizhan yang terlalu mengekang dirinya. Dia tidak suka jika Rizhan bersikap mengatur dirinya. Terhitung sudah tiga hari sejak pertengkaran itu terjadi.Tak ada niatan dalam diri Herra untuk memanggil Rizhan. Ia masih dalam mode marah saat ini. Mungkin dalam beberapa hari amarahnya akan mereda dan dia akan mengajak bicara Rizhan pelan-pelan.Selama tiga hari itu, Herra menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Bangun pagi langsung berangkat kerja. Bedanya selama tiga hari ini, Herra tidak sarapan. Biasanya setiap pagi ada saja aroma lezat dari masakan Rizhan. Sekarang tidak ada lagi. Palingan ia hanya sarapan roti dibalut dengan isian selain. Karena Herra adalah seorang wanita yang minim akan pengetahuan memasak. Ia pernah sekali memasak
"Maafin aku yah," celetuk Rizhan menatap dalam wajah Herra.Herra juga ikut menatap mata coklat gelap itu untuk mencari kebohongan. Nihil, mata itu memancarkan ketulusan."Kamu yakin? Aku akan menerima permintaan maafmu jika kamu bersungguh-sungguh enggak akan melakukan hal itu lagi," ucap Herra"Iya deh, aku akan janji untukmu. Tapi, bisakah kamu menerima permintaanku?" tanya Rizhan"Apa?" tanya Herra balik."Kamu harus hati-hati dengan orang asing yang mendekatimu. Aku hanya enggak mau terjadi apa pun padamu," pintar Rizhan seraya mengelus dengan pelan pipi Herra."Iya, aku akan hati-hati kok. Kamu tenang aja," balas Herra dengan senyuman."Jadi, aku dimaafin nih?" tanya Rizhan
Seorang wanita tengah mengoleskan sedikit make up ke wajahnya. Wajahnya tampak berbinar. Apalagi saat melihat jepit rambut berwarna merah muda yang ada di rambutnya. Ia masih tidak menyangka kalau Rizhan akan membuatkan sesuatu untuknya. Ternyata ada sisi baiknya juga ia bisa menyentuh sesuatu.Setelah dirasa cukup dengan riasannya, ia memperhatikan lagi pakaian yang ia kenakan. Pas. Lalu, ia mengambil tasnya dan segera keluar kamar.Wangi masakan langsung masuk ke dalam indra penciumannya begitu keluar dari kamarnya. Ia langsung melebarkan senyumannya dan segera melangkah menuju dapur. Sosok tegap itu lagi yang sedang memasakkan sarapan untuknya.Ia sungguh senang karena sudah berbaikan dengan Rizhan. Ia bisa merasakan kembali kehangatan rumah berkat Rizhan.Semoga aja ini enggak cepat berakhir, Tuhan ~ bat